Jawa Pos
Radar Madura - Senin, 27 Maret 00
Sumenep Menyongsong
Otonomi Daerah
Oleh Rasul Junaidy dan Moh Rifai
Otoda Momentum Bagi Daerah
Kabupaten Sumenep merupakan daerah yang cukup potensial. Dimana daerah paling ujung timur Pulau Madura ini didukung oleh sumberdaya alamnya seperti potensi kelautan dan potensi Migasnya. Seperti diketahui bahwa, luas daerah Kabupaten Sumenep sekitar 80% merupakan daerah kelautan. Dengan diberlakukannya UU nomor 22 dan 25 tahun tahun 1999 mengenai UU otonomi daerah dan perimbangan pendapatan antara pusat dan daerah, mampukah Sumenep memanfatkan dua momentum tersebut?.
Menjelang pemberlakuan undang-undang otonomi daerah, Sumenep mempunyai kewenangan yang cukup besar dalam mengembangkan daerahnya. Kewenangan tersebut sampai kepada pencarian dana tidak terbatas hanya didalam negeri saja. Dimungkinkan juga sampai keluar negeri baik lembaga keuangan swasta maupun lembaga keuangan internasional seperti word bank.
Sementara, undang-undang perimbangan pendapatan, Sumenep minimum akan mendapatkan bagian sebesar 12 % dari penerimaan pemerintah Indonesia dari produksi gas yang dihasilkan dari Kepulauan Kangean. ''Dengan modal pendapatan dari gas tersebut sudah cukup untuk mengembangkan perekonomian yang dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Sumenep,'' ujar Ir Thamrin dari LENU PBNU.
Menurutnya, UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 tersebut merupakan kesempatan yang luar biasa bagi Pemda Sumenep untuk mengembangkan daerahnya. ''Untuk itu bupati Sumenep akan datang dituntut harus mempunyai visi kedepan untuk memajukan Sumenep,'' harapnya.
Dari beberapa usulan mengenai pola pengembangan perekonomian di Sumenep, ada yang mengingingkan soal pola pengembangan perekonomian di Sumenep didasarkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan, dimana emansipasi dan partisipasi rakyat dilibatkan semaksimum mungkin. ''Perekonomian Sumenep mendatang haruslah berbasis kepada inisiatif lokal dan partisipasi masyarakat,'' ujar Dedy anggota dewan asal PDI-P.
''Untuk mengembangkan pola kerakyatan, yang paling cocok adalah sistim inti plasma. Ada perusahaan inti yang kuat dimana nantinya akan menanggung resiko-resiko bisnis seperti proyek percontohan, pembenihan, pakan, pencegahan penyakit sampai penanganan masalah ekspornya,'' ujar Husni menjelaskan.
Sedangkan pihak plasma, menurut Husni, hanya melakukan pembudidayaan. Selanjutnya, apabila struktur pemodalan plasma sudah kuat, saham perusahaan inti dijual kepada pihak-pihak plasma, dimana bentuknya bisa merupakan koperasi-koperasi. ''Dengan sistem ini rakyat dapat merasakan nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh siklus usahanya dari budi daya samapai pemasaran,'' paparnya.
Memang, untuk mengharapkan 100% pihak swasta yang betul-betul mau mengemban tugas memajukan ekonomi kerakyatan sebagai tujuan utamanya menurut beberapa pengamat ekonomi dinilai akan sulit. Solusinya, mereka berharap agar Pemda Sumenep bisa dan harus bertindak sebagai intinya melalui perusahaan daerah (BUMD).
''Untuk itu perlu dibentuk perusahaan daerah yang kuat dan profesional untuk menjadi holding company (perusahaan induk, red) dimana akan mempunyai anak-anak perusahaan,'' harap mereka.
Bisa Munculkan 'Bandit-bandit Lokal'
Menyongsong Undang-undang No 22 tahun 1999 mendapat respon meluas dari berbagai pihak. Baik yang berasal dari DPRD Sumenep, kalangan aktivis LSM, maupun tanggapan dari birokrat itu sendiri. Bagaimana sikap dan harapan mereka terhadap UU no 22 tahun 1999?
Kalau jeli, menurut Budiman dari FSHR, munculnya UU nomor 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah, sebenarnya tidak secara serta merta memberikan kenikmatan kepada masyarakat yang ada di didaerah (Sumenep).
''Bila implementasi dari UU 22 tahun 1999 tidak direncanakan dan dilakukan betul-betul dan tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka UU tersebut akan mengandung banyak resiko yang memungkinkan tumbuhnya penyelewengan dan akan memunculkan munculnya "bandit-bandit lokal,'' paparnya.
Ditambahkan, tidak menutup kemungkinan dengan adanya desentralisasi yang diikuti oleh pengembangan demokrasi multi partai, akan membuka peluang adanya politisi aparatur pemerintah yang dilakukan oleh partai pemenang pemilu.
''Memang, dalam menyambut UU nomor 22 tahun 1999, pemerintah daerah harus berhati-hati karena dalam aturan otonomi daerah yang diberikan begitu luas. Tidak akan serta merta merupakan nikmat bagi daerah. Namun bisa juga celaka untuk daerah'' tutur salah seorang staf pemda Sumenep mengomentari UU otonomi daerah.
Dari apa yang diutarakan tersebut sudah jelas, bahwa urusan pemerintah yang semula ditangani oleh pemerintah pusat harus sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Masalahnya sekarang, pemerintah daerah tiba-tiba harus memikul beban yang begitu besar sementara sumber daya manusianya tidak bisa didapat dalam waktu sekejab.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumenep, Drs KH Busyro Karim, kepada radar madura beberapa waktu yang lalu mengaku sependapat, kalau dalam menyambut otonomi daerah perlu dilakukan persiapan yang sangat matang. ''Kalau persoalan sumber daya keuangan mungkin bisa kita peroleh dalam waktu singkat,'' ujarnya.
Namun menurutnya, masalah sumber daya manusia dan perangkat lunak yang berupa organisasi tidak bisa saja lahir dalam waktu yang sangat singkat.
''Mengenai kesiapan sumber daya manusia, saya kira tidak bisa hanya didapat dalam waktu sekejab, ini khan bisa menjadi masalah dalam memasuki otonomi daerah yang akan datang,'' tegasnya.
Lain lagi menurut Fathorrahiem, SE dari Sumekar Corruption Wacth (SCW) yang justru mengaku khawatir. ''Kalau otonomi daerah benar-benar diberlakukan, maka keuangan yang semula dikelola tiba-tiba melimpah. Itu bukan berarti tak menimbulkan masalah,'' ujarnya.
''Keuangan yang melimpah itu, khan membuat kita bingung mau dikemanakan, bingung pembelanjaannya. Kalau kita benar-benar tidak siap dengan uang yang berlimpah ruah itu, jangan-jangan nanti justru akan menimbulkan dan memunculkan korupsi atau penyelewengan kekuasaan ditingkat lokal,'' tandasnya.
Ditambahkan, memang selama ini, munculnya korupsi sering banyak terjadi di pusat. Mungkin saja penyakit masyarakat itu akhirnya juga akan mengelinding kebawah (daerah) kalau saja dalam menghadapi UU nomor 22 tahun 1999 tidak ada persiapan sama sekali.
Meski demikian, dengan adanya kekhawatiran-kekhawatiran seperti yang disampaikan dari berbagai pihak, baik dari DPRD Sumenep maupun dari LSM, permasalahan diatas bisa saja diantisipasi secepatnya. Salah satunya dengan melakukan sebuah persiapan kerja yang terprogram, rapi dengan target dan tujuan yang terukur.
atas