back | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
Kamis, 15 April 1999 | Jawa Pos |
Datang Lagi, 6.000 Pengungsi Sambas
Informasi Keliru, Jamsostek Buka Praktik Darurat
Surabaya, JP.-
Gelombang pengungsi dari Sambas sekitar pukul 06.00 kemarin datang lagi di Pelabuhan
Tanjung Perak. Kali ini jumlahnya lebih besar, sekitar 6.000 orang atau empat kali lipat
angka awal yang dilaporkan kepada "panitia penyambutan".
Melonjaknya jumlah pengungsi itu cukup menyulitkan. Urusan transportasi, misalnya. Korem 084/Bhaskara Jaya dan Sentra - lembaga pendidikan bahasa Inggris - hanya menyiapkan 10 truk militer dan 10 bus Damri untuk mengantarkan mereka ke Madura. Walhasil, meski sudah berdesak-desakan, pengungsi dari Sambas itu tak bisa langsung terangkut semua. Sebagian mesti menunggu kendaraan tambahan.
Urusan penampungan pun mesti dipikirkan lagi. "Sesuai informasi, saya hanya menyiapkan penampungan untuk 70 orang. Mereka saya sebar di rumah-rumah penduduk. Ternyata, yang ngungsi di desa saya membengkak jadi 200," kata H Marsatu, kepala Desa Klabutan, Sepulu, Bangkalan. Bersama beberapa kepala desa lain, Marsatu kemarin ikut menjemput para pengungsi yang menggunakan KM Bukit Raya itu.
Penyambutan pengungsi Sambas kemarin terlihat jauh lebih bagus dibandingkan gelombang pertama akhir bulan lalu. Selain siap transportasi, sukarelawan gabungan - termasuk IKMI (Ikatan Keluarga Madura Indonesia) dan Jemaat Gereja Allah Wisma Tiara - itu memberikan konsumsi dan pelayanan kesehatan.
Tapi, karena informasinya keliru, Jamsostek Cabang Tanjung Perak yang memberilan layanan kesehatan terpaksa membuka praktik darurat. Tak ada bilik untuk memeriksa pasien. "Informasi yang kami terima, pengungsi itu datang di Gapura Surya. Semua perlengkapan telanjur kami siapkan di sana," jelas Kepala Cabang Jamsostek Tanjung Perak Sutrisno F. Pelayanan kesehatan ini bekerja sama dengan Sentra dan Universitas Wijaya Kusuma.
E. Hume Jephcott, Ph.D, sukarelawan asing, menuturkan, ia membantu para pengungsi karena hatinya terketuk. "Saya sering terlibat aksi kemanusiaan di Madura. Makanya, kali ini saya juga ikut," katanya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
Akhirnya, di dekat tumpukan besi tua yang tak teratur, para pengungsi yang mengalami gangguan kesehatan itu pun dilayani. Pasien yang diperiksa pun terpaksa harus rela lesehan. Penyuntikan pun dilakukan di udara terbuka. Keluhan terbanyak, menurut Sutrisno, adalah gangguan pencernaan dan gatal-gatal.
Salah satu pasien yang dilayani di pos kesehatan kemarin dalam kondisi lumpuh. Hasan Hirudin yang asal Tebas, Sambas, ini mengungsi bersama empat anggota keluarganya. Nasibnya begitu mengenaskan. Sudah kondisinya lumpuh, harta yang tersisa berupa uang Rp 1 juta, gelang, dan anting-anting, yang disimpan dalam kresek, ternyata hilang dalam perjalanan. "Semoga ada bantuan bagi para pengungsi seperti saya ini," harapnya. (ami)