back
Serambi MADURA PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

Senin
13 September 1999
Radar Madura


Mahasiswa Demo, Dewan dan Bupati 'Ngumpet':
"KUT Bukan Kredit Untuk Teman"

Bangkalan, Radar.-

Sekitar 250 mahasiswa yang menamakan FAMU ( Front Aksi Mahasiswa Unibang), Sabtu lalu, menggelar demonstrasi di DPRD II Bangkalan dan Pemda Bangkalan. Mereka menuntut pencabutan SK Bupati tentang kenaikan tarif PDAM sebesar 43% dan pengusutan dana KUT yang diduga banyak diselewengkan.

Aksi berlangsung pukul 09.00 WIB. Saat itu puluhan mahasiswa melakukan long march dari pintu gerbang kota Bangkalan menuju gedung DPRD. Tetapi para mahasiswa harus menelan kekecewaan karena tidak ada anggota DPRD yang berada di tempat. Sedang pejabat DPRD yang lain juga tidak bersedia menemui.

Akhirnya mereka melakukan orasi di depan gedung dewan. Dalam orasinya, antara lain mereka mengatakan bahwa anggota dewan tidak pantas mewakili rakyat. Sebab, pada saat rakyat (mahasiswa, Red) hendak menyampaikan aspirasinya, tidak satu pun anggota dewan yang berada di tempat.

’’Sabtu bukan hari libur, kenapa tidak ada anggota dewan yang berada di sini? Lalu, kapan anggota dewan dapat menerima aspirasi rakyat yang diwakilinya,’’ teriak mahasiswa. Mereka juga menuntut agar DPRD memperhatikan kenaikan tarif PDAM dan mencabut SK Bupati yang melejitimasi kenaikan tersebut.

Menurut mereka, DPRD seharusnya tidak begitu saja menerima kenaikan tarif PDAM tanpa memperhatikan suara rakyat. ’’DPRD seharusnya mengajak bupati atau pejabat yang berwenang untuk mengkonsultasikan kenaikan tarif PDAM. ‘’Jangan hanya sekedar menerima tanpa mempelajari atau mendengarkan suara dari masyrakat,’’ kata Syaiful Ismail, koordinator aksi tersebut.

Selain itu, mereka juga menuntut agar DPRD mendesak kejaksaan mengusut dana KUT yang diselewengkan dan tidak sampai ke tangan petani. ’’Fakta yang ada sudah jelas, banyak dana KUT yang tidak sampai ke petani. Dan DPRD sebagai wakil petani harus memperhatikan itu, karena petanilah yang memilih mereka sehingga bisa duduk jadi anggota dewan,’’ teriak mereka.

’’Anggota dewan yang terhormat harus mendesak kejaksaan untuk segera mengusut pejabat yang menyelewengkan dana KUT,’’ timpal mahasiswa lainnya.’’DPRD jangan hanya datang, duduk, dengar, dengkur dan duit saja,’’teriak lainnya.

Setelah puas berorasi di DPRD, rombongan mahasiswa itu lalu menuju kantor Pemda Bangkalan. Namun, setali tiga uang, mereka tak bisa bertemu dengan Bupati Bangkalan Ir. M. Fatah. Padahal, informasi yang diperoleh Radar Madura menyebutkan, sebenarnya saar itu bupati ada di ruangannya,

Bupati yang juga Rektor Unibang itu rupaya enggan menemuni mahasiswa. Para pejabat tampak bingung dan tidak tahu harus bicara apa, karena sampai waktu yang cukup lama tetap tidak ada wakil dari pemda yang keluar untuk menemui mahasiswa.

Bahkan, para pejabat terlihat saling tuding dan saling menyuruh tentang siapa yang paling berhak dan pantas berbicara dengan mahasiswa. Sementara mahasiswa menolak untuk mengutus perwakilan guna berdialog di dalam.’’Kami minta M. Fatah keluar dan berdialog di sini dengan kami para mahasiswa yang hadir disini,’’ teriak mahasiswa.

Karena M. Fatah tetap tidak mau keluar, para mahasiswa mengancam untuk masuk beramai-ramai menemui bupati. Hal tersebut tidak sampai terjadi karena emosi mahasiswa berhasil diredam oleh koordinator aksi, Syaiful Ismail. ’’Bupati sudah alergi bertemu dengan rakyatnya sendiri, para pejabat lain juga pengecut dan tidak bernyali untuk menemui kami,’’ teriak mahasiswa.

Sementara menunggu M. Fatah keluar, mereka menggelar orasi yang isinya tetap menuntut pencabutan SK kenaikan tarif PDAM yang dikeluarkan Bupat SK tersebut. Sebab, SK itu dinilai secara spihak. Mereka juga menuntut agar Bupati sebagai ketua pembina KUT untuk mengusut oknum penyeleweng KUT.

’’Bupati harusnya selektif menentukan siapa-siapa yang paling berhak meyalurkan KUT,’’ teriaknya. ’’KUT untuk petani dan bukan Kredit Untuk Teman,’’ timpal mahasiswa lain.

Mereka menilai, Bupati turut bertanggung jawab bila ada pelaksana KUT yang menyelewengkan dana tersebut. ’’Fakta sudah jelas, banyak petani yang tidak menerima dana KUT, bupati juga harus ikut bertanggung jawab,’’ kata mereka.

Setelah beberapa lama menunggu, tampaknya pihak pemda dan bupati tetap tidak bersedia menemui, akhirnya mahasiswa mengalah dan bersedia mengirimkan wakilnya untuk berdialog dengan Bupati. Lagi-lagi mereka harus kecewa, ternyata bukan M. Fatah yang menemui mereka melainkan Sekwilda, Ny Kurtini, yang menemui mereka.

Wakil-wakil mahasiswa yang sudah berada di dalam kembali keluar dan otomatis tidak ada dialog. ’’Bupati sebagai tuan rumah tidak tahu adat, kami ingin bertemu langsung bukan diwakilkan, untuk itu kita tetap sepakat untuk tidak berdialog dengan boneka-bonekanya,’’ jalas para wakil mahasiswa pada rekannya yang berada di luar.

Akhirnya, mereka mengakhiri aksinya, tetapi sebelumnya mereka memberi nama ayam bekisar yang ada di depan kantor Pemda dengan nama M. Fatah. Dan mereka membacakan tuntutannya di depan ayam tersebut. ’’Pak Bupati, kami minta SK yang telah dikeluarkan dicabut, turunkan tarif PDAM dan usut koruptor KUT yang Bapak berikan,’’ kata mereka pada ayam tersebut.

Mereka beranjak keluar halaman pemda untuk melanjutkan aksi pembakaran bendera Australia, Amerika, dan dan Portugal. Aksi itu sebagai ungkapan solidaritas pada rakyat Tim-Tim dan protes terhadap negara-negara tersebut yang dinilai telah melakukan intervensi terlalu dalam dan mengijak-injak kehormatan RI.

’’Australia, Amerika dan Portugal telah melakukan intervensi terlalu jauh terhadap nasib Tim –Tim,’’ teriak mereka sambil membakar bendera di pintu gerbang kota Bangkalan, sekaligus mengakhiri aksinya dengan tertib dan kembali ke kampus sekitar pukul. 12.00 WIB (ris)