Bangkalan, JP.
Para ulama yang tergabung dalam BASRA (Badan Silaturrahmi Ulama Madura), mengeluarkan pernyataan refleksi akhir tahun 1997, menyongsong tahun baru 1988 dan SU-MPR. Menariknya, dalam refleksi yang disebut Mauidhoh Hasanah (catatan untuk kebaikan, Red) itu, BASRA menyatakan berbagai peristiwa yang terjadi selama tahun 1997, akibat belum sepenuhnya amanat GBHN 1993 dilaksanakan ddalam proses pembangunan nasional. Untuk itu, BASRA menyarankan diadakan "Taubat Nasuha" secara nasional.
Mauidhoh Hasanah yang ditandatangani oleh koordintaor BASRA, KH Abdullah Schal, KH Nuruddin A Rachman SH, KH M Dhovier Shah, KH Masykur Rosyad, KH M Rofii Baidlowi, KH Ali Karrar Shonhaji, KH Machfud Al-Husainy dan KH Tidjani Djauhari MA, juga menyoroti merosotnya kualitas moral dan jatidiri bangsa. Sehingga timbul penyimpangan dan ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini ditandai dengan kian maraknya kejadian kriminalitas, korupsi, kolusi, monopoli, budaya hidup bebas, aborsi masal dan beberapa peristiwa besar seperti aksi kerusuhan, kebakaran hutan, kecelakaan dan terakhir yang paling "berat" adalah terjadinya krisis moneter yang dampaknya cukup melumpuhkan perekonomian nasional.
"Semua itu, merupakan peringatan Allah SWT kepada bangsa kita, khususnya para penyelenggara pemerintahan dan MPR/DPR agar melakukan introspeksi atas segala kesalahan-kesalahan serta melakukan 'Taubat Nasuha'secara nasional. Supaya, tidak terjadi lagi musibah lebih besar dimasa mendatang," tulis koordinator BASRA sebanyak sepuluh lembar yang dikirimkan ke Jawa Pos, kemarin.
Selain memberikan catatan untuk kebaikkan dan mengajak "Taubat Nasuha" menyongsong tahun baru 1998, BASRA juga menyampaikan pokok-pokok pikiran sebagai masukan rancangan GBHN. Antara lain, pertama, soal kehidupan beragama, agar mendapat porsi lebih, dibanding dengan pembangunan yang bersifat materil dan fisik belaka. Kemudian, kedua, pemerintah supaya memperhatikan aspirasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat untuk menghapus aliran kepercayaan dari GBHN.
"Kami mendukung pendapat dan usul berbagai pihak akan hal ini. Karena, telah menimbulkan kemudhorotan dan kerancuan dibidang hukum serta administrasi pemerintahan. Menimbulkan problema sosial yang menyimpan potensi konflik dan disintergratif dalam kehidupan berbangsa dan beragama," tegas BASRA. (fim)