back |
|
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment for Maintaining Professional Vitality
|
MADURA MASA LALU KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG
Sebuah Tinjauan Perilaku Ekonomi
oleh Drs.Ec. H. Eddy Juwono Slamet, M.A.
Makalah ini disampaikan dalam Seminar Nasional Teknik Elektro 1999,
tanggal 27 Maret 1999, di Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya
PENDAHULUAN
Sudah sejak lama Madura telah menjadi pembicaraan masyarakat, sekalipun pulau yang satu ini tidak besar akan tetapi penduduknya mempunyai kepribadian yang khas dan menarik untuk dibicarakan. Bila bepergian di seantero kepulauan di Indonesia hampir dapat dipastikan kita akan bertemu dengan orang yang berasal dari Madura.
Sosok orang Madura akan segera dikenal oleh siapapun karena mereka memang mempunyai ciri tersendiri, khususnya bila mereka berbicara. Penjual sate, soto, tukang potong rambut tradisional atau penjual barang bekas di mana-mana umumnya orang Madura. Oleh karenanya soto dan sate yang paling terkenal adalah soto dan sate Madura, saking terkenalnya ada juga sekalipun memakai label Madura akan tetapi penjualnya bukan orang Madura.
Untuk mempertahankan hidupnya atau untuk mencapai tujuan hidupnya orang Madura tidak segan-segan melakukan ke tempat lain. Hal ini tidak saja mereka lakukan pada saat kini di mana transportasi sudah sedemikian majunya karena kemajuan teknologi akan tetapi sejak jaman kerajaan dan penjajahan Belanda mereka telah melakukannya, utamanya sebagai reaksi terhadap perlakukan penguasa pada saat itu. Rasanya tidak terlalu berlebihan mengapa mereka melakukan hal tersebut, karena mereka belajar agama di mana hijrah Muhammad SAW menjadi acuhannya.
Sebagaimana orang agraris pada umumnya masyarakat Madura di perantauan selalu terikat pada tanah leluhurnya sehingga pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke Madura biasanya pada waktu Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi. Pada saat itulah lalu lintas penyeberangan feri menjadi padat sekali dalam waktu setidak-tidaknya selama seminggu. Tentu saja mereka datang dengan membawa uang dan barang di perantauan untuk dibagikan kepada sanak saudara di kampung halamannya. Uang ini mengalir ke kampung halaman pada waktu mereka pulang ada kalanya mereka yang telah berhasil di perantauan mengirim uang ke tempat asal kepada keluarga yang ditinggalkannya untuk keperluan konsumsi atau dipakai untuk modal kerja.
Menabung merupakan salah satu kebiasaan orang Madura tidak saja dalam bentuk uang akan tetapi juga dalam bentuk perhiasan emas. Tabungan ini digunakan bukan saja untuk berjaga-jaga akan tetapi pada umumnya mereka gunakan untuk pergi haji ke tanah suci Mekah. Untuk pergi ke tanah suci mereka melakukan upaya sekuat tenaga karena kepergiannya adalah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana diwajibkan oleh Agama, dan masyarakat Madura yang lain memberikan penghargaan yang tinggi dengan menempatkan mereka yang pergi haji sebagai orang yang mempunyai status yang lebih dari masyarakat biasa. Kepergiannya akan dihantarkan dengan sebuah kebesaran dan kedatangan dielu-elukannya, mereka menganggap haji bukan hanya sebagai sebutan, lebih dari itu mereka dianggap sebagai orang suci. Tentu saja peristiwa ini menimbulkan kegiatan ekonomi yang besar, kalau kita pandai-pandai memanfaatkannya sebagai peluang.
atas
LETAK DAN KEADAAN ALAM PULAU MADURA
Secara administratif pulau Madura yang dulunya tergabung dalam sebuah ex karesidenan Madura dengan ibu kota Pamekasan merupakan salah satu bagian dari Propinsi Jawa Timur.
Ex Karesidenan Madura ini secara administratif dibagi selain 4 kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep selain 4 kabupaten tersebut pulau Madura juga mempunyai kawasan kepulauan sebanyak 77 pulau semuanya terletak di Kabupaten Sumenenp dan hanya satu di Kabupaten sampang.
