Kelangkaan Minyak Tanah di Madura
Perlukah Sanksi bagi Agen dan Pangkalan Nakal
KELANGKAAN minyak tanah di Madura - sejak empat bulan lalu - hingga kini masih berlangsung. Konsumen selalu kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) yang masih mendapat subsidi dari pemerintah, baik di kios-kios, toko, atau tempat eceran lain.
Kalaupun ada, harganya di atas harga normal yaitu Rp 750/liter. Di kepulauan Sumenep sempat mencapai Rp 2.000/liter. Konsumen pun protes. "Rata-rata minyak tanah di Bangkalan Rp 500/liter," kata seorang pengecer.
Minyak tanah yang dikirim dengan mobil tangki langsung 'diserbu' warga sehingga cepat habis. Yang ketinggalan mau saja membeli walau harganya Rp 750/liter.
Pada kondisi seperti itu, Pertamina melalui Hiswana Migas (Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas) Madura, melakukan operasi pasar. Menjual minyak tanah dengan harga eceran tertinggi (HET) - rata-rata di Madura - Rp 350/liter. Namun upaya ini ibarat gerimis di musim kemarau, tidak kelihatan manfaatnya. Operasi pasar sifatnya sporadis, tidak merata. Itu pun tidak dilakukan terhadap semua agen minyak tanah di Madura yang berjumlah 14 agen.
Penempatan minyak hanya di dua/tiga pangkalan (sub-agen) di tiap kabupaten. Selama operasi pasar, setiap pangkalan mendapatkan jatah maksimal 5.000 liter/hari. Padahal jumlah pangkalan puluhan di setiap kabupaten.
Keuntungan Pribadi
Dalam kondisi seperti itu ada saja oknum yang mencari keuntungan pribadi. Misalnya - kejadian bulan ini - di Pasar Camplong, Kecamatan Sampang, satu pangkalan minyak tanah kepergok warga menjual ke daerah Pamekasan.
Semula warga mengira Pertamina Depo Camplong, Sampang (pesuplai BBM se-Madura) yang berjarak 1 km dari pasar, ada main. Mereka tidak habis pikir, di dekatnya ada tempat pendistribusian BBM se-Madura, masih kesulitan mendapatkan minyak tanah, aneh. Warga yang pusing nyaris hilang kendali, mau membakarnya.
Untung tokoh masyarakat mencegahnya. Mereka menanyakan ke Depo Camplong soal suplai minyak tanah, tidak ada pengurangan. Usut punya usut, pangkalan di dalam pasar berulah dengan menjual ke luar daerah, sehingga minyak tanah sulit di dapat masyarakat setempat. Mereka segera melapor ke Polsek Camplong dan ke DPRD Sampang.
Sebelumnya agen minyak tanah asal Bangkalan di bawah naungan Hiswana Migas Madura, menjual BBM bersubsidi ke sebuah industri di Pamekasan. Aturannya minyak tanah yang bersubsidi dilarang dijual ke suatu industri. Seperti pangkalan oknum agen ini memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan pribadi.
Sulitnya minyak tanah membuat pemda dan dewan bingung mencari pemecahannya. Pemda Sumenep dan Sampang meminta kebijakan pertamina melalui Gubernur Jatim agar menambah jatah dari kiriman biasanya setiap hari.
DPRD di empat kabupaten Madura telah memanggil agen (Hiswana Migas), pangkalan, termasuk Pertamina, berkumpul di satu tempat membicarakan bicarakan persoalan, kendala, dan jalan ke luarnya. Ini dilakukan DPRD dan Pemda Sampang akhir pekan lalu. Pertamina Depo Camplong, Agen (Hiswana Migas Madura), pangkalan, wakil kosumen, termasuk aparat Muspika, bertemu di pendapa kabupaten.
Dari pertemuan ini semua yang bertanggung jawab terhadap pendistribusian minyak tanah sampai ke masyarakat, baik Pertamina, agen dan pangkalan, patut disayangkan karena saling menyalahkan. Pertamina dan agen termasuk di antara anggota komisi B DPRD Sampang sepakat menuding pangkalan yang menjadi biang kelangkaan minyak tanah.
