back
Serambi MADURA PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Senin
20 Desember 1999
Suara Indonesia


Saat Madura Ingin Menentukan Nasib
Atur Strategi, Jangan Keburu Minta Provinsi


Suatu hari tahun 1996, Komisi D (pembangunan) DPRD Jatim melakukan perjalanan menyusuri jalanan di pulau Madura. Saat itu, kabar industrialisasi sangat lengket dengan nama Madura.
Namun perjalanan ke empat kota kabupaten di Madura itu tidaklah nikmat, bayangkan saja, bus Pemda warna biru yang ditumpangi rombongan wartawan dan anggota komisi D itu harus senantiasa terhenti saat berpapasan di jembatan kecil atau pun besar, untuk memberi kesempatan kendaraan lain yang lewat.
Akhirnya diambil kesimpulan bahwa Madura memang belum siap. Setelah tiga tahun, kondisi jalan itu tidak berubah. Padahal infrastruktur terpenting untuk mendukung industrialisasi adalah sarana transportasi. Berikut ini tulisan wartawan Suara Indonesia, Herdarmono El Sidarto, Nugroho, dan Wijayanto soal kemungkinan 'lepasnya' Madura.


BEBERAPA tahun setelah itu, setelah reformasi berjalan, kegerahan masyarakat Madura mulai merambati nadi mereka. Maka otonomi dan otorita menjadi lirikan dan pilihan yang mungkin bisa dilaksanakan saat Jakarta tak punya kekuatan mengikat kencang-kencang. Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah jadi provinsi sendiri, lepas dari Pemda Jawa Timur yang tak kunjung membangun jembatan Suramadu (Surabaya - Madura).

Soal provinsi bukanlah jalan buntu. Sejak awal, Menteri Negara Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid, telah memberi sinyal ke arah itu.

Selain itu, Ryass juga mengakui bila dilihat secara geografis dan potensi yang dimiliki Madura bisa menjadi provinsi tersendiri yang lepas dari Jawa Timur.

Namun, ide Provinsi Madura sendiri di kalangan masyarakat dan tokoh Madura belum begitu populer dan masih terjadi silang pendapat. Beberapa tokoh seperti mantan gubernur Jatim Moch Noer dan Jend (purn) R Hartono menganggap gagasan itu tidak begitu penting, karena yang esensi adalah mensejahterakan Madura.

"Asal semua kalangan masyarakat dan DPRD setuju, dewan siap memproses pembentukan Provinsi Madura bersama pemerintah atau Meneg Otonomi Daerah," kata Wakil Ketua II DPR, Ferry Mursidan Baldan yang juga hadir dalam pertemuan di Heritage Club saat itu.

Menurut Ferry, Komisi II DPR dalam raker pernah membahas pemekaran beberapa provinsi termasuk Madura. Selain dimaksudkan memberikan otonomi yang luas kepada daerah, pemekaran itu hendaknya merupakan wujud keinginan masyarakat daerah itu sendiri.

Pertemuan demi pertemuan akhirnya digelar oleh putra-putra Madura. Namun sampai sebegitu jauh yang muncul ternyata bukan kristalisasi semangat otonomi, tetapi kesedihan melihat sumber daya manusia di Madura yang tak tertangani dengan baik.

Maka ide merealisasikan jembatan Suramadu, yang lama terkatung-katung, akhir muncul kembali. Entah karena didesak atau apa, pekan ini Gubernur Jatim, Imam Utomo, kabarnya menemuai Presiden Abdurrahman Wahid untuk membicarakan pembangunan jembatan itu.

OTORITA

Akhirnya sebuah ide yang (mungkin) kontroversial muncul. Madura menjadi daerah otorita. Ya, seperti Batam, ini mungkin bisa menjawab sikap Pemda Jatim yang kata mereka kurang perhatian. Padahal, sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tersedia memberi peluang.

Badan otoritanya diproyeksikan terdiri dari unsur pemerintahan bersama dengan ulama, cendekiawan, profesional, dan tokoh masyarakat dari wilayah Pantai Utara dan Madura (Pantudura).

Nantinya, organisasi yang mengelola pembangunan Pantudura adalah lembaga bisnis yang berbadan hukum yang disebut Badan Otorita Pembangunan Pantai Utara dan Madura (Pantudura Development Authority Board) dengan wilayah Bangkalan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, dan Banyuwangi.