Wilayah administrasi pulau Madura terdiri dari:
Tabel 1
WILAYAH ADMINISTRASI
No |
Keterangan |
Bangkalan |
Sampang |
Pamekasan |
Sumenep |
Jumlah |
1 |
Pembantu Bupati |
5 |
4 |
4 |
7 |
20 |
2 |
Kecamatan |
18 |
12 |
13 |
25 |
68 |
3 |
Kelurahan |
11 |
6 |
5 |
4 |
26 |
4 |
Desa |
273 |
180 |
178 |
328 |
959 |
Sumber: Jawa Timur Membangun, 1993
|
Pulau Madura terletak di timur laut Jawa kurang lebih 7 sebelah selatan dari khatulistiwa diantara 112 dan 114 bujur timur. Luas Pulau Madura 4.887 Km2,. Panjangnya kurang lebih 190 Km dan jarak yang terlebar 40 Km. Pantai utara merupakan suatu garis panjang yang hampir lurus. Pantai selatannya di bagian timur mempunyai dua teluk yang besar terlindung oleh pulau-pulau, gundukan pasir dan batu-batu karang.
Batas-batas administrasi Pulau Madura adalah:
- Batas sebelah utara: Laut Jawa
- Batas sebelah selatan: Selat Madura
- Batas sebelah timur: Laut Jawa
- Batas sebelah barat: Selat Madura
Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Iklim di daerah ini adalah tropis dengan suhu rata-rata 26,90C. Musim kemarau kering rata-rata 2-4 bulan atau pada musim kemarau panjang 4-5 bulan. Curah hujan rata-rata antara 1500 - 200 mm dengan jumlah hari hujan sekitar 88 hari pertahun. Suhu udara maksimum rata-rata 30,50C. Kelembaban rata-rata 79 %.
Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.
Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa, kelanjutan dari pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan lembah solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.
Penggunaan tanah di Madura terdiri dari:
1. | Baku sawah resmi (PU): |
|
| - Sawah tehnis | : 133.53 km2 |
| - Sawah non tehnis | : 38,49 km2 |
| - Sawah sederhana | : 17,74 km2 |
2. | Baku sawah tidak resmi (non PU): |
|
| - Sawah tehnis | : 67,69 km2 |
| - Sawah non tehnis | : 8,76 km2 |
| - Sawah sederhana | : 6,68 km2 |
3. | Sawah tadah hujan | : 603,70 km2 |
4. | Tegal | : 2,463,20 km2 |
5. | Permukiman | : 460,11 km2 |
6. | Perkebunan | : 354,49 km2 |
7. | Kawasan hutan | : 504,15 km2 |
8. | Kolam ikan | : 129,61 km2 |
9. | Lain-lain | : 100,61 km2 |
atas
KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk 1990 di Madura adalah 3.005,924 jiwa. Masing-masing kabupaten seperti yang tercantum dalam tabel 2 berjumlah 628,308 untuk Pamekasan dan yang terbanyak kabupaten Sumenep 933.741. Jumlah ini adalah mereka yang berdomisili di Pulau Madura sendiri, sedangkan mereka yang tinggal di luar pulau suku Madura diperkirakan jumlahnya dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang berdomisili di Pulau Madura. Tingkat pertumbuhan penduduk di Madura termasuk rendah terutama untuk daerah Sumenep dan Bangkalan, selama periode 1980-1990, masing-masing 0,87 dan 0,89% per tahun. Sedangkan Sampang dan Pamekasan angka pertumbuhan penduduknya selama periode yang sama masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan Jawa Timur di mana pada periode 1980-1990 masing-masing 1,52 dan 1,54% per tahun, sedangkan untuk Jawa Timur secara keseluruhan hanya 0,98%. Angka pertumbuhan penduduk yang lebih rendah dari angka pertumbuhan Jawa Timur adalah Bangkalan dan Sumenep, hal ini diduga karena dari kedua daerah ini kemungkinan untuk bermigrasi ke Jawa lebih muda, Bangkalan secara geografis adalah daerah yang paling dekat dengan Surabaya, sedangkan Sumenep tersedia transportasi ke Panarukan, dengan demikian angka migrasi dari dua derah ini cukup besar.
