Taretan Bangkalan Hidupkan Suasana Madura di Negeri Seberang
Siapa yang tak kenal kesenian kerapan sapi? Kesenian yang digelar sebagai rasa syukur atas hasil panen ini berasal dari pulau Madura. Pulau Madura lebih dikenal sebagai pulau yang penduduknya senang merantau, terutama yang dari Kabupaten Bangkalan. Perantauan dilakukan orang-orang Bangkalan ini bukan hanya ke Jakarta bahkan juga ke Irian Jaya hingga manca negara, seperti Negeri Paman Sam, Amerika Serikat.
Banyaknya warga Madura perantauan itu mendorong terbentuknya suatu wadah untuk saling memadu kasih antar sesama warga asal, salah satunya adalah Taretan Bangkalan (Keluarga Bangkalan-red).
Aktivitasnya tak begitu banyak memang, hanya sekedar forum silaturahmi dan kegiatan sosial. Namun suasana forum silaturahmi ini benar-benar dicipta serasa di Madura. "Kita sengaja membuat paguyuban Taretan ini seolah-olah kita tinggal di Madura," kata Haji Abdul Latief Bashid, Ketua Taretan Bangkalan Madura sambil promosi.
Pulau Madura yang dikenal sebagai pulau penghasil garam ini ternyata mempunyai kondisi geografis yang tidak menguntungkan, terutama Kabupaten Bangkalan. Masyarakat Bangkalan lebih dikenal sebagai perantau dibanding daerah lain di Madura.
Air payau yang merupakan kebutuhan minum sehari-hari ini ternyata berpengaruh pada kehidupan masyarakat di sana. Pembawaan yang lebih temperamental itu tercermin pada jiwa yang pemberani dan ulet.
Tidak salah jika masyarakat Bangkalan banyak yang mata pencariannya berkaitan dengan laut. Keberaniannya itu oleh masyarakat internasional digambarkan sebagai figur pelaut ulung.
Besi Tua
Taretan Bangkalan adalah kumpulan orang-orang asal Bangkalan Madura yang sudah menetap di Jakarta. Berdiri sejak tahun 1996, beberapa pendirinya antara lain, Haji Abdul Latief Bashid yang sekaligus Ketua Taretan Bangkalan, Haji Ahmad Taufik sesepuh Bangkalan di Jakarta, Siti Rohani (dipanggil Nanik), Sumiati dan lain-lain.
Kata Taretan diambil dari bahasa Madura, artinya keluarga atau saudara, sedang Bangkalan adalah nama Kabupaten di Madura, yang artinya gebbang akkalla (akalnya berkembang-red). Untuk itu tidak heran jika banyak masyarakat Bangkalan yang berhasil di perantauan.
Terutama di Jakarta ini, sejumlah pedagang besi tua yang omset penjualannya mencapai milyaran rupiah berasal dari Madura. Pedagang kaki lima, seperti Soto Madura ataupun Sate Madura juga dikoordinir langsung oleh orang Madura. Raja selam yang terkenal dari Tanjung Priok juga orang Madura.
Menurut Haji Abdul Latief, nama Bangkalan itu diambil untuk menunjukkan identitas.
“Karena, paguyuban Jakarta asal Madura itu banyak macamnya,” jelasnya sambil memberi contoh, ada IKAMA (Ikatan Keluarga Madura), Yayasan Rampa’ Naong, FKMM (Forum Komunikasi Masyarakat Madura), dan masih banyak lagi.
Pada mulanya Taretan Bangkalan hanya sekedar acara arisan keluarga dan reuni beberapa teman se-Bangkalan. Awalnya hanya sembilan keluarga, arisan itu bertujuan untuk mengisi waktu luang para ibu-ibu rumah tangga yang sesaudara saja, dengan memberikan kursus ketrampilan.
Namun lama kelamaan banyak yang ikut, ada yang teman SMA (sekolah Menengah umum), ada yang dulunya tetangga di kampung, dan lain-lain, papar ibu yang dipanggil akrab Nanik ini. Kursus ketrampilan ini adalah membuat hiasan dinding yang terbuat dari select clay cosmos.
"Di samping bahannya yang susah ditemukan, select clay cosmos ini harganya mahal karena impor dari luar," paparnya.
Sampai akhirnya banyak yang ingin bergabung, beberapa pendiri itu akhirnya mengkoordinir dalam satu wadah khusus masyarakat Bangkalan yang ada di Jakarta.
Hingga kini anggotanya mencapai 150 KK (Kepala Keluarga) tersebar diseluruh wilayah Jakarta, Bandung dan Tangerang. Kepedulian Taretan Bangkalan terhadap daerahnya itu tercermin pada penyaluran aspirasi melalui Pemda Kabupaten Bangkalan, Madura tersebut.
Kepedulian itu, misalnya, membantu pengembalian TKI Malaysia asal Bangkalan, Madura. Satu Minggu yang lalu, Latief mengunjungi sekitar 600 TKI Jawa Timur, 100 orang diantaranya adalah warga Bangkalan.
Latief merasa prihatin atas nasib TKI-TKI ini, pasalnya mereka dijanjikan bekerja yang kenyataannya setelah sampai di Malaysia mereka malah ditahan karena memakai paspor palsu. Selama masa penahan itu para TKI ini hanya diberi makan satu kali sehari.
Pengajian Rutin
Tema utama dari pertemuan Taretan Bangkalan adalah pengajian rutin yang dilaksanakan tiga bulan sekali. "Hampir seluruh masyarakat Madura itu Islam, untuk itu pengajian adalah yang paling tepat," katanya.
Pengajian itu biasanya diisi oleh anggota Taretan Bangkalan sendiri, misalnya, Purek III (Pembantu Rektor-red) PTIQI (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Indonesia), ustads Munir. Karena ia sangat disegani, dan beberapa anggota lainnya maka sering mengisi pengajian secara bergiliran.
Di sela-sela pertemuan, biasanya diselingi perkenalan warga baru, dengan memakai bahasa Madura. "Mereka memperkenalkan satu per satu anggota keluarganya," jelas Nanik. Uniknya, pertemuan ini dihadiri oleh seluruh anggota keluarga, bahkan untuk ramadhan mendatang mereka berencana untuk mengadakan Sanlat (Santri Kilat-red) untuk anak-anak yang seusia. "Jadi kami tidak hanya kenal ayah atau ibu mereka, nama-nama anaknya pun kami hafal," katanya.
Selain pengajian dan perkenalan, acara tiga bulanan itu juga diramaikan oleh "karaoke", lagu yang dinyanyikan juga lagu-lagu Madura, seperti Ole Olang, Nemo Sello' Elang Pole (menemukan cicin, hilang lagi-red), dan sebagainya. Lagu Nemo Sello Elang Pole itu selalu dinyanyikan di penghujung acara, maksudnya setelah memadu kasih hilang lagi. (Rizka Maftuhah)
|