KOMPAS
Nusantara - Jumat, 08 September 00
Sampang dan Tradisi Perlawanan
ACAP kali mendengar daerah Sampang (Madura), orang luar mengasosiasikan dengan sosok masyarakat yang sifatnya kaku dan keras. Masyarakat yang hidup di daerah tandus, berbukit-bukit, dan dalam deraan kemiskinan. Masyarakat yang memiliki tradisi heroik melakukan perlawanan terhadap kezaliman penguasa.
Seperti yang terjadi pada tahun 1993. Ketika masyarakat petani miskin bertelanjang kaki, bermata nanar, tanpa rasa gentar menyongsong terjangan peluru aparat militer, untuk mempertahankan martabat dan hak-hak mereka atas tanah yang akan dijadikan waduk. Akibatnya, beberapa orang tewas atau cacat seumur hidup. Peristiwa itu kemudian menyejarah dengan sebutan Tragedi Nipah.
Tidak berlebihan kalau Nipah merupakan ilham bagi perlawanan agraria terhadap kerakusan kekuasaan dan modal atas tanah. Terkesima dengan semangat perlawanan petani Nipah itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengabadikannya sebagai nama penghargaan untuk pejuang keadilan dan hak atas tanah, Nipah Award.
Bukan itu saja. Pada tahun 1997 masyarakat bergolak menentang hasil pemilihan umum karena dinilai tidak jujur dan tidak adil, penuh kecurangan dan rekayasa untuk memenangkan partainya penguasa, Golkar. Amuk massa itu mengakibatkan kota itu luluh lantak. Akhirnya, pencoblosan diulang di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). Pencoblosan ulang ini merupakan peristiwa pertama kali terjadi di Indonesia.
Peristiwa ini dicatat sebagai cikal bakal penting perjuangan demokrasi di Indonesia. Sampang yang memberikan ilham masyarakat lain bahwa kalau mau membangun demokrasi, jangan cuma bicara teori tetapi harus melalui action melawan rezim otoritarian.
"Sudah telanjur terbentuk image di kalangan masyarakat Sampang bahwa pemerintah itu penindas rakyat. Ini akibat pola represif rezim Orde Baru. Walau sekarang yang menjadi presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tetap saja dianggap Orde Baru," kata Farid Alfauzi, anggota DPRD Jatim asal Madura yang mewakili Partai Kebangkitan Umat (PKU).
Untuk itulah, ketika ada gelagat pemerintah pusat hendak menganulir Fadhilah Budiono yang terpilih menjadi Bupati Sampang periode 2000-2005 lantaran diprotes PKB, kata Farid, masyarakat melawan. Seperti yang terjadi, Senin (4/9), ribuan massa melumpuhkan kota untuk menuntut Fadhilah disahkan dan dilantik. Malam harinya Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja menerbitkan surat keputusan yang mengesahkan Fadhilah.
"Mereka mendukung Fadhilah karena dia itu dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hubungan masyarakat dengan PPP itu terbentuk melalui proses sejarah kuat. Ketika terjadi tragedi Nipah, PPP yang gigih membela mereka. Maka ulama PPP, KH Alawy Muhammad yang sangat vokal melakukan pembelaan, menjadi sangat berpengaruh di masyarakat," kata Farid, alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
***
PERLAWANAN merupakan ornamen kultural Sampang. Ketika rezim Orde Baru melakukan penggarapan partai-partai politik untuk memenangkan Golkar, Sampang menjadi basis pelawanan Partai Nahdlatul Ulama (NU) pada Pemilu 1971. Perlawanan yang gigih ini membuahkan perolehan NU di Sampang merupakan yang tertinggi di Jatim.
Pada Pemilu 1982, Sampang tetap menjadi pusat perlawanan. Hasilnya, PPP mendapat 23 kursi, Golkar sembilan. Pada Pemilu 1987, Golkar mengubah taktis tidak melakukan pertempuran frontal tetapi dengan cara memecah belah ulama. PPP turun menjadi 20, sedang Golkar 16, dan PDI kosong. Tinggallah Sampang satu-satunya daerah yang belum berhasil di-Golkar-kan.
Untuk itulah, pada Pemilu 1992 pemerintah-militer dan Golkar-berpadu merealisasi program "Golkarkan Sampang". Sementara PPP melawan dengan jargon "Pertahankan Sampang hidup atau mati". Dipimpin Bupati Sampang Letkol (Kav) Bagus Hinayana, mantan Kepala Penerangan Kodam V/Brawijaya, Golkar untuk pertama kali menang telak dengan 23 kursi, PPP tinggal tersisa 14.
Pada Pemilu 1997, giliran PPP yang mengobarkan semangat "Rebut kembali Sampang". Sebaliknya Golkar berteriak "Pertahankan Sampang". Diwarnai pencoblosan ulang dan amuk massa, Golkar akhirnya unggul 21 dan PPP 16. Saat itu yang menjadi Bupati adalah Fadhilah. Jadi dulu Fadhilah itu musuh utama PPP, tetapi sekarang berkawan untuk menghadang PKB.
Sampai rezim Orde Baru runtuh, Sampang merupakan daerah yang sulit "ditaklukkan". Lihat saja proyek Waduk Nipah yang gagal. Kenapa masyarakat mampu melawan begitu alot dengan stamina tinggi, termasuk terhadap proses politik birokratisasi Orde Baru di mana negara hendak menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat? Bisa jadi karena mereka mewarisi tradisi perlawanan yang terbentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang. (Anwar Hudijono)
Berita daerah lainnya
atas
|