back |
|
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment
|
JAWA TIMUR Jum'at, 09 April 1999
|
Surabaya Post |
Pengungsi Sambas Pulang Kampung dalam Keprihatinan
WARGA Sambas, Kalbar, asal Madura, secara beruntun pulang ke kampung mereka di Madura. Sejak kerusuhan etnis di daerah itu terjadi beberapa waktu lalu, setiap hari ada laporan yang diterima perangkat desa atau ulama tentang kedatangan warga dari perantauan yang mengalami musibah ini. Selain melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, juga menumpang kapal layar motor dari Kalimantan langsung ke Tanjung Bumi, Bangkalan.
Hingga Kamis (8/4) sekitar 3.000 orang Madura yang merantau ke Sambas, tiba di beberapa kecamatan di Kabupaten Bangkalan. Mereka yang mempunyai sanak saudara langsung ditampung di rumah saudara mereka. Sebagian yang tidak lagi mempunyai famili di Madura ditampung di pondok pesantren dan beberapa rumah penduduk.
Yang menjadi persoalan, kondisi ekonomi warga yang menampung pendatang ini rata-rata pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya sendiri juga kurang, apalagi ditambah menjatah "pengsungsi" yang datang hanya dengan baju yang melekat di badan.
"Kami tidak sempat membawa harta yang saya miliki waktu meloloskan diri dari penyerbuan oleh gerombolan suku dayak dan Melayu. Pakaian yang saya pakai pulang ke Madura, diberi orang saat mengungsi di penampungan di Pontianak," kata Ahmad, yang ditemui di Ponpes Nurusaolah I, Desa Banda Soleh, Kecamatan Kokop, Kab. Bangkalan.
Dia bersama enam keluarganya dan tetangganya di Desa Dungung Laut, Kec. Jawai, Kab. Sambas, untuk lolos dari wilayah yang dilanda kerusuhan itu sempat bertarung dengan para penyerbu. Kini dia bersama keluarganya ditampung di rumah salah seorang sepupunya di Kokop.
"Sejak kedatangan keluarga dari Sambas, kami lebih ngirit lagi. Karena kami di sini juga kekurangan, setiap hari hanya bertani," ujar Nawi, yang menampung familinya dari Sambas.
Salamin pulang ke Madura dengan menumpang kapal layar motor ke Pelabuhan Tanjung Bumi, Bangkalan. Dia bersama istrinya dan enam orang anaknya, asal Desa Sitembak, Kecamatan Dawai, Sambas, selamat dari kepungan massa saat terjadi kerusuhan. Namun 10 keluarga lainnya (kakaknya, kedua orangtuanya, kakak, ipar, dan keponakannya) tewas. Hanya seorang keponakannya Yusuf, selamat; kini di penampungan Pontianak.
"Saya sudah tiga hari bersama keluarga makan di rumah famili," ujar Salamin merasa membebani familinya. "Kasihan famili saya itu, orangnya juga tidak mampu," katanya lesu. Ia bermaksud bekerja. "Tapi pekerjaan apa yang bisa saya lakukan di di sini," tambahnya.
Tak Bertemu Famili
Soleh (22), bersama seorang adiknya, Rohim (9), lebih repot lagi. Dia yang lahir di Desa Dungung, Kec. Jawai, Sambas, tidak menemukan saudara dan familinya di Madura. "Saya baru kali ini tahu Madura, tempat kelahiran orangtua saya," ujarnya. Saat terjadi kerusuhan ia berpisah dengan tujuh saudara lainnya yang kini ditampung di tempat pengungsian Pontianak.
Namun setiba di Bangkalan ia tidak menemukan keluarga dari orangtuanya itu. "Pada waktu itu saya hanya nekat pulang ke Madura berharap bertemu famili, namun saya tidak bertemu satu orangpun," katanya. "Saat ini saya ditampung di rumah warga sekitar pondok pesantren ini," tambahnya.
Keluhan semacam itu juga didengar dari pengungsi lainnya yang tersebar di Kec. Kokop, Geger, Konang. Sepuluh. Mereka pulang ke Madura tidak sempat membawa harta, kecuali pakaian di badannya.
"Yang saya pikirkan hanya bagaimana bisa menyelamatkan diri. Saya tidak berpikir membawa harta yang ludes bersama rumah yang dibakar massa," kata H Amin, yang ditampung di rumah keponakannya di Kokop. Dia selamat bersama seorang istrinya yang keturunan Melayu, dan sembilan anaknya.
Bantuan
KH Imam Buchori Cholil, yang mengunjungi pengungsi ini di Kokop, bersama pengurus GMH (Gerakan Madura Hijau), memberikan bantuan beras 5 ton, dan pakaian bekas. Mereka dengan gembira merima beras masing-masing 5 kg dan berebut mendapatkan pakaian bekas sumbangan warga NU Bangkalan itu.
"Mudah-mudahan ada sumbangan serupa dari dermawan lainnya. Karena kami memang tidak punya apa-apa, saudara yang menampung kami juga miskin," harap Selan.
"Ini sebagai bentuk kepedulian kami pada masyarakat yang amat membutuhkan uluran tangan. Kami akan berupaya memberikan sumbangan di tempat-tempat penampungan lainnya," kata Kiai Imam Buchori, yang ketua PC NU Bangkalan sekaligus pembina GMH.
Bupati Bangkalan Moh. Fatah mengatakan, Pemda Bangkalan akan membentuk Posko penanggulangan dampak kasus Sambas. "Dalam jangka panjang, kami akan memilah-milah mereka. Mereka yang mempunyai keterampilan akan disalurkan ke bidang usaha. Yang ingin bertani akan diberi semacam kredit taskin (pengentasan kemiskinan), tanpa dipersulit birokrasinya," katanya.
"Setiap waktu kami akan meninjau mereka secara bergantian di beberapa tempat penampungan," ujarnya.
Data di Bagian Sosial Pemda Bangkalan menyebutkan, di Kecamatan Geger, jumlah pengungsi di Desa Jabung sebanyak 295 orang, Banyoneng Laok 166 orang, Banyoneng Daja 80 orang, Kecamatan Kokop, Desa Katol Timur 1.300 orang. Desa Banda Soleh 500 orang, Desa Durjen, Amparaan belum diperoleh data.
"Kami akan terus mendata jumlah pengungsi ini. Data ini setiap hari berubah, karena datang terus pengungsi dari Sambas. Informasinya dalam minggu ini akan datang 4.000 orang lagi," kata Kabag Sosial, Drs Moh. Arifin didampingi Kabag Humas Ir Moh. Sjakur, yang menangani para pengungsi. (Kasiono)
top