Pamekasan dan Sampang adalah dua kabupaten yang keikut sertaannya dalam keluarga berencana masih kurang
Tabel 2
JUMLAH DAN TINGKAT PERTUMBUHAN PENDUDUK
KABUPATEN SE MADURA 1961 - 1990
No. |
Daerah
Tinggkat II |
Jumlah Penduduk |
Tingkat Pertumbuhan / Tahun (%) |
1961 |
1971 |
1980 |
1990 |
1961-1971 |
1971-1980 |
1980-1990 |
1. |
Bangkalan |
574.346 |
631.455 |
688.362 |
750.740 |
0,96 |
0,95 |
0,87 |
2. |
Sampang |
484.886 |
535.615 |
604.541 |
703.135 |
1,01 |
1,34 |
1,52 |
3. |
Pamekasan |
396.413 |
455.362 |
539.055 |
628.308 |
1,42 |
1,86 |
1,54 |
4. |
Sumenep |
694.547 |
762.212 |
854.925 |
933.741 |
0,95 |
1,27 |
0,89 |
Jumlah |
2.150.192 |
2.384.644 |
2.486.883 |
3.000.924 |
|
Sumber: Kantor Statistik 1981-1991
|
atas
KETENAGA-KERJAAN
Penduduk pulau Madura paling banyak bekerja di sektor pertanian (63,60%) selanjutnya di sektor perdagangan (11,10%) dan industri (9,40%) dan jasa kemasyarakatan (7,60%). Rendahnya partisipasi angkatan kerja di sektor industri disebabkan oleh karena memang terbatasnya industri yang ada di Madura. Sedangkan pertanian yang ada sebagian besar adalah pertanian lahan kering. Oleh karenanya sangat bergantung kepada musim. Namun demikian karena tidak ada alternatif lain tentu saja mereka yang ingin bekerja terpaksa memilih sektor pertanian. Pendidikan mereka umumnya rendah oleh karenanya mereka mencoba mengadu nasib di bidang informal khususnya perdagangan dan jasa. Mereka yang tidak tertampung di Madura sendiri pergi migrasi ke luar pulau. Itulah sebabnya tingkat mobilitas orang-orang Madura cukup tinggi.
Rendahnya sektor bangunan dan konstruksi menunjukkan bahwa pembangunan secara fisik di daerah Madura masih sangat terbatas, demikian pula dengan sektor pengangkutan dan perhubungan, hanya sekitar 2,60% saja mereka yang bekerja di sektor ini.
Tabel 3
PENDUDUK MADURA 1992 BERDASARKAN LAPANGAN PEKERJAAN
|
No. |
Lapangan Pekerjaan |
Presentase |
1. |
Pertanian |
63,60 |
2. |
Industri |
9,40 |
3. |
Bangunan |
3,50 |
4. |
Perdagangan |
11,10 |
5. |
Pengangkutan & Perhubungan |
2,60 |
6. |
Jasa Kemasyarakatan |
7,60 |
7. |
Lain-lain |
2,60 |
Jumlah |
100,00 |
|
Sumber: Jawa Timur Membangun 1993
|
atas
ETOS KEWIRASWASTAAN
Dalam tulisan Hub De Jonge 1990, mencatat sejarah politik dan ekonomi Madura dengan menandai tiga titik penting yaitu :
- Datangnya Kolonialisme Barat ke Pulau Madura sekitar tahun 1970
- Awal Pemerintahan Kolonial secara langsung pada pertengahan abad 19
- Kemerdekaan Indonesia tahun 1945
Ketiga peristiwa penting ini mempunyai pengaruh terhadap perubahan dalam politik dan ekonomi. Dengan peristiwa ini terjadilah perubahan pada kelakuan, hubungan dan ketergantungan politik dan ekonomii yang baru di kalangan masyarakat Madura baik internal maupun eksternal.
Selanjutnya De Jonge dengan berdasarkan titik-titik ini membedakan empat periode yang berbeda secara ekonomis dan politik dalam sejarah Madura.
Periode ini terdiri dari:
- Periode pra-kolonial
- Pemerintahan kerajaan tradisional selama waktu pemerintahan kolonial tak langsung
- Pemerintahan Kolonial langsung
- Periode sesudah kemerdekaan
atas
PERIODE PRA KOLONIAL
Sejak Belanda mengambil alih kekuasaan dari tangan Mataram, kemudian Belanda menyerahkan pemerintahan sendiri kepada raja-raja di Madura. Kekuasaan ini terdiri dari pajak, hubungan-hubungan diplomatik, penggunaan dan pembagian alat-alat kekerasan, pemerintahan dan pengadilan. Melalui raja-raja, Belanda memungut pajak dari rakyat, semula pajak yang dibayarkan berupa barang-barang. Raja tidak hanya memungut pajak dari penduduk sebesar upeti yang harus dibayarkan pada pemerintah Belanda akan tetapi juga memungut pajak lainya yang hasilnya digunakan untuk keluarga raja sendiri, kerabat, para pamong dan pengabdi.
Periode ini berjalan kurang lebih selama 1 1/2 abad, dan mempunyai dampak terhadap keadaan Madura. Karena kebijakan Belanda yang tidak lansung menangani Madura tentu saja mempunyai pengaruh terhadap perkembangan, Madura menjadi tidak berkembang atau ketinggalan dibandingkan dengan daerah lainnya. Jawa dalam periode yang sudah lama berhubungan dengan kerajaan lain di Mancanegara. Kepada raja, orang Madura harus membayar upeti, sebagian dari hasil sawahnya dan juga masih harus bekerja pada proyek pemerintah Belanda.
