back | |
Serambi MADURA |
https://zkarnain.tripod.com/ Internet Based Life-long Learning Environment for Maintaining Professional Vitality |
Nasional Kamis, 24 Agustus 00 |
KOMPAS |
Menhan Mohammad Mahfud MD: Saya tidak Pernah Pegang Senjata Jakarta, Kompas Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Mohammad Mahfud MD mengaku sangat terkejut karena diminta Presiden Abdurrahman Wahid menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) dalam kabinet hasil reshuffle. Ia mengakui bahwa dirinya memang tidak mempunyai latar belakang ilmu pertahanan atau militer. Tetapi jabatan itu diterimanya karena oleh Presiden dirinya diminta untuk mengkaji serta meletakkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara tepat dalam ketatanegaraan. "Saya bertemu Presiden hari Selasa malam. Waktu diberitahu saya menjadi Menhan, terus terang saya terkejut. Jabatan itu di luar kompetensi saya. Bahkan, saya sempat menawar kepada Presiden apabila tetap diminta masuk kabinet, dipindahkan ke bidang lainnya dan bukan menjadi Menhan. Tetapi Presiden menolaknya," jelasnya kepada Kompas, Rabu (23/8) malam di Jakarta. Mahfud mengakui, saat diminta membantu Presiden- tetapi belum disebutkan kementerian apa yang akan dipegang-dalam benaknya hanya ada dua jabatan yang akan ditawarkan. Pertama, sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan menggantikan Yusril yang dipindahkan ke pos lain atau menjadi Menteri Muda bidang Hak Asasi Manusia (HAM). "Saat disebutkan sebagai Menhan, ya saya kaget. Karena itu, saya 'menawar' untuk jabatan lain. Namun Presiden tetap meminta saya di situ," ujar alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta tersebut. Hukum Tata Negara Mahfud menuturkan, Presiden mengaku membutuhkan tiga orang ahli hukum tata negara. Saat ini sudah ada dua orang. Prof Dr Yusril Ihza Mahendra tetap pada posisinya menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta Marsilam Simanjuntak sebagai Sekretaris Kabinet. Seorang ahli hukum tata negara diperlukan lagi untuk menata TNI, sehingga proses reposisinya berjalan dengan baik. "Presiden meminta saya untuk membantu TNI menempatkan dirinya dalam ketatanegaraan kita. Bagaimana menempatkan TNI secara tepat, sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik, dihormati rakyat, efektif, dan profesional. Jadi, tugas saya masih terkait dengan kompetensi ketatanegaraan. Untuk back up masalah ketentaraan, saya diminta berbicara dengan Pak Bambang Yudhoyono," jelas Mahfud. Setelah dijelaskan tugasnya, Mahfud menyatakan dirinya percaya dapat menjalankan tanggung jawab tersebut. "Kalau seperti itu, saya bisa mengerti. Gambaran saya semula, kalau menjadi Menhan itu hanya mengurus tentara dan senjata. Padahal sejak kecil saya tidak pernah pegang senjata, yang saya pegang cuma ketapel," jelasnya. Sebagai Menhan, dirinya hanya akan menangani administrasi dan birokrasi pertahanan. Sedangkan teknis dan strategi pertahanan ada di tangan Panglima TNI. Artinya, tugas sebagai Menhan tetap terkait dengan bidang ketatanegaraan yang digelutinya selama ini. Ditanya visi serta langkah yang akan dilakukan sebagai Menhan, Mahfud menyatakan untuk saat ini dia belum bisa menjelaskan. Selama dua minggu ini dirinya akan mempelajari kemungkinan penataan TNI secara tepat dalam ketatanegaraan, rencana reposisi TNI dan program yang sudah direncanakan Menhan (sekarang) Juwono Sudarsono. Selain itu, dia akan mempelajari kebijakan Presiden di bidang pertahanan pula. "Saya akan menemui Pak Juwono Sudarsono pula untuk mendapatkan masukan dari beliau. Saya merasa, sebenarnya Pak Juwono yang paling cocok menjadi Menhan. Tetapi dengan dukungan semua pihak, saya yakin bisa menjalankan tugas ini. Karena itu, beri kesempatan saya untuk mempelajari urusan pertahanan ini. Saya juga membutuhkan umpan balik dari masyarakat. Saya sangat berharap masyarakat mengkritik, bahkan mempertanyakan kapabilitas saya. Dari situ, saya akan belajar," ujar Mahfud lagi. (son/tra) Berita nasional lainnya:
|