back | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
Jumat 27 Agustus 1999 |
Radar Madura |
PMI Galakkan Ternak Jangkrik
Diilhami Terbatasnya Bantuan Untuk Pengungsi Sambas Bangkalan, Radar.- Apa hubungannya pengungsi Sambas dengan ternak jangkrik? Tentu, sangat sulit mengaitkan keduanya. Bahkan, mungkin pengungsi Sambas tidak pernah mengenal atau paham tentang beternak jangkrik. Namun, PMI (Palang Merah Indonesia) Bangkalan coba mengenalkan keduanya. Ide beternak jangkrik ini muncul karena terbatasnya bantuan untuk 18.000 pengungsi Sambas yang ada di Bangkalan, kata Ketua Paguyuban Peternak Jangkrik Bangkalan (PPJB), Y.G. Hendra. Ide ini lahir dari PMI Bangkalan yang akhirnya juga membidani PPJB. Pilihan terhadap usaha alternatif ini dipilih karena beberapa alasan, yakni cepat panen, modal kecil, makanan mudah diperoleh, tidak sulit dalam pemeliharaan, tidak menimbulkan polusi/ limbah, dan tidak memakan banyak tempat. PMI mengharap agar dengan beternak jangkrik, para pengungsi Sambas bisa mengurangi ketergantungannya dengan bantuan orang lain. Dan, yang paling penting mereka punya kegiatan yang produktif untuk melupakan malapetaka yang sedang menimpanya. Namun, pada perkembangannya, ternyata bukan hanya pengungsi Sambas saja yang mengambil manfaat dari ide ini, tapi juga masyarakat umum yang kelimpungan karena badai krismon yang berkepanjangan. Bahkan, belakangan beternak jangkrik telah menjadi tren baru. Menyambut perkembangan tersebut, PMI lalu mendirikan PPJB, yakni paguyuban untuk menggalang persatuan antarpeternak jangkrik. PPJB bukan hanya tempat saling bertukar ilmu dan pengalaman bagi anggotanya, tapi juga untuk menampung hasil panen para peternak jangkrik di Bangkalan. Lalu, bagaimana dengan pengungsi Sambas yang jadi sumber ide? PMI ternyata tidak melupakan ide membantu para pengungsi Sambas. Kami akan memberikan pelatihan pada pengungsi untuk beternak jangkrik, kata Hendra. Menurut dia, mungkin usaha ini bisa menjadi salah satu solusi terbaik bagi para pengungsi Sambas. Dijelaskan, beternak jangkrik mudah, murah, dan hasilnya juga menjanjikan. Hanya dengan modal telur jangkrik yang harganya Rp 10.000 - 12.000 per sendok (500 butir telur, Red), bisa menghasilkan ratusan jangkrik. Cara perawatannya juga tidak ruwet. Telur itu tinggal diletakkan di tempat penetasan yang sudah dilembabkan, dan dalam waktu lima hari sudah menetas. Setelah itu, jangkrik kecil itu dipindahkan bak hingga selama 45 hari, sehingga cukup besar untuk dipanen. Dalam hal pemberian makan pun, kata Hendra, cukup murah. Jangkrik yang sudah memasuki tahap pembesaran hanya cukup diberi makan sekali untuk beberapa hari. Bahan makannya hanya dedaunan yang tidak banyak mengandung air. Ini perlu diperhartikan karena banyak jangkrik yang mati karena para peternak memberi makanan berair seperti timun dan semangka, kata Hendra. Mengenai pemasaran, Hendra menjelaskan, saat ini hasil panen dari PPJB hanya mencukupi untuk pasaran pedagang lokal. Sebab, setiap kali panen hasilnya masih sekitar 150 ribu ekor. Sedangkan, untuk dapat masuk pada pedagang ekspor, hasil panen sedikitnya harus satu juta ekor setiap. Harga per ekor pun cukup menguntungkan bila dilihat dari biaya pembelian telur dan pemberian makanan. Sekarang ini harga setiap ekor jangkrik Rp 40 per ekor atau Rp 40 ribu / kg, papar Hendra. Prospek beternak jangkrik, menurut Hendra, cukup baik melihat kebutuhan pasar. Hingga saat ini sambutan masyarakat maupun para pengungsi untuk beternak jangkrik, terlihat cukup baik. Terbukti, banyak warga masyarakat, termasuk yang mulai beternak jangkrik. Secara berkala kami mengundang para pengungsi untuk dapat mengikuti program ini, kata Hendra. Sedangkan untuk sosialisasinya, PPJB bekerja sama dengan pihak kecamatan dan tim penggerak PKK. (ris) |