back
Serambi KAMPUS https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Webmaster

R. Iskandar Zulkarnain
Chief Executive Editor

Informasi

PadepokanVirtual

URL

http://w3.to/padepokan
http://welcome.to/madura
http://travel.to/kampus

Jawa Pos
Radar Madura - Rabu, 12 Juli 00

Kaledoskop Seni Budaya Islam
di Sampang

Oleh TAUFIQ RIZQON

Sejarah Lahirnya Hadrah Tha'thu'

Bagi sebagian masyarakat Madura, Hadrah sering dipergunakan sebagai pengiring dalam acara pernikahan. Seni budaya yang bernafaskan Islam ini, sebenarnya sudah lama ada dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Apa yang melatarbelakangi berdirinya?

Menurut catatan sejarah, kesenian Hadrah di Kabupaten Sampang mulai diperkenalkan kepada masyarakat sekitar tahun 1939. Tokoh yang mempelopori kesenian ini adalah KH Makki, seorang ulama kharismatik saat itu. Awalnya, kesenian yang bernafaskan Islam ini bertujuan untuk membangunkan kaum muslimin bersantap sahur pada bulan ramadhan, serta dimainkan dalam acara walimatul urs sebagai pertanda diberlangsungkannya pernikahan.

Setelah kesenian ini berkembang pesat, sekitar tahun 1950-an dibentuklah persatuan Hadrah Natijatus Salaf (NS) yang beranggotakan semua jam'iyah Hadrah yang ada di Sampang. Tujuan dibentuknya jam'iyah ini, menjaga kelestarian dan keabadian kesenian Hadrah. Tokoh yang pernah tercatat memimpin jam'iyah ini adalah KH Makki, KH Hasyim Makki, KH Baidhowi, KH Zayyadi, KH Syakur Hasyim, dan KH Umar Mansur Zayyadi sampai sekarang.

Setiap tahun sekali, bertepatan dengan malam tanggal 12 Rabiul Awal, kelompok jam'iyah Hadrah NS ini mengadakan pagelaran seni bersama dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung Sampang. Masing-masing jam'iyah berusaha menampilkan kekompakan dan keserasian permainan timnya.

Kesenian Hadrah ini, biasanya dimainkan oleh 23 sampai 45 orang. Terdiri dari, seorang pemfidha' (penyanyi, Red), pemukul sayap kanan dan kiri, serta as tengah yang berfungsi untuk memulai rudhad (menari, Red) dan ngedrad (tepuk tangan, Red). Sedangkan yang lainnya, diposisikan sebagai perudhad (penari, Red) mengiringi lantunan lagu dan musik yang dimainkan.

Ketua Hadrah NS KH Umar Mansur Zayyadi mengatakan, seiring dengan maraknya lagu-lagu Islami yang kerap kali ditayangkan di radio maupun televisi, mempunyai dampak yang sangat positif terhadap perkembangan kesenian Hadrah dimasa-masa mendatang. "Saya optimis kesenian ini akan berkembang pesat, seiring dengan tren lagu-lagu Islami yang marak diminati oleh masyarakat," katanya singkat.

Perkembangan saat ini, selain digelar dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan, kesenian ini juga mulai ditampilkan disetiap acara-acara hari besar nasional dan hari besar Islam yang lain. Malah, sering kali dalam acara khitanan dan walimatul haji, kesenian Hadrah ini selalu ditampilkan.

"Selama ini, kami sering berpartisipasi menyemarakkan acara-acara hari besar Islam maupun nasional. Bahkan, setiap Kodam V/Brawijaya ulang tahun, kami sering diminta untuk bermain. Oleh karena itu, saya berharap Hadrah Tha'thu' ini bisa ditampilkan dalam acara Pekan Seni Budaya Madura (PSBM) mendatang," harap KH Umar Mansur Zayyadi.

Sejarah Lahirnya Gambus Jaffin

Berbeda dengan Hadrah Tha'thu'. Kesenian Gambus Jaffin ini, pertama kali hanya dimainkan oleh sekitar empat orang. Saat itu, alat musik yang digunakan, sangat sederhana. Awalnya, kesenian ini bertujuan untuk membangunkan kaum muslimin bersantap sahur.Bagaimanakah latar belakang berdirinya?

Menurut catatan sejarah, kesenian Gambus Jaffin di Kabupaten Sampang mulai diperkenalkan kepada masyarakat sekitar tahun 1949. Tokoh yang dikenal sebagai penggagas berdirinya kasenian ini adalah KH Hasib Syiraj, KH Faroeq Subair, KH Wahed Hasyim, dan KH Syakur Hasyim. Awalnya, kesenian yang bernafaskan Islam ini bertujuan untuk membangunkan kaum muslimin bersantap sahur pada bulan ramadhan. Saat itu, untuk membangunkan orang bersantap sahur, para pemain Gambus ini harus berjalan kaki sejauh 2 km. Mereka berangkat dari kampung Kaju' Kelurahan Rongtengah, menuju kampung Tenten Kelurahan Dalpenang. Sedangkan alat musik yang dipergunakan, masih sangat sederhana. Yaitu, sebuah terbang besar ukuran 36 cm dan sepasang seng-sengan, yang dimainkan oleh sekitar empat orang.

Setelah kesenian ini mulai berkembang pesat ditengah-tengah masyarakat, alat musik yang digunakan dilengkapi dengan peralatan yang lebih modern. Seperti, gitar gambus, hajir (kendang), biola, taplak (marawis), dan dremmer (seng-seng). Baru setelah itu, kesenian ini dirubah namanya menjadi kesenian Gambus Jaffin.

Menurut KH Umar Mansur Zayyadi, mencari pemain Gambus Jaffin ternyata lebih sulit bila dibandingkan mencari pemain Hadrah Tha'thu'. Sebab, selain memainkan kesenian ini agak sulit, alat musik yang digunakan relatif mahal. Biasanya, pemain Gambus Jaffin ini terdiri dari pemutrip (pegitar gambus) yang merangkap sebagai penyanyi, penghajir (pekendang), pentaplak (pemarawis), pebiola, pedremmer (peseng-seng), dan sisanya sebagai penari.

Seiring dengan maraknya lagu-lagu Islami yang kerap kali ditayangkan di radio maupun televisi, mempunyai dampak yang sangat positif terhadap perkembangan kesenian Gambus Jaffin dimasa-masa mendatang. "Saya sangat optimis, seiring dengan trend lagu-lagu Islami yang marak diminati oleh masyarakat saat ini. Kesenian Gambus Jaffin ini akan berkembang pesat," katanya singkat.

Walaupun para pemain Gambus Jaffin ini terdiri dari laki-laki semua, tapi dibandingkan dengan Hadrah Tha'thu' kesenian ini lebih menarik dan banyak diminati oleh masyarakat. Sehingga, perkembangan saat ini, selain digelar dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan, kesenian ini juga mulai ditampilkan disetiap acara-acara hari besar nasional dan hari besar Islam yang lain. Malah, sering kali dalam acara khitanan dan walimatul haji, kesenian Gambus Jaffin ini kerap kali ditampilkan.

"Saya berharap kesenian Gambus Jaffin ini bisa ditampilkan dalam acara Pekan Seni Budaya Madura (PSBM) mendatang. Sebab, bila dibandingkan dengan Hadrah Tha'thu' perkembangan kesenian ini memang relatif lebih sulit," harap KH Umar Mansur Zayyadi. *

Daul Kombo, Lindungi Budaya Islam

Selain Hadrah dan Gambus Jaffin, budaya Islam yang masih bertahan sampai sekarang adalah Daul Kombo.Kerap kali, kesenian ini dimainkan disaat bulan Ramadhan.Bagaimanakah latar belakang berdirinya?

Budaya Daul Kombo merupakan salah satu budaya Islam yang masih bertahan di Kabupaten Sampang. Biasanya, setiap tahun sekali khususnya menjelang atau setelah bulan suci Ramadhan, kesenian ini sering dilombakan. Sebab, dalam bulan suci ini, Daul Kombo dimanfaatkan untuk membangunkan kaum muslimin yang akan bersantap sahur. Menurut catatan sejarah, seni budaya Doul Kombo ini sudah ada sejak tahun 1952 lalu. Awalnya, budaya ini hanya berkembang di Kampung Kaju' Kelurahan Rongtengah Sampang. Saat itu, kesenian ini hanya dimainkan oleh 5 sampai 7 orang. Mereka bermaksud untuk membangunkan kaum muslimin bersantap sahur.

Namun, setelah kesenian ini berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat, akhirnya setiap satu tahun sekali dilombakan. Waktu yang dipilih, biasanya bertepatan dengan hari raya ketupat (seminggu setelah lebaran). Sedangkan alat musik yang dipergunakan adalah, gendang, seruling, ketipung, dan seng-sengan.

Yang mempunyai ide pertama kali melombakan Daul Kombo ini adalah KH Hasib Syiraj, seorang ulama kharismatik di Sampang. Tujuannya, untuk melindungi budaya Islam dari kepunahan, serta mengarahkan para generasi muda Islam saat itu kepada kegiatan-kegiatan yang baik dan bermanfaat.

Kebanyakan, pemain lomba Daul Kombo ini adalah kaum laki-laki. Sebab, mereka harus berjoget dan bernyanyi dengan berjalan kaki sekitar 2 km. Biasanya, perlombaan Daul Kombo ini diikuti tim dari RT maupun RW yang ada di Kecamatan Sampang. Lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu padang pasir atau yang bernafaskan Islam.

Selain menampilkan lagu, kesenian ini juga menampilkan joget (tari-tarian). Dengan pakaian dan penampilan yang ada, para penari dan penyanyi berusaha menyuguhkan Daul Kombo kepada penonton yang berjejer di pinggir jalan. Oleh karena itu, sampai sekarang kesenian ini masih terus berkembang dan terpelihara dengan baik.*

atas