back | |
Serambi MADURA |
https://zkarnain.tripod.com/ Internet Based Life-long e-Learning Environment for Maintaining Professional Vitality |
Radar Madura Sabtu, 25/11/2000 |
Jawa Pos |
PT Garam Klarifikasi Tuntutan Warga
Gerakan Rakyat untuk Pembebasan Tanah Sengaja Tidak Diundang? SAMPANG - Nampaknya, keinginan warga Desa Apa'an, Ragung, dan Pangarengan, Kecamatan Torjun, untuk mendapatkan kembali tanah pegaraman yang diyakini milik leluhur mereka semakin sulit. Pasalnya, untuk mendapatkan kembali tanah yang saat ini dikelola oleh PT Garam (persero) itu, mereka harus mengantongi ijin dari Presiden RI cq Menteri Keuangan. Hal ini terungkap dalam acara klarifikasi terhadap tuntutan warga yang diadakan PT Garam, Jum'at (24/11) kemarin. Acara yang dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 10.30 ini, dihadiri oleh Asisten I Sekwilkab Drs J Sangidoe, Kepala BPN Ir Siswo Prayitno, Camat Torjun Abd. Latif, serta beberapa Kades dan tokoh masyarakat setempat. Dari anggota dewan, tampak Drs KH Hasan Abrori MA, Ir Puji Raharjo, Faidhol Mubarok SAg, dan Nuruddin JC. Sedangkan dari PT Garam, hadir kuasa hukum Sutrisno Subagyo SH, Ir Tohir Mustajab, Suprayitno SH, dan Kepala Pegaraman III Sampang Sucipto. Sayangnya, acara yang dihadiri oleh pejabat Pemkab dan anggota dewan ini tidak mengundang wakil dari Gerakan Rakyat untuk Pembebasan Tanah yang beberapa waktu lalu ngluruk PT Garam dan kantor dewan. Sehingga, acara ini terkesan sepihak."Karena tanah pegaraman ini milik negara, maka bila dialihkan sebagian maupun seluruhnya harus minta persetujuan dari Presiden cq Menteri Keuangan. Sebab, aset negara itu diatas-namakan Menteri Perindustrian," jelas Kepala BPN Sampang Ir Siswo Prayitno. Menurut dia, sertifikat kepemilikan tanah itu dikeluarkan tahun 1988 dan 1989. Karena luas tanah pegaraman itu di atas 10 hektare, maka yang lakukan pengukuran sertivikat saat itu adalah Kanwil Agraria Jatim (BPN dulu, Red). "Jadi, secara yuridis dan fisik tanah pegaraman itu sudah lama dikelola oleh PT Garam," jelasnya.Hal yang sama disampaikan Humas PT Garam, Suprayitno SH. Menurut dia, mulai tahun 1921 tanah itu dikuasai oleh Jawatan Regie Garam. Tapi, sejak tahun 1937 dilakukan pelepasan hak dengan cara ganti rugi. Setelah jaman kemerdekaan, yaitu tanggal 31-10-1945 tanah itu dikuasai pemerintah Indonesia. Sejak tahun 1949, Jawatan Regie Garam berubah menjadi Perusahaan Garam dan Soda Negara (PGSN). Tahun 1961, PGSN berubah menjadi PN Garam. "Baru kemudian tahun 1981 PN Garam berubah menjadi Perum Garam, dan tahun 1991 berubah lagi menjadi PT Garam sampai sekarang," jelasnya.Koordinator GRPT H Hisyam saat dikonfirmasi Radar Madura mengatakan, pihaknya memang tidak di undang dalam pertemuan tersebut. Namun demikian, GRPT tetap akan hadir dalam pertemuan dengan anggota dewan pada hari Senin (27/11) besok. Dalam pertemuan nanti, pihaknya sudah menyiapkan data-data yang memperkuat tuntutan warga. "Kami juga mempunyai saksi hidup," katanya. Menurut dia, tanah-tanah tersebut dibebaskan oleh penjajah hindia belanda dengan cara pemaksaan yang disertai intimidasi dan penipuan pada masyarakat yang saat itu tidak mengerti hukum. "Hak kepemilikan itu bisa dilihat di data leter B, surat pembayaran pajak (anslaag), peta tanah buatan belanda, dan akte pembebasan tanah tahun 1936-1937," ungkapnya.Sementara itu, salah seorang anggota dewan Faidhol Mubarok mengatakan, setelah mendengarkan keterangan dari pihak PT Garam, dijadualkan Senin besok dewan akan menerima pihak GRPT. Setelah itu, baru pihaknya akan mengundang mereka untuk memusyawarahkan masalah ini. "Yang jelas, kami tetap akan menyelesaikan masalah ini sesuai dengan prosedur hukum. Kami tidak ingin, penyelesaian kasus ini merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, dewan akan mempelajari data-data yang sudah ada," kata Faidhol. (fiq)
|