"Ini data terbaru, dulu banyak yang belum terdata," kata Rosyidi. Para santri itu berasal dari wilayah Sambas, Singkawang, Senggauledo, dan Pontianak. Di Gondanglegi mereka tersebar sedikitnya di tujuh ponpes yang ada di Desa Ganjaran, Putukrejo, dan Desa Sukosari.
'Tangan di Bawah'
Ratusan santri asal Kalbar tersebut terkena dampak kerusuhan etnis yang meletus kali pertama di Sambas. Selain tidak bisa berkomunikasi dengan orangtua dan keluarganya, kiriman (wesel) dari orangtua, Rp 100 ribu-Rp 200 ribu/santri, jadi macet.
"Bahkan, kami tak tahu di mana orangtua kami sekarang berada," kata Aji Masaji, pemuda berdarah Madura yang terlahir dan besar di Desa Sekabau, Kecamatan Telokramat, Kabupaten Sambas. "Kami risau setiap hari," sambung Achmad Amin, asal Desa Sungai Ambangan, Kec. Sungai Raya, Pontianak, dalam nada pedih.
Kondisi seperti itu, bagi para santri asal Kalbar, telah begitu membuat luntur pelajaran akhlak yang selama ini diterima dari para guru ngajinya.
Jika selama ini mereka diajarkan untuk tidak hidup menggantung pada orang lain, dan bahwa tangan di atas (memberi) lebih baik ketimbang tangan di bawah (menerima), sekarang para santri tanpa sadar setiap hari "meletakkan tangan di bawah", mengharapkan pemberian.
"Kalau tidak, dari mana kami makan? Pihak pondok tak selamanya mampu menghidupi ratusan santri," kata Rosyidi. Iskab pun berterima kasih atas perhatian pejabat setempat yang memperhatikan nasib mereka.
Sebelum Pemda Kab. Malang membantu beras, pihak Kantor Camat Gondanglegi juga mengirim bantuan 1,4 ton beras. Bantuan yang dialamatkan kepada Iskab Malang di Gondanglegi itu, didistribusikan kepada tujuh ponpes, tempat sekitar 1.500 santri asal Kalbar menuntut ilmu.
Pengurus Wilayah NU Jatim juga telah mengirim bantuan 3,5 kuintal beras, tapi khusus untuk santri di Ponpes Roudlotul Ulum I. Tiap santri kebagian 3 kg.
Bantuan uang pun ada, meski baru sekali. "Ada bantuan uang dari IKKB (Ikatan Keluarga Besar Kalimantan Barat), Rp 450 ribu, dan dibagikan kepada santri yang benar-benar diketahui rumahnya hancur atau dibakar," ujar Rosyidi. (F. Rozy Ariandi)
top