Pada abad 18 dan 19 mata pencaharian orang Madura adalah pertanian subsisten. Bukan hanya tanah yang bisa diairi akan tetapi mereka juga menanam di tegalan dan juga di pekarangan. Penduduk memproduksi untuk keperluan mereka sendiri, Selain petani di sepanjang pantai utara, banyak orang menangkap ikan.
Pada jaman kerajaan ini petani diwajibkan untuk membayar 1/3 atau 1/2 dari penghasilannya. Pembayaran pajak ini tidak saja dibayar dengan hasil pertanian akan tetapi juga dibayar dengan mata uang (currencies).
Dalam penelitiannya De Jonge (1990) mencatat dimana terjadi penduduk tidak mau merubah tegalan menjadi sawah karena tegalan bila sudah diairi akan disita oleh raja. Pajak atas tanah sudah sejak era kerajaan ditarik demikian pula dengan pajak rumah tangga. Selain membayar pajak penduduk juga diharuskan melakukan kerja paksa.
Pada era kerajaan ini ekonomi Madura dilambangkan sebagai ekonomi model upeti dalam mana subsisten dan pengiriman barang dan jasa pada stratum atas dari masyarakat diutamakan. Ekonomi pada massa tersebut tidak saja berorientasi terhadap agraris akan tetapi perdagangan penting sekali, menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh De Jonge pada saat itu banyak pedagang bermukim di kota-kota dan sepanjang pantai.
atas
EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL
Pada pertengahan abad ke 19 Madura mempunyai status yang sama dengan jawa, yaitu dikuasai secara langsung oleh pejabat kolonial. Raja dijadikan petugas-petugas pribumi dan digaji seperti rekan-rekannya di Jawa.
Sejak itu pajak atas tanah dan pajak rumah tangga dihapuskan menurut De Jonge (1990) pajak ini diganti dengan iuran yang relatif rendah. Sistem kerja paksa dikurangi. Pada abad ke 20 malahan kerja paksa dihapuskan. Fasilitas untuk rakyat diteruskan berupa pemeliharaan jalan raya dan pembuatan serta pemeliharaan kanal-kanal irigasi.
Petani menerima hak milik atas tanah menurut hukum barat, oleh karenanya pada masa itu seluruh pulau Madura di survei dan di petakan. Petani berhak atas segala hasil tanah mereka.
Pada mulanya pemerintahan kolonial ini tidak diterima oleh masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan sikap mereka yang pindah dari Pamekasan (1858) ke Jawa. Jumlah mereka ini ribuan, mereka baru kembali setelah menyadari bahwa keadaan tidak seburuk yang mereka duga.
Masuknya pemerintahan langsung ini mengakibatkan terbukanya pulau Madura. Pemerintah memperbaiki infra struktur seperti perluasan dan perkembangan jalan. Pertanian dirangsang untuk semakin berkembang dengan dibangunnya dam, waduk dan saluran-saluran irigasi. Pemerintah kolonial juga membentuk dinas pertanian dan dinas peternakan.
Pada tahun 1806 beberapa tuan tanah Eropa datang mengadu untung ke Madura. Mereka menyewa tanah untuk membuka perkebunan tebu akan tetapi usaha mereka ini gagal, karena penduduk lokal tidak siap.
Pemerintah kolonial memodernisasi produksi garam dan pada tahun 1989 membangun pabrik garam briket di Kalianget. Kemudian perusahaan swasta Belanda Madura Stoostra Matschapij membuka jaringan kereta api antara Kamal dengan Kalianget.
Petani pada saat itu juga mulai menanam tanaman lain selain untuk kepentingan sendiri. Pada saat itu mulailah proses komersialisasi, walaupun masih dalam skala kecil. Komoditas yang paling penting pada saat itu adalah tembakau.
Mulai saat itu kita bisa menandai adanya perkembangan dalam produksi, selain adanya produksi subsisten juga berkembang ekonomi marginal. Pada saat itu petani mempunyai tanah luas memberikan kesempatan kepada petani kecil untuk bekerja sama. Mereka tidak lagi bekerja dalam keluarga akan tetapi sudah meluas. Sistem ini bukan saja terjadi, di sektor pertanian akan tetapi juga di bidang perikanan yang menggunakan teknik penangkapan ikan yang baru dengan perahu yang lebih besar.
