TERLEPAS benar tidaknya jangkar Kapal Kota Indah penyebab putusnya kabel laut Jawa-Madura, tak urung gelapnya Madura dirasakan sebagai siksaan bagi para siswa setempat. Pasalnya, mulai Senin (22/2) pekan ini, secara serentak Ulangan Umum Bersama (UUB) diadakan. Padahal, pulau itu benar-benar petteng calemodan (gelap gulita. Red) di malam hari, sehingga sangat mengganggu proses belajar. Biasanya, menjelang ulangan para siswa memanfaatkan malam hari untuk belajar.
"Saya terpaksa belajar menggunakan lampu teplok," ujar Eric Pradikta, siswa kelas 1 SMPN II Pamekasan yang pada Cawu I lalu keluar sebagai bintang kelas. Matanya cepat lelah. Karena itulah dia mengurangi belajar malam hari, dialihkan ke sore harinya.
Berbeda dengan para siswa lainnya, yang rumahnya berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan. Mereka tak menyia-nyiakan penerangan yang ada di rumah sakit tersebut. Seperti yang dilakukan putra-putri keluarga Moh. Safik. Mereka setiap malam belajar di sana, ditunggu sang ayah.
"Setiap malam saya menemani ketiga anak saya. Ini pengalaman pertama, tapi mau bagaimana lagi? Yang penting, semua anak saya sukses dalam ulangan umum. Belajar di rumah pakai lilin, mereka mengeluh. Saya tak ingin prestasi mereka menurun," katanya.
Bagi Safik, pengorbanan juga menunggui ketiga anaknya belajar mulai sekitar pukul 19.00, dan baru berakhir pukul 21.00.
Memang, sejak hari Minggu lalu, suasana RSU Pamekasan berbeda dengan malam sebelumnya. Sementara anggota keluarga pasien duduk santai, sederet siswa-siswi serius membaca buku pelajaran. Setidaknya, setiap malam terdapat 60-an anak belajar di tempat tersebut. Mereka murid SD hingga SMU, kebanyakan dari sekitar rumah sakit.
Bagi rumah sakit sendiri, seperti yang dikatakan Zuhdi Amir, Kepala Tata Usaha (KTU), tak ada masalah dengan kehadiran anak-anak ini. Toh, para siswa itu kelihatan tertib.
Lalu, bagaimana siswa yang jauh dari rumah sakit --yang jumlahnya ribuan itu? Menurut informasi yang dihimpun, mereka terpaksa belajar menggunakan lampu teplok, lilin, atau petromak. Memang ada juga yang mengubah jadwal belajarnya ke sore hari. Malam justru digunakan untuk istirahat. Untuk mengulang apa yang sudah mereka pelajari, pagi-pagi sekali buka buku lagi.
Berbahaya
Selain anak-anak sekolah, yang ikut merasakan getah listrik padam ini adalah para santri di pondok pesantren. Seperti diketahui, di Pulau Garam cukup banyak pondok pesantren. Sejak gelapnya Madura, mereka yang mengaji malam hari terpaksa menggunakan lilin, lampu teplok, atau petromak.
Memang cukup menyusahkan, karena daya lihat menjadi berkurang. Dikhawatirkan, belajar menggunakan lampu-lampu tenaga api itu bisa mempengaruhi kesehatan mata. Coba simak apa yang dikatakan dr Diani Yogyantoro, spesialis mata di Rumah Sakit Dr Soetomo.
"Berbahaya, bila kita membaca dalam keadaan penerangan kurang, seperti menggunakan lilin," kata dr Diani. Jelas ada pengaruhnya, tambah Diani saat dihubungi di Surabaya, Jumat (26/2).
Dokter yang pernah melakukan penelitian dampak dari akibat membaca dengan penerangan yang kurang itu mengatakan, tugas utama lensa dalam bola mata, yakni akomodasi, khususnya untuk jarak dekat. Kalau membaca dalam keadaan agak gelap (termasuk membaca memakai lilin dan lampu teplok), maka mata akan cepat lelah akibat akomodasi tersebut.
Kalau rasa kelelahan tersebut terlalu lama, tambah Diani, lensa mata menjadi cembung. Akibat selanjutnya, mata akan menjadi minus. Kalau ini terjadi, penderita harus memakai kacamata minus.