Membantah
Tudingan pada pangkalan memang ada faktanya, contohnya kasus penjualan minyak tanah di pangkalan pasar Camplong, Sampang. "Pangkalan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat sekitarnya, bukan untuk daerah lain. Bila dijual ke daerah lain, otomatis di wilayahnya akan kesulitan minyak tanah," kata Kepala Depo Camplong, Sampang, Koentjoro.
Pangkalan di luar pasar Camplong, Sampang, membela diri dengan tudingan sebagai biang kelangkaan minyak tanah. Alasannya pengiriman dari agen sering terlambat. Biasanya seminggu sekali pengiriman baru datang sebulan sekali.
"Agen kirim minyak terlambat, begitu datang langsung diserbu pembeli. Dalam waktu sekejab, minyak habis dibeli konsumen. Tolong Pertamina dan agen, supaya minyak tetap ada, setiap hari pangkalan dikirimi minyak tanah," kata seorang pangkalan dari Kecamatan Kedungdung, Jrengik, dan lainnya.
Wakil Hiswana Migas Madura, Vincent mengatakan, agen tidak mungkin mengirim minyak tanah ke pangkalan di luar jadwal yang telah ditentukan dari Pertamina. "Kalau ada agen yang mengirim tidak seperti biasanya supaya dilaporkan ke kami," ujarnya sambil memberi alamat dan nomor telepon Sekretariat Hiswana Migas Madura.
Pertemuan itu menyimpulkan harga pangkalan diharuskan memasang tabel HET (rata-rata Rp 350/liter). Sebab setiap pangkalan telah mendapatkan keuntungan dari Pertamina Rp 20/liter. Walau kenyataannya sebagian besar pangkalan tetap mematok harga minimal Rp 400/liter dijual pada pengecer. Sedang agen mendapatkan keuntungan Rp 15/liter ditambah ongkos angkut Rp 20/liter.
Aparat Muspika diminta mengawasi pendistribusian minyak tanah di wilayahnya. Pertamina melalui Pemerintah Kabupaten mengirimkan jadwal pengiriman di masing-masing kecamatan. Bila ditemukan kejanggalan, baik dilakukan agen, pangkalan, supaya dilaporkan ke Pertamina.
Pertamina telah memberi sanksi bagi pangkalan yang nakal seperti kasus di pasar Camplong, Sampang. Pertamina telah mencabut sementara pendistribusian minyak tanah untuk pangkalan yang bermasalah itu. Yakni jatahnya dialihkan ke pangkalan lainnya di wilayah Camplong. "Maksudnya untuk memberi pelajaran bagi pangkalan nakal itu. Bila mereka menyatakan permintaan maafnya dan tidak mengulanginya lagi, haknya akan dikembalikan lagi," kata Kepala Depo Camplong, Koentjoro.
Begitu pula yang dilakukan pada agen yang nakal dalam kasus penjualan ke satu industri di Pamekasan. "Sanksinya berupa pengurangan jatah sebanyak 25%. Bila mengulangi kesalahan lagi jatahnya dikurangi lagi, dan seterusnya hingga dicabut izinnya," tegasnya.
Seharusnya Pertamina Depo Camplong lebih tegas lagi memberikan sanksi pada agen dan pangkalan yang nakal itu. Dengan mencabut izinnya digantikan pada lainnya yang kinerjanya baik. Masalahnya mereka masih berbuat untuk kepentingan pribadi pada saat masyarakat sedang kelimpungan merasakan sulitnya mendapatkan minyak tanah.
Bisa jadi ini preseden buruk bagi lainnya, akan melakukan hal serupa untuk keuntungan sesaat dengan mengorbankan kepentingan masyarakat. Di antara mereka akan berpikir coba-coba, siapa tahu tidak ketahuan seperti dua kasus itu. Kalau tertangkap basah, sanksinya cukup ringan. (kasiono)
|