Pada saat itu pula industri tradisional dan industri-industri rumah tangga muncul. Perkembangan perekonomian ini ditandai pula dengan semakin meningkatnya jumlah dan identias kegiatan pelayaran. Perekonomian Madura ditandai pula oleh semakin banyaknya kegiatan rangkap dari penduduk. Seorang petani juga melakukan aktivitas menangkap ikan dan pekerjaan, ada pula yang berdagang
atas
PEREKONOMIAN SESUDAH KEMERDEKAAN
Penjajahan Jepang dan usaha Belanda untuk kembali ke Indonesia, membawa pengaruh yang buruk bagi pulau Madura. Di seluruh Madura sering terjadi kekurangan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Di beberapa desa bahkan terjadi kelaparan. Pada masa ini banyak orang-orang Madura migrasi ke pulau Jawa, sebagian penduduk laki-laki dijadikan romusha. Oleh karenanya pada pasca penjajahan dimana Residen pertama Madura sesudah kemerdekaan R. Soenarto Hadiwidjojo merupakan periode pemulihan. Langkah-langkah Residen ini meletekkan dasar-dasar kehidupan Madura pada masa kemudian. Pemerintah Daerah Madura pertama kali melakukan upaya pemberantasan buta huruf dan mendirikan sekolah-sekolah, selanjutnya langkah berikutnya adalah penghijauan dan reboisasi. Periode pemulihan ini kemudian diikuti suatu periode pembangunan selanjutnya pada periode orde baru pembangunan mulai direncanakan dengan Repelita. Sejak saat itu dana dari lembaga-lembaga nasional maupun internasional diinvestasikan untuk pulau Madura. Sebagian dari dana tersebut digunakan untuk kepentingan-kepentingan umum dan sebagian yang lain digunakan untuk proyek-proyek khusus. Komunikasi semakin lancar dan baik, listrik juga mulai masuk pedesaan Di semua desa ada sekolah dasar, di kota kabupaten sudah ada sekolah lanjutan umum dan sekolah kejuruan.
Pada sektor pertanian pembangunan dilakukan dengan memperluas areal pertanian dan juga memperkenalkan tanaman-tanaman baru seperti jambu mente dan jeruk. Demikian pula dengan perikanan, pengenalan alat tangkap baru dan penggunaan motor serta pembukaan pasar-pasar baru. Pembangunan yang dilakukan ini menimbulkan kemajuan di segala aspek kehidupan. Hal ini bisa diukur dengan naiknya pendapatan perkapita dari tahun ke tahun baik menurut harga saat ini ataupun harga konstan.
Tembakau merupakan komoditi yang dikembangkan dan hal ini merupakan contoh baik. Perdagangan tembakau semakin hari semakin meningkat. Pasar dari tembakau ini hampir seluruhnya terjadi di luar pasar setempat. Pada saat ini jangkauan jaringan perdagangan tembakau mencapai lapisan yang semakin meluas.
De Jonge mencatat bahwa proses komersialisme tidak hanya di bidang Pertanian tetapi juga dalam tingkat tertentu di perikanan dan industri kecil. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dalam pemilikan dari sarana produksi dan hubungan kerja. Secara umum bila seuah daerah diintegrasikan kedalam suatu masyarakat yang lebih luas mekanisne non personal seperti pasar sksn semakin penting. Sebaliknya bila suatu daerah kurang diintegrasikan, hubungan-hubungan personal, koalisi-koalisi atau aliansi semakin penting
Selanjutnya DeJonge berpendapat bila Madura meninggalkan status semi-periferi dalam ekonomi nasional maka karakteristik vertikal akan hilang,. Salah satu cara menurut dia adalah ditimbulkannya industri yang berfungsi sebagai penggerak dalam pembangunan yang lebih luas.
Kesimpulan dari studi De Jonge menyatakan bahwa:
- Telah terjadi banyak perubahan sosial dan ekonomi yang penting dalam periode seratus ini di Madura. Komunikasi tingkat lokal, regional, propinsi dan nasional berkembang pesat. Hal ini disebabkan oleh karena infrastruktur yang semakin baik dan tingkat pendidikan yang semakin tinggi.
- Orang Madura masih akan tetap berorientasi terhadap pertanian subsisten. Pemilikan tanah penting sekali dan tiap pemilik mencoba mempertahankan tanahnya sekalipun tanah tersebut sempit sekali.