Sejauhmana potensi hal itu bagi masyarakat Madura? Kalau pemadaman memakan waktu empat hingga lima bulan, katanya, keadaan ini harus diantisipasi mulai sekarang. Khususnya bagi anak usia pertumbuhan (hingga umur 20 tahun) yang sangat peka terhadap redupnya lampu penerangan bila sedang membaca.
Jalan keluarnya? "Sederhana saja. Jangan melakukan kegiatan membaca pada malam hari. Kalau cuma membaca jadwal pelajaran, tidak apa-apa. Tetapi kalau belajar di malam hari dengan menggunakan lampu teplok, lilin, maupun petromak, sebaiknya dihindari," katanya.
Mungkin yang terbaik harus mengubah jadwal belajar maupun membaca. Kalau sebelumnya belajar malam hari, sebaiknya selama terjadi pemadaman, belajar di sore hari dan dilanjutkan pagi harinya.
"Malam buat istirahat saja. Sebab, bila siswa-siswi, khususnya di usia pertumbuhan, memaksa belajar di malam hari dengan penerangan yang kurang terang, dipastikan di antara mereka pada akhirnya akan memakai kacamata minus. Kalau ini terjadi, ribuan anak sekolah pasti akan memakai kacamata. Terpenting lagi, ratusan juta biaya akan keluar dari kocek masyarakat Madura," katanya.
Keamanan Rawan
Seperti dikatakan Drs Suroso, Direktur LP3M (Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Madura), tidak hanya omzet bisnis yang menguap --yang diperkirakan mencapai Rp 1 miliar setiap hari--, sektor keamanan juga cukup rawan.
Pendapat konsultan Bapenas itu memang benar. Paling tidak, sejumlah anggota masyarakat di Madura sekarang ini jarang sekali ke luar rumah di malam hari. Mereka takut dirampok. Bahkan ada yang terpaksa "mengungsikan" hartanya ke rumah keluarga. Seperti yang dilakukan Hj Mistiyah, warga Desa Omben, Sampang.
"Saya di rumah hanya tinggal dengan seorang anak. Suami sudah lama meninggal. Sebelum listrik padam, sering terjadi pencurian. Apalagi sekarang. Karena itulah, TV yang saya miliki untuk sementara dipindahkan ke saudara, supaya aman," katanya lugu.
Pengamanan diri juga dilakukan Irwan Hariyanto. Pemilik Toserba Apollo di Pamekasan itu, biasanya menutup toko sekitar pukul 22.00. Tetapi sejak listrik padam, ia tutup tiga jam lebih awal.
Ada juga pengamanan cukup menarik yang dilakukan Ny Basid, pemilik Toserba di Jl. Trunojoyo, Sampang. Dia sangat ketat melayani pembeli di malam hari. Bila ada pembeli yang bermobil, sebelum orangnya turun, petugasnya segera memantau apa calon pembeli itu dikenal atau tidak. Kalau tidak dikenal, petugas segera menanyakan apa saja yang akan dibeli. Setelah itu, petugas bergegas mengambilkan barang-barang yang dipesan. Transaksi pun dilakukan tanpa pembeli turun dari Mobil.
"Saya jaga-jaga saja. Kalau pembeli bermobil tidak dikenal, saya takut jangan-jangan mereka penjarah. Kalau dikenal, ya saya suruh masuk," kata Ny Basid.
Yang agak keterlaluan, apa yang dikisahkan dr Mohammad Zyn, Direktur RSUD Sampang. Ini menyangkut pasien dari rumah sakit Sumenep yang menderita luka bacok. Kisahnya berawal dari seorang istri yang ditinggal suami menjaga diesel di malam hari. Dalam kegelapan malam di rumahnya, ternyata ada tangan usil menggerayangi. Tentu saja kaget, dan si istri menjerit. Jeritannya mengundang para tetangga lengkap dengan berbagai senjata tajam. Si usil itulah yang kemudian disabeti hingga dhedhel dhuwel. Untung tidak sampai meninggal.
Melihat kenyataan-kenyataan ini, keamanan yang memang rawan akan semakin rawan lagi di Madura. Hal ini yang juga menjadi pemikiran Muchammad Noor Amir, warga setempat. Menurut dia, dengan adanya pemadaman listrik ini, jelas sektor keamanan akan menjadi lebih berat, dan harus dipikul oleh aparat keamanan. Dalam keadaan gelap, berbagai tindak kejahatan di malam hari lebih mudah dilakukan. Karena itulah, dia berharap agar aparat memperketat keamanan selama terjadinya pemadaman listrik tersebut. (Erfandi Putra)