back | |
Serambi MADURA |
https://zkarnain.tripod.com/ Internet Based Virtual Life-long Learning Environment for Maintaining Professional Vitality |
Radar Madura Selasa, 28 Maret 2000 |
Jawa Pos |
Perhutani Tawarkan Program Perhutanan Sosial
Soal Tuntutan Warga Karang Anyar Kelola Hutan Negara SAMPANG - Tuntutan warga Desa Karang Anyar Kecamatan Tambelangan Sampang untuk mengelola hutan negara mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pasalnya, pihak Perhutani wilayah Pamekasan telah mengajukan penawaran kepada masyarakat untuk mengelola hutan tersebut melalui program perhutanan sosial. Hal ini terungkap dalam acara dengar pendapat antara Komisi DPRD Sampang dengan Perhutani, Pemda Sampang dan wakil warga Desa Karang Anyar kemarin. Menurut Administratur Perhutani Wilayah Pamekasan Heru Luthfy N, dengan adanya program perhutanan sosial, maka masyarakat dapat terlibat aktif dalam pengelolaan hutan. Bahkan, kata dia, bila masyarakat menerima tawaran tersebut, perhutani juga akan memberikan bantuan bibit dan pupuk. "Program seperti ini mungkin baru pertama kali akan diterapkan di Madura. Hal ini untuk merespon keinginan besar masyarakat Karang Anyar untuk mengelola hutan negara. Jadi, pihak perhutani maupun warga akan sama-sama mendapat keuntungan," ungkapnya. Program seperti ini, kata Heru, pernah diterapkan di Kabupaten Ponorogo, Menurutnya, kondisi tanah Madura dengan Ponorogo relatif hampir sama. Keuntungan melalui program perhutanan sosial, satu sisi Pemda setempat akan diuntungkan, disisi lain masyarakat akan mempunyai keleluasaan mengelola hutan dengan jangka waktu sesuai dengan umur tanaman pohon jati. Misalnya, jika yang ditanam adalah kayu jati dengan umur tanamannya rata-rata selama 40 tahun, maka masyarakat dapat mengelola tanah akan lebih lama lagi. Sedangkan, pemda pun mendapat pemasukan untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), karena kayu jati nilai ekonominya tinggi. Heru menambahkan, pola tanam kayu jati tersebut menggunakan pola 6 x 2. "Ini berarti, jarak antara satu pohon dengan pohon lain menggunakan jarak 2 meter dan 6 meter. Lebar 2 meter, sedangkan panjangnya 6 meter. Nah, disela-sela jarak antar pohon itulah masyarakat bisa mempengunakannya untuk bertani. Terserah mau ditanami apa tergantung keinginan petani. Tapi, dengan catatan, sekali lagi bukan berupa hak kepemilikan. Sebab, wilayah hutan di Sampang hanya sekitar satu persen saja. Jadi, tidak bisa diutak-atik lagi," tandas Heru yang pernah bertugas di Timor-Timur ini.Sementara itu, wakil Warga Karang Anyar Moh. Asy'ari pesimis model perhutanan sosial tersebut bisa berjalan dengan baik. Asy'ari khawatir tanaman yang ditanam disela-sela pohon jati tersebut akan tumbuh dengan baik. "Rasanya tidak mungkin tanaman yang kami tanaman akan hidup. Wong tanaman yang ditanaman dipinggir hutan saja kadang mati. Apalagi, tanaman kami ada disela-sela pohon jati. Tentu kami rugi capek-capek garap, hasilnya tidak ada," kata Asy'ari yang memakai bahasa Madura dalam percakapannya. Disamping itu, dia mengungkapkan, saat ini juga terjadi sengketa tanah. "Ada beberapa warga yang mengaku batas-batas tanahnya dengan tanah hutan negara berubah patokannya. Untuk itu ujarnya, kami mengharap Perhutani juga menyelesaikan masalah ini, agar dikemudian hari tidak ada lagi persengketaan. Kami mohon, pengertian pihak perhutani , " kata Asy'ari yang didampingi sembilan orang wakil warga.Sedangkan, sekretaris Komisi B DPRD Ir Puji Raharjo mengatakan, soal hidup atau tidaknya tanaman yang akan ditanam petani tidak dipengaruhi oleh pohon jati di hutan negara tersebut. Dia berpendapat, banyak contoh hutan seperti di Kecamatan Sepuluh Bangkalan, hutan yang ditanami Pohon Sengon dapat juga ditumpang sari dengan tanaman rakyat. "Hasilnya, ternyata juga cukup bagus. Saya kira, petani harus membuktikannya kekhawatirannya terlebih dahulu dilapangan," kata Puji yang alumnus IPB Bogor ini. Ketua Komisi B DPRD Sampang Sudarmadji mengatakan, pada tanggal 11 April mendatang Komisi B DPRD, tim pengukur dari Perhutani dan dari dari Pemda Sampang akan turun ke lapangan untuk melihat dari dekat kondisi hutan negara. "Laporan dari masyarakat Insya Allah akan kami tindak lanjuti. Dengan begitu, akan diketahui apakah memang terjadi persengkataaan ataukah tidak. Selain itu, apakah memang masyarakat benar-benar membutuhkan lahan hutan negara untuk dijadikan tempat bercocok tanam. Semua itu akan kami lakukan dengan prinsip musyawarah mufakat," katanya. (sor) |