Bangkalan - Surabaya Post Para petani di Bangkalan yang menanam jagung pada September 1998, mengeluh. Mereka memperhitungkan musim kemarau masih akan panjang, namun ternyata musim hujan sudah tiba. Tanaman jagung mereka rusak akibat terguyur hujan (curah hujan melebihi normal) sebulan terakhir ini.
"Tanaman jagung yang mulai tumbuh, kini sudah rusak semua. Areal tanah tergenang air setelah turun hujan selama beberapa hari berturut-turut," kata Hosen, salah seorang petani di Kec. Burneh, Minggu (18/10).
Dijelaskan, umumnya petani di wilayahnya terbiasa menanam jagung pada musim tanam ketiga. Saat itu di Madura masih jarang hujan; bahkan kadang belum masuk musim penghujan.
"Tapi kali ini, saat jagung mulai tumbuh, tanpa disangka hujan turun terus-menerus selama beberapa hari. Sehingga tanah tergenang air. Padahal tanaman jagung tidak terlalu membutuhkan banyak air," ujarnya. "Sebagian besar petani yang menanam jagung tidak bisa memanen," katanya.
Namun petani yang tetap menanam padi pada musim tanam ketiga mendapatkan keberuntungan. "Dengan turunnya hujan tanaman padi menjadi subur," ujar Pak Matasan. Padahal para petani ini secara tidak sengaja menanam padi --biasanya (sesuai teori pertanian di Madura) masih waktunya menanam jagung.
Keputusan menanam padi pada sebagian petani itu karena Agustus-September lalu, Pemda Bangkalan mencanangkan program IP 300 yang dibuka Gubernur Jatim Basofi Soedirman (saat itu). Program itu untuk pengadaan stok beras (untuk mengurangi impor). Kab. Bangkalan mendapatkan target 1.000 ha, diutamakan di areal pertanian dengan pengairan teknis, seperti di Kec. Burneh, Modung, dan Arosbaya. Petani yang menanam padi mendapatkan subsidi pupuk KCl sebesar Rp 1.200,00/kg.
20% Rusak Total
Kepala Diperta Kab. Bangkalan, Ir Widaya Krisna membenarkan adanya pengaruh La Nina yang mempercepat dan meninggikan curah hujan dua bulan terakhir ini di Madura.
"Data sementara yang kami terima, 20% tanaman jagung rusak total dan 20% terancam rusak namun masih ada harapan untuk diselamatkan. Sedangkan 60% sisanya tidak terpengaruh. Jadi lebih banyak yang tumbuh subur," katanya.
Kerusakan tanaman jagung, kata Widaya Krisna, dialami petani di Burneh, Arosbaya, dan Socah. Wilayah ini tanahnya dataran rendah, sehingga kesulitan untuk membuang kelebihan air.
Sedang di wilayah dataran tinggi (tanah tegalan) pengaruhnya sedikit. Kelebihan air hujan bisa mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Namun para petani yang jagungnya rusak segera beralih menanam padi. "Memang dampak negatif hujan ini pada tanaman jagung. Positifnya petani langsung menanam padi. Ini bisa menambah stok beras nantinya," harapnya.
Walau ada kerusakan tanaman jagung, tidak mempengaruhi target produksi. Pada 1998 produksi jagung di Bangkalan diestimasikan 174.487 ton dari areal 89.942 ha. Ada peningkatan dibandingkan 1997 yang tercatat sebanyak 156.895 ton dari areal tanam seluas 83.008 ha.
"Saya pikir pengaruhnya tidak terlalu besar, walau ada beberapa wilayah tanaman jagung rusak," ungkapnya. (kas)