- Pembangunan di Madura lebih mengarah kepada modernization, pembangunan dalam pengertian development belum nampak. Modernization mengandung arti suatu daerah mudah dipengaruhi oleh kesulitan-kesulitan yang terjadi dipusat. Oleh karenanya De Jonge selanjutnya menyarankan diperlakukannya variasi tanaman untuk memperkecil resiko bagi petani. Bagi pemerintah De Jonge menyarankan untuk memperkenalkan industri-industri ringan di setiap kota di Madura.
atas
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pertanian sampai saat ini (Data 1993) di seluruh kabupaten di Madura masih memberikan sumbangan yang terbesar dibandingkan dengan sektor yang lain. Namun demikian sumbangan pertanian dari data yang ada tahun 1986 sampai dengan tahun 1993 secara persentase menurun. Sektor perdagangan dari tahun ke tahun naik sumbangannya terhadap PDRB.
Penurunan sumbangan sektor pertanian ini sebenarnya harus diimbangi oleh kenaikan di sektor industri, akan tetapi dalam kenyataannya penurunan ini justru terserap oleh sektor perdagangan. Kurangnya investasi di sektor industri salah satu penyebabnya adalah keterbatasan infrastruktur yang tersedia di Madura. Lebih-lebih lagi hambatan transportasi melalui feri yang tentunya akan menimbulkan biaya bila dibandingkan dengan transport darat.
Oleh karena tidak ada investor yang mau menanamkan modalnya untuk mendirikan industri di Madura. Pertimbangan lokasi pabrik, pasar dan pelabuhan tentu saja akan menjadi pertimbangan yang menentukan lokasi sebuah industri. Industri kecil dan kerajianan rakyat yang ada di Madura masih tidak terlalu banyak namun demikian sudah ada sentra-sentra yang dapat menghasilkan kerajianan dari batu, bambu, tali dan lain sebagainya.
Sektor pertanian lebih mudah dapat menyerap tenaga kerja, karena tidak membutuhkan skil yang terlalu tinggi. Sehingga siapa saja yang hendak masuk dalam sektor ini dapat dengan mudah mendapatkannya. Sektor pertanian juga masih menyerap paling banyak tenaga kerja, di lain pihak sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto semakin menurun, hal ini akan menyebabkan pendapatan perkapita bagi mereka uamg bekerja di sektor pertanian akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor lain terutama di sektor industri.
Sektor pemerintahan di Madura ini menempati urutan ke tiga dalam sumbangannya terhadap PDRB. Sumbangan empat kabupaten di Madura terhadap PDRB 1993 Jawa timur paling tinggi dicapai oleh Sumenep (2,13%), Kemudian disusul oleh Bangkalan (1,45%), Sampang (1,35%) dan Pamekasan (0,98%). Sedangkan yang terbesar sumbangannya adalah Surabaya (15,27%), Kabupaten Malang (6,33%), Kodya Kediri (5,46%). Daerah penyumbang terbanyak pada PDRB Jawa Timur (Rp. 44.628.850,66 juta harga berlaku) adalah daerah-daerah yang mempunyai industri yang cukup banyak.
Perkembangan PDRB di Madura sangat lambat karena sedikitnya industri dan pertanian, yang masih dominan dalam kehidupan masyarakat Madura adalah pertanian lahan kering yaitu pertanian yang bergantung pada hujan.
Tabel 4
Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten-kabupaten di Madura 1990 - 1993
Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah)
S E K T O R |
BANGKALAN |
SAMPANG |
PAMEKASAN |
SUMENEP |
1991 |
1992 |
1993 |
1991 |
1992 |
1993 |
1991 |
1992 |
1993 |
1991 |
1992 |
1993 |
1 |
Pertanian |
234,70 |
249,40 |
284,40 |
236,20 |
265,20 |
300,10 |
154,40 |
165,20 |
184,90 |
348,90 |
386,50 |
422,60 |
2 |
Pertambangan dan Penggalian |
4.060,00 |
5.162,00 |
5.893,00 |
5.684,00 |
6.918,00 |
7.841,00 |
3.374,00 |
4.159,00 |
4.552,00 |
38,09 |
48,95 |
66,84 |
3 |
Industri Pengelolahan |
27,16 |
30,37 |
35,48 |
10,61 |
12,18 |
13,39 |
6.055,00 |
7.149,00 |
7.942,00 |
26,26 |
29,98 |
33,51 |
4 |
Listrik, Gas dan Air Minum |
1.655,00 |
1.920,00 |
2.034,00 |
843,30 |
992,00 |
1.018,00 |
1.489,00 |
