Hartono - Oom William Cari Dana Suramadu
Surabaya - Surabaya Post
Masalah Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) dibicarakan lagi oleh para tokoh asal Madura di Hotel Westin, Sabtu (13/11) pagi tadi. Hadir di antaranya mantan KSAD Jend (purn.) Hartono, Rektor UGM Prof Dr Ichlasul Amal, mantan gubernur Jatim M. Noer, pakar politik dari Universitas Indonesia Dr Amir Santoso, Dekan FE Unair Prof Dr Suroso Imam Zadjuli, KH Wahid Zaini, dan KH Tijani Jauhari.
Saat berbicara di forum, Hartono menyatakan, dirinya pernah bertemu dengan William Soerjadjaja (Oom William) dan berbicara tentang Jembatan Suramadu. Saat itu, Oom William mengakui, mencari dana jembatan Suramadu memang susah.
"Tapi dia bilang, tak tertutup kemungkinan bisa diusahakan dan Oom William berjanji membantu mencarikan. Apalagi, Oom William bilang ada kemungkinan Bank Summa bangkit lagi menyusul tampilnya Gus Dur sebagai presiden," kata Hartono.
Sebelumnya, juga di sepan forum, M. Noer juga minta masalah Jembatan Suramadu yang sudah lama terkatung-katung dibicarakan dalam Musyawarah Masyarakat Madura se-Indonesia, 27 November, juga di Hotel Westin. Sementara pertemuan pagi tadi membahas perumusan materi yang akan dibahas pada musyawarah mendatang.
"Jembatan ini perlu untuk mendorong perekonomian dan pariwisata Madura," katanya.
Noer menyatakan, sudah berbicara dengan Gubernur Imam Utomo dua kali. Dalam pembicaraan itu, dibahas bagaimana menyelesaikan proyek jembatan tanpa intervensi pemerintah pusat.
Selama ini, menurut Noer, pedoman pusat tentang pembangunan jembatan sangat menghambat. Misalnya, agar disediakan lahan 1.000 ha untuk kawasan industri dan investornya harus dari Jepang.
"Masalahnya, sulit sekali mencari lahan seribu hektare. Karena itu, dalam pembicaraan saya dengan Gubernur muncul keinginan agar pembangunan jembatan ini ditangani sendiri," katanya.
Masih Miskin
Noer juga menyodorkan alasan yang menjadi dasar mendesaknya pembangunan jembatan. Dari segi pendidikan, jumlah desa miskin di empat kabupaten (Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan Bangkalan) masih tinggi.
Di Pamekasan misalnya, 31.7% desa masih miskin. Di Sampang malah mencapai 60%, dan Sumenep 39%. Begitu pula persentase murid SD yang melanjutkan ke SMP. Di Pamekasan, hanya 47%, sedangkan di Sampang 20%, Sumenep 40%, dan Bangkalan 30%.
"Dibanding Trenggalek, Pacitan sekalipun, persentase itu masih lebih rendah," ujar Noer.
Pendapatan per kapita warga Madura juga masih tergolong rendah, jauh di bawah pendapatan nasional yang Rp 2,2 juta. Di Pamekasan, pendapatan per kapita hanya Rp 892 ribu, Sampang 290 ribu, Sumenep Rp 1 juta, dan Bangkalan Rp 984 ribu.
Noer juga menyodorkan data anggaran tahun 1999-2000. Anggaran keuangan Pamekasan Rp 72 miliar, sementara penghasilan asli daerah (PAD) hanya Rp 3,8 miliar. Anggaran Bangkalan Rp 53,5, sementara PAD hanya Rp 4,1 miliar. Begitu pula di Sampang, anggaran Rp 50,7 miliar sedangkan PAD cuma Rp 2 miliar. Terakhir, Sumenep anggarannya Rp 84 miliar, sementara PAD hanya Rp 2,7 miliar.
"Dengan data ini, jembatan sudah sangat diperlukan untuk mendorong perekonomian di Madura," kata Noer. (nnn)
|