"Kalau Madura akan dikembangkan menjadi provinsi sendiri akan rugi, sebaiknya membentuk badan otorita dahulu, baru kemudian membentuk provinsi. Kalau sekarang menjadi provinsi, mencari utangan ke Brunei saja susah, dan asetnya apa," Prof Dr Suroso Imam Djazuli.

Menurut Suroso, Madura mempunyai banyak potensi sumber daya alam dan peluang bisnis yang bisa diandalkan seperti perbankan, tembakau, garam, perikanan, dan hutan bakau yang bisa dimanfaatkan untuk korek dan tusuk gigi.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia dan Direktur Indef, yang putera Madura, Dr Didik J. Rachbini, mengatakan pembangunan di Madura seperti jalan di tempat.

"Semenjak saya kecil hingga sekarang, gedung yang termegah di Madura adalah gedung sentral karesidenan peninggalan Belanda, sehingga bila pembangunan Madura terhenti, maka gedung termegah 100 tahun mendatang kemungkinan masih tetap gedung karesidenan itu," kata Didik saat menjadi pembicara dalam acara pertemuan Masyarakat Madura se-Indonesia di Heritage Club beberapa waktu lalu.

Ia lalu membandingkan antara Madura dengan Brunei Darussalam berdasarkan jumlah penduduk. Madura yang kini memiliki jumlah penduduk 3.055.590 jiwa belum mempunyai perguruan tinggi ternama. Sebaliknya di Brunei yang berpenduduk hanya 200 ribu jiwa banyak berdiri perguruan tinggi berkualitas. ###

top


Hanya Menang Satu Strip di Atas Pacitan


SEBERAPA jauh sebenarnya kemampuan riil Madura? Betulkah kata banyak orang, bahwa keinginan menjadi otonomi bahkan otorita hanyalah nafsu besar tapi kurang tenaga.

Mungkin data Badan Pusat Statistik tingkat I Jawa Timur, dalam "Jawa Timur dalam Angka 1998" bisa bercerita.

Siapa sangka kalau empat kabupaten yang ada di sana (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) ternyata hanya Sumenep yang realisasi penerimaan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk tahun 1998/1999 tertinggi, sekitar Rp 1.272.652.000.

Jumlah itu masih jauh di bawah kabupaten lain di Jawa Timur, kecuali Pacitan yang memang sudah dikenal miskin, dengan total penerimaan Rp 1.259.941.000.

Sedangkan realisasi penerimaan PBB terrendah untuk kabupaten di pulau Madura dipegang oleh Sampang, dengan Rp 787.568.000. Disusul oleh kabupaten Pamekasan sebesar Rp 819.540.000 dan Bangkalan dengan nilai penerimaan PBB Rp 917.379.000.

Madura masih menjadi satu bagian dari Provinsi Jawa Timur, namun dibandingkan dengan Gresik, Lamongan, dan Tuban, realisasi penerimaan PBB juga kalah jauh. Sebab Gresik sudah mencapai Rp 8.374.624.000, Lamongan Rp 4.211.661.000, dan Tuban Rp 4.882.531.000.

Apalagi jika dibandingkan dengan kabupaten Pasuruan yang sudah mencapai angka Rp 9 miliar, tepatnya Rp 9.090.852.000, meskipun Pasuruan sebagai kota madya hanya Rp 713.722.000, terrendah dalam realisasi penerimaan PBB kodya di Jatim.

Demikian juga dengan reallisasi penerimaan APBD di sektor pajak daerah. Bangkalan hanya mampu merealisasikannya sebesar Rp 626.000.000, Sampang Rp 395.000.000, Pamekasan Rp 901.000.000, dan Sumenep Rp 844.000.00. Meskipun masih lumayan jika dibandingkan dengan Pacitan yang mencatat rekor Rp 572.000.000 dan Bondowoso Rp 801.000.000.

Termasuk realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor laba perusahaan daerah. Bangkalan dan Sampang masing-masing hanya Rp 3.000.000, Rp nol, dan Sumenep sebesar Rp 32.000.000. Dan, PAD sektor penerimaan dinas, Rp nol untuk Bangkalan, Sampang Rp 44.000.000, Pamekasan Rp 231.000.000, dan Sumenep Rp 90.000.000.

