Rabu, 3 Maret 1999 | Jawa Pos |
Noer mengatakan, pemberian subsidi itu merupakan kebijakan mendasar karena pelaksanaannya akan membantu semua warga yang kini menderita karena matinya listrik. "Subsidi itu diberikan hingga listrik menyala normal," tambahnya.
Menurutnya, pemberian bantuan dan sumbangan dari pejabat, instansi maupun lembaga berupa lampu templek, petromak, genset dan lainnya memang membantu, tapi tidak menyentuh semua warga. "Bantuan itu hanya bisa dinikmati sebagian warga saja."
Padahal, lanjutnya, padamnya listrik itu berlaku massal. Dan, pada kenyataannya yang paling menderita adalah masyarakat bawah, penghuni mayoritas di pulau itu. Ditanya bagaimana pernyataan Presiden Habibie, Noer mengaku presiden mengatakan akan memperhatikan. "Baik Pak Noer saya perhatikan," ucapnya menirukan Habibie.
Noer mengatakan dia membutuhkan jaminan dari pejabat penentu kebijakan, mengingat masalah padamnya listrik di Madura itu, dibutuhkan satu ketegasan sikap. Menurut Noer, sebetulnya dia sudah berupaya mencari Gubernur Imam Utomo. Hanya saja, pada waktu itu gubernur sedang kunjungan kerja ke Madura, sehingga agak sulit untuk dihubungi.
Kepada presiden, Noer juga minta adanya jaminan kelancaran pasokan dari kebutuhan minyak tanah di sana. Sebab, saat ini, bahan bakar itu sudah menjadi komoditi langka, sehingga harganya naik berlipat-lipat. Di Pamekasan, lanjut Noer, minyak tanah dibeli dengan harga Rp 1000. Itu pun untuk mendapatkannya harus antre berjam-jam dan jumlah pembeliannya dibatasi.
Ditanya apakah ada kekhawatiran lain - selain dampak sosial-ekonomi - dari tragedi kegelapan Madura itu, Noer menganggukkan kepalanya. "Provokator," tegasnya. Menurut dia, kondisi yang dialami Madura saat ini, diakui atau tidak bisa menjadi ladang empuk bagi provokator untuk bertindak sesuai dengan kemauannya. (dh)
top | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |