back | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
Rabu 14 April 1999 |
Kompas |
Pontianak, Kompas
Sebanyak sembilan kiai asal Madura, Jawa Timur, kini berada di Pontianak, Kalbar. Kedatangan para tokoh agama yang dipimpin KH Naruddin itu selain untuk memberi siraman rohani kepada warga Madura yang sedang berada di lokasi pengungsian di Pontianak dan Singkawang, juga ingin mengetahui secara pasti akar masalah dalam kerusuhan sosial yang melibatkan suku Madura.
Demikian Wakil Ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) Kalbar, H Zahri, kepada Kompas di Pontianak, Selasa (13/4). Selama ini para kiai di Madura telah mendapat begitu banyak informasi, baik melalui media massa, kelompok masyarakat maupun perorangan. Namun informasi itu sangat bervariasi sehingga menyulitkan tokoh agama di Madura untuk bersikap.
Selama berada di Kalbar, rombongan ini melakukan dialog dengan Pemda dan Ikamra setempat, tokoh masyarakat adat Melayu dan Dayak. Di samping itu juga memantau sejumlah lokasi kerusuhan.
Dalam pertemuan itu akan disamakan visi dan persepsi tentang penanganan pengungsi asal Madura untuk jangka pendek dan jangka panjang. "Bahkan secara bersama-sama akan merumuskan solusi yang terbaik bagi masyarakat Kalbar sehingga di waktu mendatang semua etnis di Kalbar dapat bekerja dengan tenang dan aman," kata Zahri.
Sementara itu, sosiolog Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, M.Sc mengatakan, untuk menghindari jatuhnya korban lain yang tidak berdosa, sebagai solusi jangka pendek, masyarakat pendatang (Madura) yang saat ini masih berada di Kabupaten Sambas, hendaknya segera diungsikan ke luar dari kantung-kantung konflik di Sambas.
Namun guru besar Universitas Tanjungpura Pontianak ini tidak setuju jika para pengungsi dipulangkan ke Pulau Madura, karena sebagian besar mereka lahir di Kalbar dan tidak memiliki saudara di Pulau Madura.
Bersama enam pakar lainnya yang diutus Kapolri, Syarif Ibrahim Alqadrie mulai kemarin "turun" ke Kabupaten Sambas. Enam pakar itu adalah Prof Parsudi Suparlan, Prof Sarlito Wirawan Sarwono, Prof Budi Santoso, Prof Sardjono Jatiman, Letkol (Pol) Agus Wantoro, dan Letkol (Pol) Bambang Wahyono. Tim ini berada di Sambas hingga Sabtu mendatang.
Menurut Alqadrie, kerusuhan antaretnis di Kabupaten Sambas berawal dari pertikaian etnis Melayu dengan Madura. Kemudian etnis lain seperti Dayak dan Bugis bergabung dengan Melayu. "Salah satu pemicunya adalah lemahnya penegakan hukum di masa lalu," katanya.
Kerusuhan di Kabupaten Sambas (Kalbar) belum padam benar. Serangan balik warga pendatang ternyata bukan hanya isu. Hari Selasa pagi, 16 rumah warga Melayu di Dusun Sungaibakau, Desa Sungaikeran, Kecamatan Sungairaya, hangus dibakar massa dalam serangan balik yang dilakukan puluhan orang.
Satu orang dilaporkan tewas dalam insiden ini, yakni Herman (35) warga Sungairaya, Sambas. Ia tewas terkena bacokan. Beberapa jam sebelumnya, 27 rumah warga Madura di Gunungbatu, dibakar. (jan/ksp)