Antara Keseimbangan Kosmologi dan Teknologi
Sejak dulu, nenek moyang kita telah memiliki konsep keseimbangan
kosmologis. Salah satu bukti di antaranya adalah karya monumental
Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-9 Masehi, salah satu dari
"10 keajaiban dunia". Rapuhnya keseimbangan kosmologis inilah yang
antara lain membuat krisisnya kepribadian bangsa Indonesia saat ini,
sehingga di mana-mana muncul chaos dan anarkisme yang mengganggu
keseimbangan, keharmonisan, dan keselarasan kosmologis itu. Hal-hal
demikian yang ditangkap oleh Dosen Filsafat Universitas Gajahmada
(UGM), Yogyakarta, Dr Damardjati Supadjar, M.Sc.
Mencari Tuhan-tuhan Digital
PERKEMBANGAN cyberspace - sebagai salah satu bentuk pencapaian
mutakhir teknologi informasi - telah membawa perubahan yang besar pada
berbagai sisi kehidupan manusia, termasuk sisi kehidupan spiritualitas
dan keberagamaan.
Meskipun sangat banyak manfaat yang ditawarkannya terhadap
kehidupan spiritualitas,cyberspace pada kenyataannya penuh dengan
paradoks-paradoks spiritualitas. Paradoks antara fungsinya sebagai media
komunikasi keagamaan atau ia sebagai ''agama'' itu sendiri; antara
kegunaannya sebagai penyalur daya spiritualitas atau ia sebagai
''spiritualitas'' itu sendiri; antara hakikatnya sebagai ''pengingat kesucian''
Tuhan atau ia sebagai ''Tuhan'' itu sendiri.
Kearifan Spiritual
Spirituality, Yes, saya kira Naisbitt benar, dan memang harus dibenarkan.
Tetapi, Organized Religion, No, saya kira Naisbitt "salah," dan memang
harus "dikoreksi". Karena, hampir semua agama besar di dunia ini, entah
itu Kristen, Islam, Yahudi, Hindu maupun Buddha, sudah terlembagakan
secara formal. Maka, penolakan terhadap semua agama formal, berarti
secara sengaja memilih menjadi "a-theis".
Demam Tasawuf
''Ia datang bagai mutiara peradaban'' begitulah pamflet dari penerbit Mizan
Bandung, menyambut kedatangan Prof Annemarie Schimmel. Dalam
ceramah umumnya di Perpustakaan Nasional 25 Februari lalu, yang
bertemakan ''Tasawuf dan Relevansinya untuk Dunia Modern'' hadir lebih
dari 600-an orang, yang membuat auditorium Perpustakaan Nasional yang
besar itu pun menjadi pengap. Bayangkan, sebuah acara ceramah ilmiah
keagamaan dihadiri oleh begitu banyak peminat yang bersemangat!
Sunan Bonang dan Peranan Pemikiran Sufistiknya
Maraknya pengajian tasawuf dewasa ini, dan kian bertambahnya minat masyarakat terhadap tasawuf
memperlihatkan bahwa sejak awal tarikh Islam di Nusantara tasawuf berhasil memikat hati masyarakat
luas. Minat tersebut boleh serius, boleh setengah serius, atau sekadar ingin tahu. Namun yang jelas
pengaruh dan peranan tasawuf, yang menjamin keberadaan dan relevansinya, ternyata tidak pudar sejak
dulu sampai sekarang. Itu pun juga dengan sedikit mengabaikan penyimpangan-penyimpangan, yang boleh
saja terjadi, sebagaimana penyimpangan boleh juga terjadi dalam amalan ilmu dan gerakan keagamaan
nontasawuf.
Asal Usul Islam
Suatu agama, baik yang mengaku sebagai agama wahyu maupun tidak, tidak bisa
lepas dari pengaruh situasi asal-usulnya yang kompleks. Adanya campur tangan
Tuhan sekalipun, tidak bisa terlepas dari pengaruh-pengaruh ini. Teologi Islam,
sebagaimana dinyatakan oleh Al-Qur'an, tidak mengenal konsep campur tangan Tuhan
yang semena-mena, bahkan dalam teologi Asy'ariah sekalipun. Pernyataan Al-Qur'an
dalam masalah ini sangat jelas. "Kamu tidak akan pernah menemukan perubahan
apa pun pada sunnah Allah".1 Bahkan pahala
dan siksa Tuhan, berbeda dengan teologi Calvinis, bukan atas dasar tindakan
Tuhan yang semena-mena. Al-Qur'an menyatakan, "Tidak ada sesuatu pun bagi
manusia, kecuali apa yang diupayakan".2
Prisma Pergeseran Budaya Jawa ke Budaya Indonesia
SEMUA agama dan budaya mempunyai hari-hari yang diagungkan, menjadi "hari besar" atau "hari raya". Dalam agama Islam, hari raya yang canonical atau sah dan resmi menurut ajaran agama itu sendiri ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan hari-hari raya Islam yang lain, seperti Tahun Baru Hijrah, Maulid Nabi, Isra'-Mi'raj dan Nuzulul Qur'an, adalah hari raya "budaya Islam", bukan hari raya "agama Islam". Karena itu, beberapa negara, seperti Arab Saudi dan sekitarnya yang menganut aliran pemikiran atau mazhab Hanbali dalam tafsiran Muhammad Ibn Abdul Wahhab, selain Idul Fitri dan Idul Adha tidak ada hari yang dirayakan sebagai bagian dari Keislaman, walaupun mereka merayakan hari-hari nasional mereka, yang sama sekali "sekular".
|