GELAPNYA Pulau Madura saat ini sama gelapnya dengan penyebab putusnya hubungan kabel transmisi listrik bawah laut Jawa-Madura. Pihak PLN belum bisa memastikan penyebab terputusnya atau terkoyaknya kabel transmisi 150 kV yang terbungkus pelindung baja.
Seumpama kabel tertebas baling-baling kapal, ini berarti kabel tembaga terbungkus bahan antikorosi dan bahan isolator ini tidak berada di dasar Selat Madura. Kalau tersangkut jangkar, rasanya tidak bakal terjadi jika konstruksi pemasangan kabel benar. Jika ketiban jangkar, kenapa bisa kedua saluran vital ini putus?
Hal yang banyak menimbulkan pertanyaan adalah, mengapa jaringan interkoneksi bawah laut kedua setelah interkoneksi Jawa-Bali ini seolah-olah tidak memiliki cadangan. Bagaimana jika hal serupa terjadi pada saluran interkoneksi ke Pulau Bali yang tentu akan memiliki dampak secara internasional?
Sebuah kelompok pemakai Internet (mailing list) mengungkapkan, jaringan kabel laut ini salah konstruksi sejak pemasangannya. Kelompok alumni ITS (al-its@egroups.com) ini mengupas situasi memprihatinkan yang terjadi tidak jauh dari lokasi almamater mereka.
"Harusnya kabel laut ini ditanam di bawah permukaan tanah dasar laut mengingat arus di selat tersebut cukup besar. Yang terjadi, kabel cuma diletakkan saja di dasar laut, beberapa kali terombang-ambing arus laut dan berkali-kali tersenggol jangkar kapal yang lewat," komentar Muhammad Efendi, seorang anggota mailing list.
Komentar ini sangat menarik, karena siapa yang bakal memeriksa apakah kabel itu benar-benar ditanam di bawah permukaan tanah, apalagi pemasangannya dilakukan pada saat KKN hidup subur.
SOAL penanaman kabel laut ini sempat menimbulkan pro dan kontra di antara mereka. Beberapa pakar kelistrikan menyebutkan perlunya penanaman kabel ini, bukan hanya karena arus, tetapi juga lalu lintas kapal ke dan dari Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya, yang melewati selat ini, cukup padat.
"Karena lalu lintas kapal cukup padat, kabel ini memang harus ditanam di bawah permukaan laut. Bahkan bukan hanya ditanam, tetapi juga masih harus ditutup dengan matras beton," kata Dr I Nengah Sudja, mantan Direktur Lembaga Masalah Kelistrikan (LMK).
I Nengah Sudja yang sebelumnya lebih banyak berkecimpung dalam bidang perencanaan ini tidak mengetahui persis pelaksanaan pemasangan kabel laut itu. Selain perencanaan, hal yang tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan pemasangan, apakah ada kesalahan pemasangan atau pemasangan yang tidak sesuai perencanaan?
Seorang pengamat lain, Ir Dian Pramono Yunianto yang bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di jaringan listrik menegaskan perlunya menanam kabel. Manajer layanan PT Schneider Indonesia ini menegaskan, kalau mungkin penanaman ini harus betul-betul terlindung tanah yang cukup keras, bukan hanya terbenam di dalam lapisan sedimentasi yang menyebabkan kabel terpuntir atau tergilas jangkar.
Pemasangan kabel laut ini bagaimanapun sangat spesifik, bukan hanya harus terlindung dari hujaman jangkar atau tebasan baling-baling, tetapi juga kecelakaan lain seperti goresan karang tajam. Perkiraan terburuk, terutama di daerah yang sangat sibuk dengan lalu lintas kapal, harus menjadi perhitungan utama.
Berbagai proteksi fisik ditawarkan, seperti bahan baja (termasuk dari serat) ataupun seng. Selain itu harus tahan terhadap kerusakan kimiawi, karena air laut yang bersifat korosif.
Persoalan yang harus lebih diteliti bukan hanya sekadar bisa memperbaiki, tetapi juga meneliti kembali apa yang menjadi penyebab utama. Apakah ada yang salah dalam pemasangan, bagaimana pengawasan saat pemasangan kabel, bagaimana pemeliharaannya, apakah selama ini juga pernah diselami untuk melihat kondisinya.
I Nengah Sudja mempertanyakan, mengapa sampai terjadi pemutusan total, karena seharusnya ada saluran cadangan untuk mem-back-up.
"Kabel laut Jawa-Bali pun sering mendapat gangguan seperti itu, tetapi tidak pernah menjadi separah ini. Selain ada saluran cadangan, Bali memiliki pembangkit dari turbin gas," kata I Nengah Sudja. Sementara Madura sebelumnya hanya mengandalkan pembangkit diesel sebelum terinterkoneksi.
Menurut Nengah, transmisi laut Jawa-Madura yang tidak lebih dari satu kilometer, lebih mudah ditangani daripada Jawa-Bali yang sekitar 2,5 kilometer. Seharusnya dengan jarak yang lebih pendek ini insinyur-insinyur Indonesia mampu melakukan perbaikan penyambungan sendiri dengan lebih cepat.
TEKNOLOGI kabel laut ini bukan hal baru. Banyak negara, terutama di Eropa, sudah menggunakan teknologi tersebut. Kabel trasmisi listrik bawah laut terpanjang pernah dibangun tahun 1994 antara Jerman dan Swedia yang menempuh jarak 250 kilometer di bawah Laut Baltik. Malaysia membangun jaringan transmisi searah 500 kV dari Serawak ke Johor melewati perairan Indonesia sejauh 670 kilometer.
Interkoneksi antarpulau ini sangat ideal bagi Indonesia yang memiliki banyak pulau. Saluran bawah laut Jawa-Sumatera terhenti sampai hanya pada studi kelayakannya, padahal akan lebih ideal dibandingkan membangun fasilitas pembangkit baru.
Pada zaman Orde Baru yang penuh KKN, keputusan untuk membangun sistem kelistrikan tidak bisa ditentukan oleh PLN. Jaringan interkoneksi Jawa-Bali yang diperhitungkan lebih ideal dengan menggunakan saluran udara, harus mengikuti penentunya di Bappenas.
Melihat peristiwa seperti ini, ada kemungkinan terjadi ketidak-beresan dalam pemasangan saluran Jawa-Madura, sehingga muncul istilah salah konstruksi. Kecerobohan dalam pelayaran yang tidak memperhatikan rambu-rambu laut menyebabkan peristiwa menjadi fatal, dan persoalannya mencuat ke permukaan. (awe)