Kabel Laut Diperiksa Labfor
Surabaya, SP
Bersalah atau tidaknya Kapal Kota Indah yang diduga merusak kabel PLN bawah laut yang menghubungkan Jawa-Madura masih akan ditentukan Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim. Labfor kini tengah memeriksa dan meneliti tiga potongan kabel PLN yang diangkat dari dalam laut oleh tim Polda, PLN, dan tim dari pemilik kapal.
Demikian dikatakan Kaditserse Polda Jatim, Kol Pol Drs Ediana didampingi Kadispen Letkol Pol Drs Sutrisno T.S., Sabtu (3/4) kemarin. "Labfor kini masih bekerja memeriksa potongan kabel yang diambil dari bawah laut. Mudah-mudahan cepat selesai," kata Ediana.
Pemeriksaan Kabel oleh Labfor ini untuk mencari bukti tambahan hasil penyelidikan terdahulu yang menyebutkan adanya titik kesalahan yang dilakukan nakhoda Kapal Motor Kota Indah, Saukat Ali Akhtar (52).
Kapal Kota Indah diketahui telah bergeser dari tempatnya berlabuh sekitar 50 meter. Diduga hal ini berakibat jangkar kapal nyanthol di kabel bawah laut PLN untuk mengaliri listrik Madura.
Bergesernya posisi kapal dimungkinkan karena terimbas ombak laut. Namun semestinya nakhoda kapal mengetahui dan selalu mengecek posisi kapal tersebut. Terutama untuk mengetahui apakah bergesernya kapal itu masuk ke daerah larangan berlabuh atau tidak.
Di sini ternyata nakhoda tidak melakukan pengecekan secara cermat terhadap posisi kapalnya. Nakhoda membiarkan kapalnya terombang-ambing oleh ombak. "Di sinilah, diduga letak kesalahan nakhoda," kata penyidik Polda Jatim.
Semestinya, nakhoda selalu memeriksa posisi kapalnya ketika berlabuh. Bila ada suatu hal yang berubah dari posisi kapalnya, seharusnya ia segera menempatkan posisi kapalnya yang benar.
Dengan fakta ini berarti nakhoda lalai. Ia tidak menggunakan keahliannya sebagai nakhoda kapal yang kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan kabel PLN. Akibat kelalaiannya ternyata telah merugikan negara dan masyarakat banyak.
Untuk sementara, nakhoda harus bertanggung jawab atas peristiwa ini. Akibat kelalaiannya itu nakhoda bisa dijerat pasal kelalaian.
Selain pasal kelalaian nakhoda, kabarnya akan dijerat pasal 191 tentang perusakan terhadap fasilitas umum. Akibat kelalaiannya itu nakhoda telah merusak kabel PLN.
Dalam pasal ini ada dua ketentuan. Ketentuan pertama bila nakhoda mengetahui kapalnya bergeser dan sengaja tidak melakukan upaya membenarkan posisi kapal, ia diancam sanksi tujuh tahun kurungan. Namun kalau nakhoda sudah berusaha ia hanya diancam sanksi empat bulan penjara.
"Untuk sementara yang harus bertanggung jawab baru nakhoda, mualim I dan mualim II. Mereka bertiga dipastikan jadi tersangka," kata Letkol Pol Drs Harison.
Selama penyidikan, tiga orang yang dijadikan tersangka dicekal. Mereka tidak diperkenankan meninggalkan pelabuhan Tanjung Perak atau Indonesia.
Larangan meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak ini untuk memudahkan penyidikan petugas Polda Jatim. Jika sewaktu-waktu penyidik Polda membutuhkan yang bersangkutan.
Tentang penyitaan terhadap kapal Kota Indah, Kapolda Jatim Mayjen Pol Drs M. Dayat mengatakan, mengingat biaya operasional kapal setiap harinya cukup mahal, maka kapal diperbolehkan meninggalkan Indonesia.
"Biaya sandar, biaya operasional sejumlah mesin kapal dan lainnya relatif besar. Lalu siapa yang menanggung semuanya ini. Oleh karena itu, kapal diperbolehkan meninggalkan Indonesia, tapi nakhodanya dicekal agar tidak meninggalkan Indonesia sampai proses penyidikan selesai," katanya.
Sementara itu, Pieter Talaway SH, selaku kuasa hukum kapal Kota Indah mengatakan, kapal kliennya tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Semuanya harus dibuktikan dengan bukti-bukti di lapangan.
"Sebelum dinyatakan bersalah, polisi harus menerima penjelasan dari pihak Kota Indah. Pihak Kota Indah juga melakukan investigasi sendiri. Hasil investigasi ini diharapkan bisa diterima penyidik," kata dia.
Belum Transparan
Ditemui terpisah, Ketua Lembaga Advokasi Konsumen (LAK), Eko Nuryanto SH, menilai upaya perbaikan kabel bawah laut di Selat Madura dinilai belum transparan. Karena pihak PLN (Perusahaan Listrik Negara) belum menginformasikan seberapa jauh langkah perbaikannya.
"Sebaliknya, PLN belum melakukan pemberian kompensasi sebagai ganti rugi kepada konsumen atau pelanggannya. Hal ini penting untuk menghindari tindakan spekulatif dari PLN," kata Eko Nuryanto SH, saat dihubungi di kantor LBH Surabaya, tadi siang.
Penilaian Nuryanto itu disampaikan sehubungan adanya pengaduan dari dua kelompok masyarakat Madura pada awal Maret lalu. Mereka mengatasnamakan diri sebagai kelompok santri dan pemuda asal Madura, mengaku bakal menggugat pihak PLN akibat kerugian yang dideritanya.
Namun sejauh ini, kata Ketua LAK, dua kelompok masyarakat Madura itu masih dalam tahap awal pembicaraan dan pengaduan kepada LAK Jatim. Selanjutnya, diharapkan wakil-wakil masyarakat bersedia melakukan pembicaraan yang lebih serius. Sebab kasus ini dinilai menyangkut hak konsumen.
"Yang saya tahu, pihak PLN belum menginformasikan kelanjutan perbaikan kabel bawah laut secara transparan. Masalah ini sangat penting, guna menghindari tindakan yang spekulatif. Seperti momentum pendaftaran pemilih dalam pemilu maka calon pemilih disyaratkan punya KTP, sehingga ada kecenderungan mempersulit masyarakat memperoleh KTP," katanya. (pur, oko)
top