back | |
Serambi MADURA |
https://zkarnain.tripod.com/ Internet Based Virtual Life-long Learning Environment for Maintaining Professional Vitality |
Radar Madura Sabtu, 06 Mei 2000 |
Jawa Pos |
Masyarakat Madura Tak Mengenal Krisis Moneter
PAMEKASAN - Kalau ada anggapan masyarakat Madura tak kenal krisis moneter, mungkin hal itu ada benar dan juga ada salahnya. Masalahnya sekalipun dilanda krisis moneter, semangat dan daya beli masyarat Madura tidak pernah kendor. Walaupun ada penurunan, hanya pada soal kualitas barang yang dibelinya saja. Sebagai masyarakat yang dikenal konsumtif, masyarakat Madura tetap dengan kebiasaannya ''royal'' berbelanja. "Walaupun ada yang terkena getahnya krisis moneter ya hanya sebagian kecil terutama pekerja rendahan yang ada di perkotaan dengan gaji yang pas pasan, " katanya. Hal tersebut dikemukakan Achmad Subekan SE. Lelaki kelahiran Tulungangung 3 Mei 1973 ini, Selasa (2/5) kemarin dikukuhkan sebagai Wisudawan Terbaik dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Madura (Unira) Pamekasan dalam rangka Dies Natalis Unira ke XXII dan Wisuda Sarjana ke XI, di Aula Pembantu Gubernur di Madura. Achmad Subekan meraih Indeks Prestasi (IP) tertinggi dengan nilai 3,73. Kepada Radar Madura yang menemuinya usai prosesi wisuda, Achmad Subekan yang saat ini tercatat sebagai karyawan di Kantor Perbendaharaan dan kas Negara Pamekasan ini mengaku amat tertarik meneliti pola konsumerisme masyarakat Pamekasan terutama saat tengah berlangsungnya krisis moneter. Ketertarikan itu lalu dituangkan dalam Sekripsinya yang berjudul ''Pengaruh Kenaikan Harga Terhadap Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat Kota Pamekasan''. Dikatakannya diantara faktor penyebab yang memungkinkan masyarakat Madura tidak terlalu tergoyahkan akibat kisis moneter, yaitu karena sikap dan watak masyarakat Madura yang pantang menyerah dalam menghadapi kenyataan. Dikatakan dengan terus bekerja keras pantang menyerah masyarakat Madura secara lambat laun bisa melepaskan dan paling tidak terbiasa dengan kungkungan krisis moneter. "Artinya walaupun barang barang harganya pada naik semua, masyarakat masih tetap dengan kebiasaannya ''rajin ''berbelanja walaupun konsekwensinya harus melirik pada barang yang kualitasnya agak jelek," katanya.Namun, pada saat ada momentum yang pas, khususnya pada musim musim panen tertentu, misalnya panen tembakau, masyarakat kembali dengan kebiasaannaya rajin berbelanja. Misalnya terjadi pada saat musim panen tembakau tahun 1998 yang mana saat itu kondisi cuaca cukup baik, dan musim panen tahun 1999 yang dikenal musim panen paling sukses sepanjang sejarah tembakau di Madura. Maka petani benar-benar tidak merasakan akan adanya krisi momenter. ''Seperti biasa mereka mengumpulkan dan memborong barang barang peralatan rumah tangga sesuai dengan seleranya," katanya. Harga tembakau yang menjulang tinggi pada musim panen tahun 1999 lalu, menjadikan masyarakat Pamekasan, sama sekali tidak pernah merasakan pahitnya era krisis moneter. Uang yang beredar di Madura diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Hal itu mungkin bukan sesuatu yang luar biasa sebab dari Pamekasan saja konon diketahui uang yang beredar untuk tata niaga tembakau saja mencapai lebih dari Rp 500 miliar rupiah. "Hanya saja, sikap konsumtif ini harus disembuhkan, jangan biarkan masyarakat Madura terus begini. Mereka juga harus mempertimbangkan masa depan anak anaknya dan terutama dari segi pendiikannya. " tegasnya. (dwi)
|