Presiden B.J. Habibie memutuskan memindahkan para pengungsi suku Madura dari Kab. Sambas, Kalimantan Barat, ke suatu pulau di Kab. Pontianak. Tidak disebutkan nama pulau itu, hanya letaknya berada di delta sebuah sungai. Pulau itu saat ini berpenghuni sedikit suku Melayu dan Bugis.
Presiden memutuskan masalah itu setelah menerima lima gubernur, yaitu Gubernur Jatim Imam Utomo, dan empat gubernur di Kalimantan, di Istana Merdeka, Selasa (13/4) petang.
Usai bertemu Kepala Negara, Gubernur Kalimantan Barat, Aspar Aswin, kepada wartawan mengatakan, keputusan pemindahan pengungsi suku Madura itu diambil karena situasi tidak memungkinkan mereka kembali ke Sambas.
Pulau itu, menurut Aspar Aswin, dapat menampung sekitar 7.000 KK. Saat ini ada sekitar 51.700 pengungsi dari Sambas. "Pemindahan ini tidak dipaksakan karena bagi yang ingin kembali ke Madura, pemda akan membantu biaya tranportasinya," katanya.
Presiden Habibie menginginkan agar pemindahan itu tidak sampai merugikan penduduk setempat, melainkan dapat manfaat dari pemindahan itu. Selain itu, pemindahan harus dapat dilakukan secara cermat sehingga tidak menimbulkan konflik-konflik baru. Apalagi akan menghadapi pemilu. Untuk itu perlu diadakan pembinaan bagi mereka yang akan dipindahkan, baik melalui jalur agama maupun sosial budaya, dengan memperkenalkan adat istiadat penduduk setempat.
Ulama Madura
Menurut Aspar Aswin, kedatangan 12 ulama Madura ke Kalbar diharapkan dapat membina para pengungsi sehingga mereka siap meminta maaf kepada masyarakat suku Melayu dan Dayak. Para pengungsi dibina dalam kelompok-kelompok yang pemimpinnya dipilih di antara mereka sendiri.
"Dengan demikian, kelak saat berada di tempat baru, jika terjadi satu pelanggaran berupa kriminal, misalnya, maka pemimpin mereka dapat lebih dulu bertindak secara internal," katanya.
Pemerintah, kata ia, segera mengerjakan permukiman baru itu, dan pelaksana dilakukan Departemen Transmigrasi. Namun pemindahan ini bukan transmigrasi, walaupun polanya sama dengan program itu, yakni memberikan 1,25 hektare lahan dan rumah bagi setiap KK yang dipindahkan.
"Ini bukan transmigrasi, tapi pembinaan," kata Aspar tanpa merinci beda transmigrasi dan pembinaan bagi para pengungsi suku Madura itu.
Ia menampik anggapan bahwa pemindahan pengungsi suku Madura dari Sambas ke suatu pulau akan mengilhami kabupaten lain untuk "pembersihan etnis" Madura.
"Ah, bukan sifat orang Melayu dan Dayak seperti itu. Di Sambas, kerusuhan terjadi di 10 dari 19 kecamatan yang ada, tidak di semua tempat," katanya.
Untuk memberi kepastian bagi para pengungsi yang dipindahkan, Presiden Habibie menginginkan adanya inventarisasi berapa persen mereka yang keahliannya bertani, nelayan, atau usaha dagang kecil. Dengan diketahuinya hal itu, maka di tempat baru mereka dapat dibina sesuai dengan kemampuannya. (luk)
top