Jika dilihat dari jumlah penduduk, pulau Madura memiliki potensi yang cukup besar. Bangkalan misalnya, data 1997 menunjukkan jumlah sekitar 732.123 jiwa, Sampang 707.923 jiwa, Pamekasan 664.527 jiwa, dan Sumenep 954.215 jiwa penduduk. Jumlah ini lebih besar dari Madiun, Magetan, dan Ngawi, yang masing-masing sejumlah 650.133 jiwa, 674.367 jiwa, dann 845.803 jiwa.

Di bawah Banyuwangi, pulau Madura memiliki potensi perikanan, terutama perikanan yang cukup besar. Bahkan tertinggi kedua setelah Banyuwangi yang mencapai 56.737 ton tahun 1998. Data menunjukkan, potensi Bangkalan untuk perikanan laut mencapai 11.596 ton, perairan umum 55 ton, tambak 1.157 ton, sawah 31 ton, dan kolam 5 ton, atau secara total mencapai 12.843 ton.

Sampang untuk perikanan laut mampu menghasilkan sekitar 16.518 ton, perairan 27 ton, tambak 1.157 ton, dan kolam 29 ton, atau total mencapai 17.773 ton. Pamekasan 10.898 ton untuk perikanan laut, perairan umum 40 ton, tambak 140 ton, atau total 11.114 ton. Sedangkan Sumenep mencapai 25.199 ton untuk perikanan laut, 35 ton perairan umum, 606 ton untuk tambak, dan 14 ton untuk kolan, atau 25.854 ton secara total.

Meski perikanan laut cukup besar, tetapi kurang didukung dengan pengadaan kapal motor. Mereka hanya mengandalkan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. ###

top


Bangun Dulu Jalan Tol 150 km

YANG namanya garam di pulau Madura memang berlimpah, namun sampai saat ini cerita kesuksesan petani garam tak pernah terdengar. "Kita punya banyak garam, namun tak ada upaya untuk membuka pengepakan yang lebih bagus untuk diekspor atau apa," kata seorang pemuda kelahiran Madura yang meyakinkan, bahwa daerahnya bukan daerah mati yang tandus.

Soal besarnyaa potensi garam itu memang dibenarkan oleh Pengamat Ekonomi Unair, Prof Dr Suroso Imam Zadjuli. Namun belum cukup. "Infrastrukturnya berupa akses jalan tol yang menghubungkan Ujung Kamal sampai Kalianget sejauh 150 km harus dibangun," katanya seolah memberi kunci pemecah.

"Ini untuk meningkatkan nilai tanah di sana, yang berdampak pada meningkatkan pendapatan daerah melalui PBB," kata Suroso.

Pembangunan infrastruktur berupa jalan ini, juga akan merangsang tumbuhnya sektor lain sebagai penggerak sektor ekonomi di Madura. Seperti meningkatkan nilai jual tanah, pembangunan fasilitas perdagangan, dan meningkatkan arus lalu lintas perdangan.

"Tetapi sebelum membangun jalan tol di Madura, perlu dibangun dulu jalan di pantai utara Jatim, dari eks Karesidenan Besuki sampai Porong," tutur Dekan FE Unair ini. Pasalnya, di sekitar pantai utara Jatim ini tinggal warga Madura asli, Jawa asli, dan keturunan Jawa-Madura.

Menurut Suroso, dalam membangun Madura harus memperhatikan ciri khas masyarakatnya. Artinya, mereka sangat paternalistik dan butuh adanya teladan. "Kalau pantai utara sudah bisa dibangun dan masyarakat Madura di sana sudah bisa menerima, maka yang di Madura akan bisa meniru." Lalu bagaimana model pembangunan jalan tol yang akan dibangun di Madura nantinya, Suroso mengusulkan model penggabungan double way roads (Thailand) dengan Pinang Bridge (Malaysia).

Jika jalan tol yang ada sekarang memiliki pagar pembatas, maka jalan tol yang akan dibangun itu tanpa pagar pembatas, untuk menghidupkan daerah kanan dan kiri sepanjang jalan tol. Dengan adanya jalan tol itu, maka banyak sektor, yang menurut Suroso, bisa dikembangkan. Mulai dari perdagangan, industri, peternakan, pertanian, sampai perumahan. Seperti industri garam yodium dan garam industri, paberik pengalengan ikan, industri kapur, paberik mente untuk ekspor, karapan sapi, peternakan sapi, industri daur ulang, tekstil, dan perumnas. ###