Menyambut tahun 1900-an berakhir dan tahun 2000-an dimulai, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
akan menerbitkan prangko khusus untuk menandai peristiwa seribu tahun sekali itu.
Pada 31 Desember 1999 akan diterbitkan satu prangko dengan warna matahari terbenam, menggambarkan tahun 1900-an
berakhir . Selanjutnya, pada 1 Januari 2000 akan diterbitkan lagi prangko baru menandai tahun 2000-an dimulai. Kedua
prangko itu akan berharga satuan (nominal) Rp 1.000 dan masing-masing dicetak sebanyak 700.000 keping.
Bersamaan dengan penerbitan prangko itu akan diedarkan pula dua lembar kenangan (souvenir sheet), masing-masing dengan
nominal Rp 20.000 dan dicetak sebanyak 75.000 lembar. Sedang, Sampul Hari Pertama (SHP) dicetak sebanyak 20.000
lembar dan dijual seharga Rp 3.000 per lembar.
Tak terasa, sesaat kita lagi kita tahun 1999 akan kita lewati dan memasuki tahun 2000. Pergantian tahun kali ini, bukan sekadar mengganti dua angka dari empat digit angka tahun, tetapi sekaligus keempat digit berganti.
Peristiwa bersejarah seribu tahun sekali ini, tak heran merupakan hal yang cukup spektakuler dan disambut berbagai pihak dengan bermacam-macam acara. Kalangan filatelis di berbagai belahan dunia, juga ikut menyambut secara filatelistis. Ada penerbitan prangko khusus seperti di Indonesia, ada kantor pos yang menyediakan cap pos khusus, penerbitan kartu pos istimewa, dan sebagainya.
SUATU hari, seorang wanita muda menerima kiriman sepucuk surat dari seorang pengantar pos. Setelah membolak-balik amplop surat sambil mengamat-amatinya, wanita tersebut segera menyerahkannya kembali tanpa membukanya sama sekali kepada pengantar pos. Dia menyatakan tidak mampu membayar ongkos kiriman surat tadi. Pada waktu itu biaya pengiriman pos ditanggung oleh si penerima surat.
Seorang laki-laki yang tidak sengaja menyaksikan kejadian tersebut, merasa kasihan terhadap wanita itu. Setelah membayarkan ongkos kirimnya, laki-laki itu menyerahkan surat tersebut kepada wanita itu. Akan tetapi kepada laki-laki dermawan itu, wanita tadi mengatakan amplop tersebut sebenarnya kosong tidak berisi surat.
HOBI suami tidak jarang membuat jengkel istri, apalagi kalau hobi tersebut sampai menghabiskan uang banyak. Ini dialami Sylvie. Gaji suaminya habis dibelikan prangko, bahkan gajinya sendiri tidak jarang berkurang karena diminta sang suami untuk membeli prangko kesenangannya.
"Jengkelnya bukan main saya pada waktu itu melihat tindak-tanduk suami saya yang demikian asyik dengan hobinya mengumpulkan prangko. Bahkan, gaji saya sendiri dan juga uang bonus saya masih dia minta untuk menambah koleksi prangkonya," kata Sylvie (42), ketika ditemui di kediamannya di Jalan Sidorejo 104 Semarang, akhir September lalu.