Merasa kecewa karena ditolak bertemu Ketua DPRD Sumenep, para pengunjuk rasa, Senin (21/9) siang, mengamuk ketika keluar dari halaman Kantor DPRD. Asisten III Sekwilda Sumenep, Drs Budiarno, diturunkan dari mobil dinasnya ketika sedang berhenti di perempatan Jl. Trunojoyo. Mobil dinasnya digulingkan dan dirusak.
Pejabat yang dikenal tak suka neka-neka itu dengan muka pucat lari meninggalkan mobil dinasnya. "Para pengunjuk rasa mengira saya camat. Sumpah saya ngeri melihat keberingasan massa yang membawa celurit, pedang, dan pentungan," kata Budiarno, yang tak bisa berbicara saat melihat aksi massa itu.
Setelah puas melakukan perusakan, pengunjuk rasa yang sebagian besar bersarung itu berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan celurit dan pedang, berjalan menuju rumah dinas Bupati Sumenep, Soekarno Marsaid di Jl. Panglima Sudirman. Di depan rumah dinas bupati, para pengunjuk rasa bergantian membacakan orasi tuntutannya.
Di sela-sela pembacaan orasi, para pengunjuk rasa kembali berulah. Enam mobil yang diparkir di depan Kantor DPD Golkar Sumenep semua bannya diiris. Ban-ban mobil yang dirusak itu di antaranya milik kepala urusan pegawai, camat, dan kepala desa. Para pengunjuk rasa terlihat kecewa berat karena saat pembacaan orasi, bupati tak menemui.
Meski terdiri atas tiga kelompok, (KRAN, AKBAR, dan GERAM), jumlah peserta pengunjuk rasa terlihat tidak terlalu banyak. Kelompok KRAN yang belakangan ini menjadi wadah penampungan suara masyarakat, Senin siang itu mengantarkan sekitar 35 orang asal Kec. Kepulauan Sapeken. Orang kepulauan itu datang melapor mengatasnamakan masyarakat di beberapa desa di Kec. Sapeken.
Kepada Bupati Soekarno Marsaid, mereka mengadukan sejumlah penyelewengan yang dilakukan para kadesnya, mulai dari penyelewengan uang subsidi desa, uang talak, dan perbuatan tindak kriminal. Pertemuan yang berlangsung hingga menjelang Magrib itu berjalan mulus dan oleh Bupati Soekarno Marsaid dinyatakan off the record. (len)