back
Serambi KAMPUS https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long e-Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Webmaster

R. Iskandar Zulkarnain
Chief Executive Editor

Informasi

PadepokanVirtual

URL

http://w3.to/padepokan
http://welcome.to/madura
http://travel.to/kampus

Jawa Pos
Radar Madura, Sabtu, 04/11/2000

Jalan-jalan ke Pulau Sapi, Sumenep
Oleh HAMBALI RASIDI

Jumlah Sapi Melebihi Jumlah Penduduk

PULAU Sapi, sebutan populernya Pulau Sapudi, memang tersohor bagi bagi kalangan pecinta ternak sapi. Khusus pecinta atau maniak lomba karapan sapi, tidak segan untuk mencari bibit unggul bagi sapi yang punya kecepatan lari.

Belum diketahui secara pasti sejarah mula sebutan pulau sapi bagi Pulau Sapudi. Hanya saja sebutan itu ada kaitan dengan keanehan-keanehan yang ada di Sapudi. Seperti jumlah sapi melebihi jumlah penduduk. Ini diketahui dari data statitik penduduk dan statistik kehewanan tahun 1995 yang menyebut jumlah sapi 35 ribu ekor. Sedangkan jumlah penduduk hanya 30 ribu. Dengan begitu, tiap penduduk bisa berternak sapi.

Kenyataan tidak demikian. Luas pulau Sapudi sekitar 35 km2 yang terdiri dari 18 desa dibagi dua Kecamatan Gayam dan Kecamatan Nonggunong. Penghasil masyarakat Sapudi beragam. Karena kepulauan, tanahnya pegunungan hanya 0,2 persen saja yang ada sawah smeuanya berbentuk tegalan dan bebatuan.Bagi masyarakat pedalaman, mata pencahariannya bertani sambil beternak. Masyarakat pesisir menangkap ikan di laut dan berlayar ke Kalimantan merupakan mata pencaharian. Ada pula masyarakat yang merantau ke Jakarta, Bali dan Gresik.

Soal kepercayaan kekuatan majik gua sapi, masyarakat Sapudi belum seratus persen percaya. Bahkan, kalau ditanya keberadaan gua sapi, tidak banyak tahu. Masyarakat Sapudi umumnya mengerti dari cerita-cerita tidak percaya dan melakukan spritual sesuaikepercayaannya. Maklum sikap cuek soal keberadaan pulau sapi itu tertuju masyarakat pesisir yang tidak ada kaitan dengan pencaharian ternak sapi.

Berbeda dengan masyarakat yang percaya dengan kekuatan majik gua sapi itu. Anwari warga Desa Kalowang menceritakan tentang kekuatan gua sapi. Tiap Kamis malam atau malam Jumat manis gua itu selalu dipenuhi para pendatang untuk bertapa. Kata Anwari, para pendatang itu kebanyakan dari Jawa tepatnya daerah tapal kuda. Mereka membawa tongar (tali sapi, Red) atau alat sapi lain.

Diharap bisa membawa berkah dengan memperbanyak keturunanan sapi atau sapi kerapannya punya jalan yang cepat sehingga punya harga jual tinggi. Soal harapan banyak sapi ini bisa dipercaya dikaitkan dengan jumlah sapi yang begitu meluber dan tidak bisa habis meski selalu dijual ke luar Sapudi.

Naik Perahu Layar Sambil Nonton Ikan Terbang

Berjalan-jalan ke pulau Sapi tentu menyusahkan. Maklum, rute yang ditempuh naik perahu layar motor yang memakan waktu 2-4 jam di atas air laut. Namun, sekali saja datang melihat dan menikmati perjalanan di atas perahu pasti tergoda untuk datang berikutnya.

Perjalanan Radar Madura ke pulau Sapi pekan lalu sangat mengasyikkan. Hal ini didukung cuaca laut cukup cerah. Tidak ada ombak sedikit pun. Air laut bening seperti hamparan air sungai. Seolah kita duduk santai diteras rumah sambil cangkrok menikmati pemandangan habitat laut di aquarium.

Kita naik perahu layar motor. Cuaca laut masih bersahabat. Tidak ada ombak yang mengusik ketenangan perjalanan. Sehingga kesempatan menikmati fauna laut, di kanan kiri bisa terlihat pulau kecil yang dilewati menuju pulau Sapi.

Radar Madura bersama rombongan keluarga Moh. Anwar Saronggi pekan lalu melewati pelabuhan Dungkek. Memilih pelabuhan Dungkek lebih mengasyikkan bila cuaca tenang dan waktunya cukup pendek hanya dua jam. Dalam perjalanan bisa melihat pulau kecil dan air laut bening berwarna putih dasar laut. Sekali-sekali disuguhi tontonan gratis dengan terbngnya ikan-ikan laut di atas air sekitar perahu. Sungguh menjadi pemandangan sekali gus keasyikan tersendiri menuju pulau Sapi.