1.721,00 |
1.774,00 |
1.326,00 |
1.499,00 |
1.545,00 |
5 |
Bangunan / Konstruksi |
12,86 |
14,44 |
16,94 |
19,57 |
22,32 |
25,90 |
15,67 |
18,27 |
21,30 |
23,48 |
26,78 |
31,06 |
6 |
Perdagangan |
101,70 |
116,90 |
137,30 |
122,60 |
141,30 |
158,30 |
89,32 |
95,58 |
109,70 |
189,60 |
209,70 |
240,80 |
7 |
Pengangkutan dan Komunikasi |
14,82 |
17,28 |
21,70 |
15,40 |
16,75 |
19,20 |
25,78 |
28,37 |
33,11 |
26,80 |
29,30 |
35,56 |
8 |
Bank dan L.K. Lain |
7.516,00 |
7.299,00 |
8.078,00 |
1.899,00 |
1.841,00 |
2.100,00 |
4.051,00 |
4.604,00 |
31.57,00 |
3.534,00 |
4.259,00 |
4.774,00 |
9 |
Sewa Rumah |
29,10 |
31,25 |
37,29 |
5.345,00 |
5.648,00 |
6.333,00 |
4.774,00 |
5.147,00 |
5.828,00 |
7.064,00 |
7.615,00 |
8.613,00 |
10 |
Pemerintahan dan Pertahanan |
54,82 |
65,07 |
74,13 |
47,03 |
50,65 |
56,99 |
53,59 |
53,99 |
61,04 |
67,90 |
76,76 |
87,07 |
11 |
Jasa-jasa |
28,03 |
29,90 |
34,18 |
19,38 |
20,91 |
23,71 |
27,57 |
29,45 |
33,36 |
43,64 |
46,63 |
53,29 |
PDRB |
516,50 |
569,10 |
657,50 |
484,60 |
544,80 |
615,00 |
386,10 |
413,60 |
468,70 |
776,40 |
868,00 |
985,70 |
Sumber: Kantor Statistik Propinsi Jatim 1994
atas
PERILAKU EKONOMI
Sebagaimana dinyatakan oleh De Jonge petani-petani sampai saat ini sebagian besar masih subsisten, terutama pada daerah-daerah yang tidak memiliki pengairan teknis. Pada musim kemarau mereka meninggalkan sama sekali tanahnya, mereka memilih pergi ke Jawa untuk mencari pekerjaan. Pada umumnya mereka yang bermigrasi ini tidak mempunyai ketrampilan untuk berkompetisi dalam kehidupan perkotaan, oleh karenanya mereka memasuki sektor jasa/informal yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan. Lagi pula mereka ini berkerja di tempat ynag dituju hanya sementara waktu. Pekerjaan ini bukan merupakan pekerjaan utama.
Keharusan untuk mempertahankan hidup dalam alam yang terbatas serta tekanan-tekanan dari penguasa pada jaman kerajaan dan penjajahan berakibat pada sikap ekonomi Madura yang selalu dapat memanfaatkan tiap peluang yang mempunyai nilai ekonomis, etos kerja semacam ini tetap dimiliki oleh orang-orang Madura sampai saat ini. Namun demikian mereka yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, melakukan aktivitas ekonomi tanpa dibekali dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis. Mereka yang seperti ini berpendirian asal mendapatkan uang dengan halal dengan melakukan usaha tanpa tergantung kepada siapapun sehingga mereka tidak terikat dan juga tidak mau terikat dengan aturan-aturan kepegawaian. Mereka lebih suka bekerja sendiri tanpa bekerja dengan upah mingguan.
Solidaritas di kalangan orang Madura sangat tinggi, hal ini ditunjukkan oleh mereka yang berhasil di Jawa atau tempat lainnya selalu akan mengajak saudara dan teman-temannya melakukan aktivitas bersama-sama, setidak-tidaknya memberikan informasi kepada mereka. Pola aktivitas di pertanian masih sangat kental di kalangan orang Madura terutama bila mereka berada di perantauan, oleh karenanya bila mereka berhasil maka mereka akan mengajak saudaranya atau teman-temannya untuk bersama-sama melakukan aktivitas ekonomi.
Sebagian besar mereka yang dibesarkan di pulau Madura pernah mendapatkan sentuhan para Kyai baik di pondok-pondok pesantren ataupun di tempat pengajian. Oleh karenanya mereka pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban-kewajiban ritual dalam hidupnya. Sosok sang guru yang disebutnya Kyai sangat dominan dalam kehidupannya kelak. Kepemimpinan formal tidak dapat mengalahkan dominasi para Kyai dalam hidup mereka. Kyai telah memberikan bekal untuk kehidupan mereka saat ini dan kelak di kemudian hari, bukan saja semasa hidup di dunia akan tetapi juga kehidupan akhirat hal ini berbeda dengan pimpinan formal yang dibebani misi pemerintah sehingga dalam tugas-tugasnya banyak memberikan beban daripada memberikan hak.
