back | |
Serambi MADURA |
https://zkarnain.tripod.com/ Internet Based Life-long Learning Environment for Maintaining Professional Vitality |
Umum Nasional Selasa, 19 September 00 |
SURYA |
Presiden Intervensi Kasus Bupati Sampang
Jakarta: Ketua DPP Partai Golkar HR Agung Laksono menyesalkan intervensi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terhadap pemilihan Bupati Sampang (Madura) periode 2000-2005, sehingga Fadhilah Budiono yang terpilih sesuai mekanisme demokratis, gagal dilantik. Intervensi presiden ini, menurutnya, secara tidak langsung merupakan pelecehan terhadap DPRD Sampang yang telah secara demokratis melakukan pemilihan bupatinya. "Partai Golkar merasa heran, mengapa Fadhilah yang telah memenangkan pemilihan Bupati Sampang secara demokratis itu bisa ditunda, hanya karena tuduhan korupsi yang belum terbukti kebenarannya. Dan penundaan ini dilakukan oleh presiden yang seharusnya bersikap arif dalam menilai kemelut yang terjadi di Sampang," kata Agung kepada wartawan, Senin (18/9). "Sebaiknya, bupati terpilih itu dilantik dulu, baru kemudian diusut untuk membuktikan adanya tuduhan korupsi tersebut," tambah Agung yang juga Anggota MPR RI. Soal penundaan pelantikan bupati Sampang, menurut Agung, lebih untuk intervensi yang lebih dalam dari Presiden terhadap pemilihan Bupati yang seharusnya wewenang DPRD II. "Selama itu berlangsung demokratis, serahkan DPRD II. Kita pertanyakan kenapa pelantikan bupati ditunda, padahal belum ada pembuktian soal tuduhan korupsi," sambung Ketua DPP Partai Golkar. Seharusnya, tutur dia, lantik saja bupati yang sudah terpilih, tapi proses hukum tetap jalan. "Jika ada kecurigaan-kecurigaan tindak pidana maka harus diproses melalui hukum, toh nanti Bupati sendiri yang akan lebih malu," tambahnya. Agung menilai, Gus Dur sebagai presiden terlalu jauh jika ikut campur masalah pemilihan Bupati. "Jangan-jangan nanti presiden juga ngurusi Camat. Intervensi itu melecehkan DPRD dan tidak mendukung semangat otonomi daerah," paparnya. Agung menegaskan, proses politik pemeilihan bupati itu ada di lembaga DPRD. "Kalau sekarang ini sudah proses adiministrasi pemerintahan, jangan dipolitiking lagi. Jauhkan dulu kepentingan-kepentingan politik sesaat, untuk menyelesaikan masalah Sampang," tuturnya. Menurut Agung, penundaan tersebut bertentangan dengan asas demokrasi, dimana seseorang yang terpilih secara demokratis harus diterima semua pihak. "Ini juga bertentangan dengan semangat otonomi daerah," jelasnya. Seharusnya, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki daerah, maka daerahlah yang berhak memutuskan pimpinannya dalam hal ini bupati. "Kalau presiden mengintervensi sehingga pelantikan itu ditunda, itu tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah tersebut," tuturnya. Oleh karena itu, lanjutnya, masalah pemilihan Bupati Sampang harus didudukkan pada proporsi sebenarnya, yakni seorang yang sudah terpilih secara demokratis harus dilantik. Baru kemudian, jika memang ditemukan adanya KKN yang telah dituduhkan itu terbukti kebenarannya, maka bisa diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia meminta warga Sampang (Madura) untuk bisa mengendalikan diri dalam menghadapi proses demokrasi yang sedang berjalan sekarang ini. Artinya, jika calon yang dijagokannya kalah dalam pemilihan yang demokratis, harus diterima karena hal itu merupakan risiko dalam setiap pemilihan. Begitu juga yang calonnya menang dalam pemilihan, tidak boleh sesumbar, karena bagaimanapun juga ada saatnya menang dan ada saatnya kalah. "Kita imbau agar semua pihak yang terkait dengan pemilihan Bupati Sampang tersebut berpikir jernih, untuk mencari jalan keluar sebaik-baiknya tanpa menimbulkan korban. Dan yang lebih penting lagi, jangan mau warga Sampang (Madura) itu diadu domba dan terprovokasi, karena kalau ini terjadi, maka yang menjadi korban adalah warga Sampang sendiri. Semua serahkan pada proses hukum yang berlaku," tuturnya. (ars/as) |