Jakarta, Kompas
Kapal pengangkut peti kemas, MV Kota Indah, yang diduga sebagai penyebab putusnya kabel listrik bawah laut (submarine cable) dari Jawa ke Madura, diketahui melego (melabuh) jangkar di daerah terlarang. Setelah melabuh jangkar sepanjang lima segel (setiap segel 27 meter), kapal berbendera Singapura itu larat (hanyut) sepanjang kurang lebih 0,4 mil melewati kabel listrik.
Dirjen Perhubungan Laut Agus Rudyanto mengungkapkan kepada Kompas dan Media Indonesia, di Jakarta, Senin (22/2), kapal yang berisi peti kemas sebanyak 599 TEUs (Twenty Feet Equivalent Units) itu hanyut sampai masuk ke daerah larangan berlabuh jangkar dan melewati kabel listrik. Diperki-rakan, pada saat masuk ke daerah larangan, jangkar kapal tersebut menyangkut kabel listrik, sehingga terjadi kerusakan.
Kapal yang dinahkodai Capt Shaukat Ali Akhtar itu, menurut Agus, kini tidak diperbolehkan meneruskan perjalanannya. Bahkan kemarin dilakukan koordinasi penyelesaian kerusakan kabel laut Jawa-Madura di Kantor Administrator Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya. Hadir dalam rapat koordinasi itu pihak Kanwil XIII Dephub Jatim, Pelindo III Surabaya, PT PLN, PT Pelni, PT Sillo Bahari Nusantara (wakil Asuransi P & I dari Inggris), dan wakil pemilik kapal dari Singapura.
Agus mengharapkan, dalam rapat koordinasi itu pihak pemilik kapal mau mengakui kesalahannya dan bersedia mengganti kerugian. Apabila tidak ada kesepakatan, maka masalah ini akan dibawa ke pengadilan Mahkamah Pelayaran.
Mencari diesel
Dirjen Listrik dan Pengembangan Energi (LPE) Endro Utomo Notodisuryo menjelaskan, PT PLN sudah diperintahkan mencari jalan keluar secepatnya agar aliran listrik di Madura bisa dipulihkan. Langkah jangka pendek yang akan ditempuh antara lain, pemerintah akan menyediakan generator, terutama untuk keperluan mendesak, seperti rumah sakit atau kantor-kantor pemerintah.
"Kalau perlu kita mencari diesel dari Singapura. Yang penting diupayakan bagaimana secepatnya listrik bisa menyala kembali," kata Endro.
Menurut dia, perbaikan kabel listrik bawah laut itu akan memakan waktu cukup lama. Untuk jangka panjang, pemerintah juga sedang mempertimbangkan kemungkinan memindahkan salah satu unit PLTG Grati, Jawa Timur, ke Pulau Madura.
Pimpinan PT PLN Distribusi Jatim Ir Hizban Achmad di Surabaya menjelaskan, kepastian penyebab jebolnya kabel dasar laut belum jelas benar. Ada yang mengatakan jebolnya kabel dasar laut PLN akibat sangkutan baling-baling kapal. Tetapi salah seorang pakar perkapalan di Surabaya menjelaskan, pendapat itu hanya logis kalau kabel dasar laut itu dalam posisi mengambang. Padahal kabel bertegangan tinggi itu berada di dasar laut, sehingga logikanya kerusakan kabel akibat sangkutan jangkar kapal.
Hizban tidak bisa menjelaskan berapa lama waktu perbaikannya. "Perbaikan bisa memakan waktu satu tahun," katanya.
Tidak baca peta
Berdasarkan laporan Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Tanjungperak, Dirjen Hubla Agus Rudyanto memperkirakan, nahkoda kapal milik Pacific International Line (PIL) itu tidak membaca peta. Sebab kalau membaca peta, pasti nahkoda mengetahui, kapal tersebut melabuh jangkar di daerah berbahaya. Setiap kapal yang akan datang ke Surabaya tentu melihat peta laut No: 84 untuk perairan tersebut.
Jarak antara posisi melabuh jangkar yang pertama dengan kabel listrik itu, menurut Agus, diperkirakan hanya sekitar 0,1 mil, sehingga ketika kapal hanyut sepanjang 4 larat (0,4 mil), melintasi kabel (Lihat gambar). Menurut laporan, pada saat kejadian tanggal 19 Februari arus pasang surut pukul 12.00 sampai pukul 17.00 cukup keras ke arah Utara dengan kekuatan 0,5 sampai 1,6 knot.
Belum diketahui persis, mengapa kapal tersebut hanyut, padahal telah melego jangkar sepanjang lima segel. Hal itu bisa disebabkan karena arus kencang atau jangkar itu belum terkait dengan kuat.
Fasilitas terganggu
Setelah tiga hari mengalami pemadaman, Madura menjadi kota 'mati" di malam hari. Sepanjang jalan Kamal-Kalinganget, jalan utama yang menghubungkan kota-kota Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep nyaris tanpa lampu di malam hari.
Setelah aliran listrik terputus, menyusul kemudian air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum pun macet total sejak Jumat petang lalu. Instalasi pengolahan air bersih Bangkalan di Burneh sampai Senin hanya digerakkan oleh genset berkekuatan 40 KVA, karena satu genset lagi sedang rusak.
Di Sampang pun, penduduk mengalami nasib serupa. Tidak ada air PDAM yang mengalir. Tetapi sesekali ada truk tanki PDAM lewat yang bisa dipesan dengan harga Rp 15.000/tanki.
Selain PDAM terganggu, menurut Alex J Sinaga, Kakandatel Surabaya Barat, sedikitnya 1.200 dari 34.000 pelanggan yang berada di daerah terpencil hanya bisa mengoperasikan teleponnya mulai pukul 06.00-pukul 22.00. Telepon-telepon tersebut dioperasikan baterai dengan kekuatan yang terbatas, sehingga penggunaannya pun harus dibatasi.
Dijelaskan, biaya operasi PT Telkom pun menjadi bertambah terutama untuk pembelian solar. Diperkirakan dalam tempo enam bulan dibutuhkan solar untuk genset sekitar 1,1 juta liter, yang berarti diperlukan biaya Rp 700 juta. Padahal pembayaran kepada PLN dalam tempo sama (enam bulan) hanya Rp 240 juta. (tif/eta/mm/ose)