Jika Feri Mogok, Pelabuhan Kacau
Ir Tri Achmad: Sudah Waktunya Pemerintah Respon Kenaikan Tarif
Surabaya - Surabaya Post
Ribuan calon penumpang penyeberangan di seluruh Indonesia akan telantar bila ancaman pengusaha feri yang tergabung dalam Gapasdap untuk tidak mengoperasionalkan kapalnya selama dua jam jadi direalisasikan.
Selain itu akan terjadi antrean panjang kendaraan bermotor. Di Surabaya, tempat dermaga penyeberangan feri Ujung-Kamal, antrean bisa sangat panjang, dari Kalimas Baru sampai perbatasan Jl. Perak Barat-Rajawali. Antrean itu akan mengganggu arus lalu lintas pelabuhan Tanjung Perak.
"Proyeksi ini sudah kami laporkan ke atasan kami di Jakarta," kata seorang petugas dari Ditjen Perhubungan Darat yang ditemui di Dermaga Ujung Surabaya, Senin (15/5).
Menurut dia, ancaman pengusaha feri itu sudah didengar Menteri Perhubungan, Agung Gumelar, bahkan sudah dibahas tim khusus di Ditjen Perhubungan Darat.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menuntut kenaikan tarif feri antara 50-100%. Setelah dibahas secara internal, eksekutif mengusulkan kenaikan minimal 51%, dan usulan itu sudah disampaikan ke DPR RI.
Namun sampai hari ini keputusannya belum ada. "Kami masih menunggu keputusan DPR. Semoga bulan ini juga keputusan itu sudah ada," katanya.
Bagaimana jika DPR menolak usulan tersebut?
Sumber yang tidak bersedia disebut namanya itu mengatakan, arus penyeberangan akan terganggu, dan itu secara tidak langsung akan mengganggu roda perekonomian.
"Kalau ancaman itu terwujud, yang repot kami dan aparat terkait. Karena itu DPR RI harus mengambil keputusan yang tepat. DPR RI kan juga wakil pengusaha, selain pengguna jasa," tandasnya.
Semua Rugi
Pakar transportasi dan peneliti bisnis kelautan dari ITS, Ir Tri Achmadi, menegaskan sudah waktunya eksekutif dan DPR merespon usulan kenaikan tarif DPP Gapasdap.
Jika ancaman pengusaha feri betul-betul dilakukan, banyak pihak akan rugi.
Di penyeberangan Ujung-Kamal, mogok 2 jam, berarti ke enam unit kapal yang beroperasi saat ini tak akan melayani penumpang dalam 2 trip. Akibatnya akan terjadi penumpukan 13 ribu sampai 14 ribu orang, dan 3.700 kendaraan bermotor. Pengusaha feri sendiri akan kehilangan pendapatan sekitar Rp 50 juta.
Perhitungan ini dilakukan dengan patokan tarif yang berlaku sekarang, yaitu Rp 700 (orang) sampai Rp 19.000 (kendaraan besar).
"Kalau pemerintah meluluskan usulan kenaikan tarif, semua itu bisa dicegah," katanya.
Ir Bambang Harjo Sukartono Direktur Armada dan Operasi PT Dharma Lautan Utama mengatakan, tarif feri di Indonesia, tiga tahun terakhir ini, tercatat sebagai yang paling murah di dunia. Tarif di Indonesia 1/10 dari tarif feri di Jepang dan Malaysia. Padahal fasilitas yang disediakan tidak lebih jelek dari feri di Jepang.
"Feri di sana tak ada TV, karaoke, atau kantin. Padahal menyediakan fasilitas itu butuh biaya banyak. Kalau tarif tidak naik kami yang pusing," katanya. (bas)
|