back | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
23 Juni 1999 | SiaR |
PARA PENGUNGSI MADURA DISERANG BUSUNG LAPAR PONTIANAK (SiaR, 23/6/99) - Para pengungsi di sejumlah tempat pengungsian di kota Pontianak makin krtis. Jumlah anak-anak balita yang meninggal terus meningkat. Kebanyakan dari mereka diduga keras karena busung lapar. Kondisi terparah dari empat tempat pengungsian di kota Pontianak adalah di GOR Pangsuma. Di tempat ini hampir dua hari sekali terjadi kematian balita. Bahkan dari pengamatan di tempat pengungsian GOR Pangsuma dan Asrama Haji, belakangan ini bayi-bayi yang ada dalam kondisi mengenaskan. Kurang makan dan kurang gizi. Sebagian dari mereka menderita sakit demam, gatal-gatal dan diare. Kondisi sebagian dari mereka sudah lemah, perut buncit, mata cekung, badannya hanya terbalut kulit terbaring lunglai tak berdaya di tikar yang menutupi lantai gedung terbuka GOR Pangsuma dan gedung pertemuan Asrama Haji itu. "Mirip korban kelaparan Ethiopia," ujar salah seorang wartawan, Rabu (23/6). Bahkan ada beberapa balita yang akhirnya terhambat pertumbuhannya. Dijumpai ada beberapa bayi berumur setahun hanya sebesar botol bir dengan kondisi kulit yang penuh bintik-bintik merah. Dari data resmi terakhir yang dikeluarkan pemerintah Kalimantan Barat, selama tiga bulan ini telah meninggal 60 balita dan 37 orang dewasa. Namun dari penuturan para relawan posko Komite Kemanusiaan yang berada di masing-masing kompleks pengungsian, jumlah pengungsi yang meninggal sudah mencapai angka 115 orang. Dari data itu, kebanyakan adalah anak-anak dan balita. "Perubahan data lapangan ini memang cukup lambat dilakukan oleh pemerintah," kata salah seorang anggota Posko Relawan. Relawan ini juga menyesalkan sikap dari pemerintah yang seolah-olah tidak mempedulikan lagi nasib para pengungsi. Memburuknya kondisi kesehatan para pengungsi ini, diduga keras karena makin minimnya jatah makanan yang diberikan kepada mereka belakangan ini. Sementara mereka sudah tidak punya sumber penghidupan yang lain. "Pemerintah seolah menginginkan para pengungsi untuk segera memasuki lahan relokasi di Tebang Kacang dengan mengintimidasi melalui jatah makanan dan perlakuan terhadap mereka," tutur sumber SiaR. Menurut pengakuan para pengungsi, setiap harinya mereka mendapatkan jatah dua kali makan dengan menu satu piring nasi, satu mangkok sayur dan kadang dengan lauk tempe dan ikan asin. Jatah tersebut berlaku untuk semua umur, termasuk bayi dan balita. Hanya saja, untuk bayi dan balita, dijatah bubur kacang hijau setiap minggu hanya dua kali saja. Hingga saat ini, menurut catatan Pemda Kalbar, jumlah pengungsi yang sekarang masih berada di kamp-kamp penghungsian di wilayah Kalbar masih sekitar 20 ribu orang. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan sewaktu kerusuhan pecah di Sambas. Menurunnya jumlah pengungsi ini, menurut sumber SiaR berkaitan dengan kepulangan mereka ke Jawa Timur dan atau menumpang ke rumah-rumah saudara mereka di Kalbar. "Dari target 500 KK yang akan dipindahkan ke Tebang Kacang, hanya 8 KK," kata salah seorang relawan. Ada pun kalkulasi para pengungsi di beberapa wilayah di Kalbar, menurut data terakhir Pemda Kalbar antara lain di:
|