Seringkali juga ada aparat yang kurang simpatik dalam personal approachnya sehingga pemimpin yang menganut gaya demikian akan dijauhi atau dimusuhi oleh masyarakat. Sayangnya keberadaan Kyai yang istimewa ini dalam kehidupan orang Madura tidak dimanfaatkan secara maksimal ada kecenderungan masing-masing terlalu ego sentris sehingga banyak program-program pembangunan tidak dapat dilaksanakan secara mulus atau malah tidak mengenai sasaran. Tentu tidak semuanya mereka ini dalam kehidupan dapat mengamalkan sesuai dengan ajaran-ajaran agama, ada pula mereka yang tetap melakukan kewajiban-kewajiban ritual akan tetapi tidak melakukan secara utuh aspek kehidupan lainnya. Mereka yang seperti ini meyakini bahwa ajaran itu hanya acara-acara ritual saja. Oleh karenanya perilaku yang menyimpang juga terjadi pada mereka ini.
Keberadaan pulau Madura yang terpisah dengan Jawa, menimbulkan persoalan yang tidak kecil. Hal ini ditunjukkan betapa tidak mudahnya orang bepergian dari Jawa ke Madura atau sebaliknya. Seringkali perjalanan terganggu dengan antrian yang panjang ketika akan menyeberang dengan menggunakan kapal feri. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian di Madura. Jembatan yang rencananya akan dibangun menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak.
Sebagaimana hal nya dalam sejarah perekonomian yang dikemukakan oleh De Jonge perubahan pemerintahan telah membuka ketertutupan pulau Madura. Dengan demikian bila Jembatan yang menghubungkan Surabaya dengan Madura menjadi kenyataan, Insya Allah Madura akan berkembang lebih cepat.
atas
PENUTUP
Keadaan alam pulau Madura sangat berpengaruh terhadap kehidupan orang-orang Madura. Adanya Kerajaan dan penjajahan Belanda serta Jepang yang cukup lama membentuk sikap dan kebiasaan hidup orang Madura, tentu saja termasuk dalam kehidupan perekonomian mereka.
Sudah sejak lama mereka tidak pernah menggantungkan hidupnya terhadap pemerintah. Kemandirian ini terbentuk salah satunya karena adanya tekanan-tekanan. Oleh karenanya orang Madura terbiasa dengan kehidupan keras, penuh tantangan namun tetap penuh dengan rasa optimis. Mereka percaya terhadap Yang Maha Kuasa akan selalu memberikan segala sesuatunya apabila kita berusaha.
Hidup keras tidak pernah lelah dan tidak mengenal waktu apapun yang halal akan dijadikan sebagai peluang dalam kehidupan orang-orang Madura.Prinsip-prinsip ekonomi tentang nilai suatu barang, di mana akan mempunyai nilai karena kelangkaan dan kegunaannya dipahami benar-benar oleh mereka yang berusaha gigih, sekalipun mereka tidak pernah mengenyam bangku kuliah.
Dalam sebuah usaha yang berhasil, di bidang perdagangan ataupun industri orang-orang Madura akan mengikut sertakan teman atau saudaranya dengan menggunakan norma-norma yang ada dalam ilmu manajemen tanpa mengistimewakan kerabat atau teman-temannya. Setelah lima puluh tahun Indonesia merdeka tentu saja semua tingkatan dalam perekonomian nampak keberadaan orang-orang Madura. Demikian pula dalam bidang pemerintahan dari penjaga malam sampai pada mentripun orang Madura ada. Kemerdekaan telah memberikan perubahan dalam kehidupan orang-orang Madura. Hal ini didapatkan karena adanya kesempatan yang sama diberikan kepada semua warga negara untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, yang demikian ini tidak akan didapatkan dalam alam penjajahan. Orang Madura banyak yang sekolah dari sekolah dasar sampai dengan pendidikan tinggi, dari guru sampai dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan agama semasa mereka masih kanak-kanak sangat melekat pada setiap orang Madura. Oleh karenanya pada umumnya orang Madura taat melakukan ibadah. Kebiasaan ini tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Dengan demikian keberadaan para Kyai dalam masyarakat menjadi sangaat dominan. Demikian pula dalam dunia perdagangan dari penjual barang bekas sampai dengan pengusaha besar, orang Madura juga berperan. Kemauan dan semangat salah satu suku di Indonesia ini merupakan sebuah potensi yang perlu dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA