back
Serambi KAMPUS https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Webmaster

R. Iskandar Zulkarnain
Chief Executive Editor

Informasi

PadepokanVirtual

URL

http://w3.to/padepokan
http://welcome.to/madura
http://travel.to/kampus

Jawa Pos
Berita Utama - Selasa, 05 September 00

Kisah Pria 20 Tahun yang Nikahi Empat Wanita Belasan Tahun
Oleh Taufiq Rizqon & Rasul Junaidy

Pagi Kumpul, Malamnya Dibagi Dua-dua

Anda membaca kisah Syamsuddin, 20, yang Minggu lalu melangsungkan pesta pernikahan dengan empat wanita sekaligus? Bagaimana keempat istri itu berbagi tugas sehari-hari? Inilah cerita tentang itu.

Pria kelahiran 11 November 1980 itu masih istirahat ketika ditemui Jawa Pos di rumahnya, Desa Genteng, Kecamatan Konang, Bangkalan, siang kemarin. Mungkin, ia masih lelah setelah dua hari lalu melangsungkan pesta pernikahan.

Beda dengan suaminya yang masih tidur, tiga di antara empat istrinya tampak sedang nonton TV. Tampak asyik sekali. Mereka bersenda gurau. Guyonannya yang renyah terdengar dari ruang tamu.

Mereka -- Siti Rasma, 16,Ani Risyanti, 16, dan Siti Mahmudah, 15 -- rukun-rukun saja, setidaknya hingga kemarin. Sedangkan Siti Martuha, 15, berada di rumah orang tuanya di Desa Canggereman, Konang, Bangkalan.

Kepada KH Asmuni, paman Syamsuddin, Jawa Pos minta izin untuk bertemu tiga istri Syamsuddin yang masih imut-imut itu. Ketiganya keluar bersama-sama. Tetap sambil bersenda gurau. Rasma mencubit Anis agar berjalan di depan. Anis ganti mencubit Mahmudah dan menyilakan jalan duluan. Karena tak ada yang mau mendahului, ketiganya pun maju berbarengan. Seperti anak SMP mau ke sekolah.

Saat diwawancarai Jawa Pos, suasana tampak sangat gayeng. Sesekali mereka bertiga tertawa dan saling mencubit. Kelihatan sekali sifat kekanak-kanakan mereka masih terbawa.

Rasma, misalnya -- anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Muniwar dan Hatifa -- yang lahir pada 21 Juni 1984 itu, saat melangsungkan ijab kabul masih duduk di kelas 1 MTsN II Pangkal Pinang. Sedangkan Ani -anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Moh. Ridho dan Siama- baru masuk Pendidikan dan Perguruan Agama Islam (PPAI) Kepanjen, Malang. Ia yang kelahiran 7 Januari 1984 itu baru lulus SMPN 4 Malang pada 1999 lalu.

Sementara itu, Mahmudah, saat ijab kabul masih duduk di kelas 3 SDN Genteng III Konang, Bangkalan. Anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Abd. Mutolib dan Syafiyah ini kelahiran 2 Januari 1985. "Setelah nikah, saya tidak sekolah lagi. Malu diolok teman-teman," katanya, disambut gelak tawa Rasma dan Ani.

Menurut Rasma, pertama ia kenal Syamsuddin sekitar Maret lalu, saat ia sedang mengunjungi saudaranya di Pangkal Pinang. Tapi, belum lama berpacaran, ia langsung dilamar. Saat akan dimadu, sebenarnya, ia sempat bertanya alasannya. Tapi, saat itu Syamsuddin tidak mau menjawab. Akhirnya, ia pasrah juga.

"Saat itu saya bilang, ya sudah kalau kakak mau kawin lagi. Asalkan, jangan bercumbu dengan istri yang lain di depan saya," katanya sambil mencubit Anis dan Mahmudah.

Selama ini, dia mengaku sering tidur berdua dengan Ani. Sebab, Mahmudah dan Martuha masih sering pulang ke rumah orang tuanya. "Saya menganggap istri kakak yang lain adalah saudara. Kalau yang satu sakit, yang lain ikut sakit," papar Rasma yang dibenarkan Ani dan Mahmudah.

Bagaimana dengan Ani? Ternyata, dia mengaku kenal dengan Syamsuddin sejak masih kelas dua SD. Ani mengaku setiap tahun pulang ke Madura, mengikuti orang tuanya yang asli Desa Genteng, Konang, Bangkalan. "Kakak memang cinta pertama saya," katanya sambil tersenyum malu.

Saat dilamar, Ani dan keluarganya sudah tahu bahwa akan dijadikan istri yang ketiga. "Saat itu aku tidak terkejut. Sebab, di keluarga kakak, kawin empat itu adalah hal yang biasa. Asalkan, tidak kawin lebih dari empat," imbuhnya, yang disetujui Rasma dan Mahmudah.

Lain halnya dengan pengakuan Mahmudah. Dengan perasaannya yang polos dan malu-malu, ia mengatakan bahwa sebelumnya tidak kenal dengan Syamsuddin. Tapi, karena setiap berangkat sekolah selalu melewati rumah Syamsuddin, ia mengaku hanya kenal wajahnya.

"Saat mau dinikahi kakak, saya sudah tahu bahwa saya akan dijadikan istri yang keempat. Tapi, orang tua saya setuju, ya saya setuju saja," kata Mahmudah yang hanya dilamar dalam waktu tiga hari setelah perkenalan.

Apa yang dilakukan keempat istri Syamsuddin itu sehari-hari? Mulai pukul 06.00, mereka berkumpul di rumah Syamsuddin. Masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Mencuci piring, baju, dan masak dikerjakan istri pertama dan kedua, Rasma dan Martuha. Sedangkan bersih-bersih rumah dan halaman dikerjakan istri ketiga dan keempat, Anis dan Mahmudah.

Kegiatan seperti ini mereka jalani sampai pukul 21.00, saat menjelang tidur. Setelah itu, berlaku jadwal giliran tidur. Menurut KH Asmuni, paman Syamsuddin, bila tiba giliran Anis dan Mahmudah, biasanya Rasma dan Martuha menginap di rumah Asmuni.

Sebaliknya, bila giliran Rasma dan Martuha, Anis dan Mahmudah menginap di rumah KH Munawar, paman Syamsuddin yang lain. "Tapi, bila Syamsuddin tidak ada, mereka sering tidur bersama," kata Asmuni.*

Degan Telor atau (Yang Hot) Pinang Muda

Syamsuddin benar-benar lelananging jagat (laki-lakinya dunia). Pria berumur 20 tahun yang masih belum punya pekerjaan tetap ini mampu memikat hati empat wanita sekaligus. Siapakah sebenarnya Syamsuddin? Apa resepnya bisa kuat?

Pria kerempeng jebolan Ponpes Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, dan Ponpes Lenbulen, Desa Baturasang, Kecamatan Tambelangan, Sampang, itu agak lelah. ''Maaf, saya baru tidur setelah subuh,'' katanya dalam bahasa Madura kepada Jawa Pos.

Mengapa? Risiko punya empat istri sekaligus? ''Tadi malam prei. Semalam saya baru begadang,'' tuturnya.

Syamsuddin mengaku, meski baru menikahi empat wanita, tidak setiap malam dia habiskan di kamar tidur. ''Saya nongkrong dan keluyuran bersama teman-teman,'' katanya.

Gaya dan penampilannya memang seperti joko thing-thing (jejaka tulen), malah lebih tepat seperti ABG. Usianya memang baru menginjak 20 tahun. Lehernya berkalung. Rambutnya dicat pirang dan dibiarkan begitu saja seperti tak mengenal sisir rambut.

Bagaimana kamar tidur yang sekaligus kamar pengantinnya? Jangan bayangkan penuh bunga-bunga mawar yang wangi semerbak. Yang paling menonjol adalah poster-poster bintang film dan penyanyi Barat. Ada Leonardo Di Caprio, Sylvester ''Rambo'' Stallone, dan Madonna.

Persis di dinding kamar dekat pintu menggantung sebuah gitar yang juga penuh poster bintang film.

Sambil menyetel lagu-lagu Barat dari tape recorder mobil colt warna merah tahun 75 kesayangannya, Syamsuddin mengajak Jawa Pos ngobrol di musala samping rumahnya. Dia hanya memakai kaus oblong hitam dan bercelana jins. Dia mengakui hitam adalah warna favoritnya.

Sebelum mengawini keempat istrinya, Syamsuddin -- anak kedua di antara lima bersaudara pasangan KH Ach. Djazuli (almarhum) dan Hj Sutiyah -- mengaku pernah menikah dengan Siti Rohmah, 20, warga Kecamatan Kokop, Bangkalan. Tapi, pernikahan itu tidak berumur panjang. Dengan Rohmah, dia dikaruniai seorang anak bernama Fahrur Rozi yang kini berusia 8 tahun.

''Sebenarnya, saya pernah mengajak Rohmah rujuk. Tapi, dia menolak. Rupanya, dia tidak mau dimadu. Padahal, kawin empat itu sudah jadi cita-cita saya," ujarnya polos. Ngomong polos itu memang ciri lain Syamsuddin.

Soal beristri empat itu, kata Syam, memang sudah menjadi nazarnya sejak kecil. ''Bapak juga kawin empat. Dan, baik-baik saja,'' katanya.

''Karier'' perkawinannya yang ''mengalahkan'' sang ayah adalah menikahi empat gadis sekaligus. ''Saya sendiri dulu tak berpikir begitu. Pokoknya, kawin empat. Tidak harus sekaligus. Jadi, kawin bareng-bareng itu pikiran saya kemudian,'' lanjutnya.

Menurut pengakuannya, keinginan seperti itu baru muncul setelah menikahi Siti Rasma dan Martuha. ''Begitu usai ijab kabul, entah mengapa, saya kok ingin kawin dua lagi,'' tuturnya. ''Saat keinginan ini saya sampaikan kepada orang tua dan saudara, ternyata semua setuju. Ya sudah, langsung kawin," ungkapnya sambil tersenyum.

Syamsuddin menikahi Siti Rasma tanggal 27 Juli 2000 lalu. Dua belas hari kemudian, tanggal 7 Agustus 2000, dia menikahi Martuha. Baru setelah itu, dia menikahi Ani Risyanti dan Mahmudah, berturut-turut tanggal 12 dan 17 Agustus 2000. Perhelatan pernikahannya digelar empat hari berturut- dan gongnya Ahad lalu.

Yang menarik, saat resepsi pernikahan berlangsung, semua keluarga pengantin wanita hadir dan menyaksikan. Termasuk, keluarga Siti Rasma yang berasal dari Pangkal Pinang, Sumatera Selatan, maupun Ani Risyanti yang berasal dari Dinoyo, Malang. ''Saat saya melamar dulu, mereka memang sudah saya beri tahu bahwa anaknya akan saya madu," kata Syamsuddin sambil merangkul ketiga istrinya dengan manja.

Sampai saat ini, pernikahan Syamsuddin dengan keempat istrinya itu belum tercatat secara resmi di KUA Kecamatan Konang. Sebab, mereka hanya dinikahkan oleh seorang kiai. ''Tapi, secara lisan, kepala KUA kecamatan sudah kami beri tahu," kata KH Asmuni dan KH Moh. Tuki, paman Syamsuddin.

Walaupun masih muda dan belum punya pekerjaan tetap, Syamsuddin termasuk orang yang disungkani di Desa Genteng, Kecamatan Konang, Bangkalan.

Bahkan, oleh kepala desa, tokoh masyarakat, ulama setempat, kepolisian, dia diminta membantu menjaga keamanan desa. ''Makanya, saat resepsi pernikahan kemarin, yang berkumpul di sini sebagian besar kalangan bromocorah," ungkapnya.

Mengapa begitu disegani? ''Ya, saya ini teman bicara mereka. Kalau dengan istilah mendakwahi terlalu tinggi. Ya katakanlah yang menasihati,'' kata pria yang bertahun-tahun menghabiskan waktunya di pesantren ini.

Bagaimana mengatur rumah tangganya? ''Saya tak mengatur. Saya hanya bilang, harus rukun. Tak boleh ada iri-irian,'' katanya. ''Alhamdulillah, hingga sekarang, mereka rukun-rukun saja,'' lanjutnya.

Syam lalu memanggil mereka. Dalam sedetik, mereka sudah sampai di musala, tempat ngobrol. Seperti biasa, mereka mengumbar senyum agak malu-malu. Untuk menghilangkan rasa kikuknya, Siti Rasma, 16, mencubit Ani Risyanti, 16. Ani membalas. Karena agak ribut, Syamsuddin memberi kode mulut ''ssstt''. Keduanya duduk manis di sebelah kanan-kiri suami tercinta. Di sampingnya, duduk lagi Siti Mahmudah, 15. Dia hanya tersenyum-senyum saja melihat kedua seniornya saling mencubit. Istri satunya lagi, Siti Martuha, 15, masih berada di rumah orang tuanya, di Konang, Bangkalan.

Yang penting, untuk menjaga keharmonisan keluarganya, kata Syamsuddin, dirinya bisa berbuat adil dan bijaksana, terutama soal giliran tidur. Kuncinya, tidak boleh membeda-bedakan yang satu dengan yang lain. ''Bila istri saya sedang tidur bersama, biasanya saya selalu mengalah. Dan, saya memilih tidur di luar," ungkapnya. Tapi, jika Syamsuddin ingin tidur, biasanya dia memanggil salah seorang untuk masuk kamarnya. ''Yang lain, ganti tidur di kamar lain atau di rumah paman,'' ujarnya. Benarkah Syam sering memanggil dua istrinya sekaligus? ''Ya, kadang begitu,'' katanya.

Apa resepnya agar bisa fit? ''Pasti ada,'' sahut Syamsuddin cepat sekali. Empat kali seminggu, rutin, dia mengaku mengonsumsi lima butir telur ayam yang dicampur dengan degan (daging kelapa muda). Sebelum diminum, ramuan tersebut harus diembunkan selama semalam dan bisa dicampur dengan madu.