Selain pelabuhan Dungkek ada pelabuhan Kalianget. Bila naik perahu dari Kalianget memakan waktu 4 jam. Jadwal pemberangkatan di pelabuhan Dungkek ke Sapudi satu hari 3 kali. Yaitu, sekitar pukul 10.00 WIB, 15.00 WIB, dan 17.00 WIB. Pelabuhan Kalianget ke Sapudi tiap hari sekali minus Sabtu. Kendati disiapkan dermaga Dungkek, penumpang diwajibkan naik perahu kecil menuju perahu besar. Bayarannya Rp 500 perak per orang. "Ini sudah jadi tempat mengais rezeki mas," ujar perugas perahu.

Perjalanan Dungkek dua jam ke Sapudi karena posisi pelabuhan berada dibagian ujung timur daratan Sumenep. Dan tempat berlabuhnya di Sakorame atau Tarebung yang berlokasi di ujung barat daratan pulau Sapudi. Berbeda jarak pelabuhan Kalianget ke pelabuhan Gayam yang berarak 27 mil karena lokasi pelabuhan Gayam berada di bagian tenag arah timur pulau Sapudi.

Dari kedua pelabuhan tersebut, alat transportasi adalah perahu tardisonal. Pernah dilakukan uji coba perjalanan kapal feri/ASDP jurusan Kalianget Jangkar transit Gayam-Sapudi. Tapi tidak bertahan lama. Alasan cuaca laut tidak cocok dengan kekuatan dermaga Gayam serta alasan lainnya.

Sampai sekarang, alat transportasi menuju Sapudi dari dua pelabuhan itu adalah perahu tradisional berbobot 10 ton. Perahu ini dikelola secara tradisional oleh warga Sapudi. Anehnya, hingga kini pemerintah Sumenep tidak bisa mencari jalan keluar soal sulitnya warga Pulau Sapi dalam transportasi laut.

Ny Hartini, salah satu penumpang saat di perahu dengan Radar Madura, merasa kikuk naik perahu kecil dari pelabuhan menuju perahu yang mengangkut penumpang. Maklum dalam perjalanan hidupnya, baru kali pertama naik perahu di atas air laut. Apalagi akan berlayar selama 2 jam di atas aiar laut. "Susah yaa, pergi ke Sapudi (sebutan Pulau Sapi)," grutu Hartini.

Tapi, keresahan akibat alat transporatsi tradisional ini bisa hilnag bila menginjakkan kaki ke pulau Sapi. Terbukti, rombongan keluarga Moh Anwar sekelaurga tampak sumringah melihat suasana dan pemandan di pulau Sapi yang tampak seperti pulau tempat istirahat dari kebisingan hidup di kota.

Keindahan alam Sapudi tidak seperti pasir pantai Lombang dan Salopeng. Namun, keistimewaan pulau Sapi bisa dibandingkan dengan suasana ke kehidupan masyarakat Pulau Seribu yang tidak jauh dengan Betawi. Di Pulau Seribu tersebut, tiap akhir pekan selalu padat dikunjungi warga Jakarta sekitar untuk rekreasi laut. Pulau itu menjadi alternatif wisata laut kehidupan warga ibu kota.

Bisa jadi, ketertarikan berakhir pekan ke pulau Sapi seperti mereka menikmati liburan laut di Pulau Seribu. Di pulau Sapi itu, pendatang bisa mengunjungi sejumlah peninggalan sejarah zaman penjajah Belanda berupa lampu mercesuar di pelabuhan Tarebung. Bisa pula berzaiarah di makam asta dan pasarean (tempat istirahat, Red) di Asta Blingi - Nyamplong. Dalam legenda Kraton Sumenep makam itu kuburan ayah Jokotole yang populer sebagai pendekar clurit Madura.

Selain itu, pendatang baru di pulau Sapi bisa menikmati ikan bakar sesuai sleera dengan aneka ikan laut segar yang baru ditangkap oleh para nelayan. Maklum, tempat yang dituju Radar madura di bagian pesisir pantai. Sehingga mudah menikmati ikan bakar dari hasil tangkap nelayan.

Waktu berikutnya, Radar Madura berjalan ke lokasi gua sapi yang dikenal kramata dan diyakini punya kaitan dnegan jumlah sapi yang tidak pernah putus di Pulau Sapudi. Gua sapi berada di Dusun Minome Desa Pancor Kecamatan Gayam. Jalan setapak penu batu menuju gua. Dari luar tidak tampak seperti gua sapi yang kramat. Di gua itu banyak rumput liar dan pohon besar. Karena masyarakat sekitar kurang yakin akibatnya lokasi gua tidak sering dirawart. Akibatnya semrawut. (bersambung)

Jumlah Sapi di Sapudi Tidak Pernah Habis

Entah ini mitos atau kenyataan. Yang pasti setiap minggu tercatat sekitar 500 ekor sapi dijual ke luar Pulau Sapudi. Sementara, masa produksi ternak sapi membutuhkan 7 sampai 8 bulan sekali. Dari mana sapi-sapi itu muncul? Ini yang menjadi misteri.

SAPI-SAPI itu dijual ke pasar sapi tiap hari Rabu. Tidak hanya di Sapudi, sapi Sapudi juga dikirim ke Sumenep satu minggu sekali satu hari setelah pasar Rabu. Ke Situbondo pada hari Kamis dan Senin. Waktu lain, Sapi juga dikirim ke Kalimantan. Dalam waktu satu minggu itu jumlah sapi yang dipasarkan ke luar Sapudi diprediksikan hampir mencapai 500 ekor. Jumlahnya memenag tidak pasti? Sebab, sapi yang dikirim ke luar spaudi tersebut tidak dicatat oleh petugas kehewanan Sapudi.

"Hanya diprediksi jumlah sapi yang terkirim ke luar Sapudi dalam seminggu bisa mencapai 500 ekor sapi. Jumlah Sapi yang keluar bisa lebih. Karena, sapi yang dicuri tidak kalah banyaknya. Apalagi tidak tercatat secara resmi oleh petugas kehewanan," jelas Asy'ari, salah satu sesepuh yang paham tentang keberadaan sapi di Sapudi.

Hubungan gua sapi dengan jumlah sapi yang melebihi jumlah penduduk Sapudi masih kontroversial. Drs Risman pemuda Pancor punya analisis tentang jumlah aneh sapi tersebut. Risman tidak percaya keberadaan gua sapi bisa memperbanyak sapi. Dia menyebut rahasia peternak sapi Sapudi yang menjual ternak sapinya ke pasaran. "Sapi yang dijual ke pasaran tergolong sapi yang tidak produktif. Atau sapi kerapan yang memang tidak bisa berproduksi," ujar Risman.

Barangkali jumlah sapi yang melebihi jumlah penduduk Sapudi berkait dengan tradisi beternak atau memelihara sapi yang bisa menaikkan status sosial. Pada mulanya dalam kehidupan sehari-hari, mereka memelihara sapi sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dituangkan sebagai imbal kebutuhan rumah tangga. Karena alasan yang cukup konkrit itulah, mereka selalu berusaha agar sapi yang dipeliharanya dapat menghasilkan keturunan.

Bila kita tengok pasar sapi di Madura, maka tak akan pernah sepi oleh pengunjung yang melakukan transaksi jual-beli sapi Sapudi. Penjualan sapi ke luar pulau, rata-rata berlangsung pada musim angin timur bersamaan dengan musim kemarau. Sebab pada musim ini arah angin sangat cocok untuk pelayaran perdagangan dari Madura ke daerah-daerah di Kalimantan dan daerah lainnya. Sedangkan pada musim barat, transaksi penjualan sapi dapat melayani untuk daerah Jawa Timur.

Keaslian ras sapi sapudi sampai saat ini masih tetap terjaga. Kondisi tubuhnya masih tetap baik, walaupun bahan makanannya tak menentu sesuai dengan kondisi tanah di Sapudi yang kering dan kurang subur.

Dalam dunia peternakan sapi Sapudi memiliki bentuk umum kering dan tidak mencirikan keseimbangan antara pertumbuhan badan, muka, dan bagian belakang. Kebanyakan berwarna coklat muda kemerahan .Sifatnya tenang, sabar tetapi cukup agresif.

Bila dihubungkan dengan leluhur masyarakat, Sapudi berasal dari kata Adipoday, salah seorang keturunan panembahan Blingi yang pernah berkuasa antara tahun 1386-1399 dengan gelar panembahan Wirokromo. Adipoday banyak mengajarkan bertani serta cara yang baik dalam memelihara sapi secara teratur. Semula petani Madura hanya menggunakan sapi jantan sebagai pejantan (penyedia bibit keturunan).

Tapi fungsi ini kemudian menjadi berkah bila dijadikan sapi karapan. Kini untuk mengenang jasa Adipoday setiap musim perdagangan sapi para pemilik sapi pun tak lupa untuk menyelenggarakan karapan sapi dan berziarah ke makam Adipoday di Desa Nyamplong Sapudi.

Kemenangan sapi dalam karapan merupakan kebanggaan yang besar bagi pemiliknya hingga tak jarang dijumpai adanya kandang sapi yang sangat besar menyerupai rumah. Di samping pada setiap karapan mendapatkan hadiah yang cukup menggiurkan (tropi presiden, sepeda motor, tv, dan semacamnya), harga sapi yang larinya cepat bisa mencapai jutaan rupiah. Sehingga jelas terlihat, sapi karapan asal Sapudi secara ekonomis menjadi tambahan penghasilan dan gengsi atau status sosial bagi pemiliknya.*

atas