''Kalau kurang keras, ada resep yang satunya. Yaitu, pinang muda dicampur dengan lima butir telur ayam kampung. Tapi, sebelum dimakan, harus dikeringkan dulu selama semalam. Baru setelah itu, bisa dimakan dengan dicampur madu asli. Insya Allah, hasilnya ampuh. Anda boleh menceritakan ramuan Syamsuddin ini kepada teman-teman sampeyan," kata Syamsuddin sambil merangkul mesra ketiga istrinya.

Yang menarik, maskawin yang diberikan Syamsuddin kepada empat istrinya hanya berupa uang Rp 10 ribu. Hal ini dibenarkan oleh ketiga istrinya. Dengan perasaan polos dan jujur, Rasma, Ani, maupun Mahmudah mengaku hanya diberi maskawin uang Rp 10 ribu. Ada lagi selain itu? ''Tidak ada. Hanya itu," kata mereka bertiga sambil tertawa ngakak.

Bagaimana soal anak? Apakah ingin cepat punya momongan? Pertanyaan ini dijawab mereka dengan tertawa sambil saling mencubit. Rupanya, Rasma, Ani, maupun Mahmudah belum sampai berpikir jauh soal mempunyai anak. Mereka sepertinya masih senang bermain dan bersenda-gurau, seperti layaknya anak sekolah.

''Kalau masalah momongan, jangan dululah. Saya masih belum berpikir ke sana. Mungkin, empat atau lima tahun lagi bila sudah siap, baru punya anak," kata Ani yang dulu tinggal di Jalan MT Haryono V/25A Dinoyo, Malang, sambil melirik Rasma dan Mahmudah.

Ani mengakui, bila sedang tidur bersama di kamar, mereka saling bercerita pengalaman dan masa-masa sekolah dulu. Malah, kebiasaan seperti ini sering mereka lakukan bila sedang makan atau mandi. ''Kalau kakak tidak tidur di rumah, kami biasanya tidur bersama. Ya satu kasur berempat," tambah Ani yang dibenarkan Rasma dan Mahmudah.

Ketakjuban orang atas pernikahan Syamsuddin dengan empat gadis sekaligus ternyata juga ditangkap Markas Besar Museum Rekor Indonesia (Muri). Pencatat rekor milik Jaya Supranana di Jalan Perintis Kemerdekaan Semarang ini hari-hari ini kebanjiran telepon yang mengusulkan agar Syamsuddin dicatat Muri.

''Kami sampai kewalahan menerima telepon, faksimile, maupun surat yang datang dari Surabaya, Madura, dan wilayah Jatim lain. Semua mengusulkan agar perkawinan itu dicatat di Muri. Masyarakat setuju kalau rekor Syamsuddin yang berhasil menyunting empat gadis sekaligus itu masuk catatan Muri,'' ungkap Manajer Muri Paulus Pangka ketika ditemui Jawa Pos, kemarin.

Banyaknya usulan ini, kata Paulus, menyebabkan tim Muri -terdiri atas Jaya Suprana, Oka (penanggung jawab Muri), Paulus Pangka (manajer Muri)- dan Jawa Pos yang diundang secara khusus langsung mengadakan rapat. Rapat ini membicarakan usul masyarakat itu.

Dari hasil rapat tersebut, lanjut Paulus, ada kemungkinan Muri akan mencatat rekor Syamsuddin. Sebab, setelah dilakukan penelitian rekor-rekor yang masuk di Muri, selama ini belum ada rekor seperti yang dipecahkan Syamsuddin. ''Mungkin tidak hanya di Indonesia. Di dunia pun rasanya belum ada rekor seperti yang dilakukan putra Madura itu,'' katanya.

Meski demikian, lanjut Paulus, Muri tidak lansung mencatat rekor perkawinan ini. Pihaknya masih menampung informasi masyarakat tentang kemungkinan ada peristiwa perkawinan semacam yang dilakukan Syamsuddin itu, tapi belum sempat tercatat atau terpublikasikan.

''Tim Muri memberikan kesempatan kepada masyarakat luas yang mungkin akan mengklaim rekor yang akan tercatat di Muri nanti. Waktunya satu bulan. Kalau tidak ada klaim, rekor tersebut tetap akan diberikan kepada Syamsuddin dan empat istrinya itu,'' kata Paulus.

Menurut manajer Muri ini, catatan rekor Syamsuddin masuk dalam kriteria unik. Ini pertama terjadi di Indonesia, bahkan mungkin dunia. ''Itu landasan kami mencatat rekor Syamsuddin itu,'' katanya.

atas