back
Serambi MADURA PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

Sabtu
4 September 1999
Radar Madura


Kisah Penggulung dan Perajam Tembakau
Berangkat Pukul 07.00 Pagi, Pulang 07.00 Malam

Rezeki tembakau, tak ayal, menciprati banyak orang. Bukan hanya petani tembakau saja yang bisa tertawa lebar, tapi juga para pedagang tembakau, pedagang emas, sandang dan pangan, bahkan oknum petugas yang memraktikkan pungutan liar di jalan-jalan yang dilalui truk tembakau.

Itulah warna-warni musim panen tembakau tahun ini di Pulau Madura, khususnya di Sumenep. Namun, ada tetesan peluh di tengah-tengah ladang yang acapkali luput dari perhatian karena dianggap tak masuk hitungan. Mereka adalah para penggulung dan perajam tembakau. Tanpa mereka, tembakau hanya berupa lembaran daun.

Para pekerja kasar itulah yang terlibat dalam proses pemetikan, penggulungan, dan perajaman daun tembakau sampai saat penjemuran. Namun, kendati perannya sangat penting, mereka tak ubahnya mur dan baut pada sebuah mesin: penting tapi selalu dipandang sebelah mata.

Betapa pentingnya mereka, diakui sendiri oleh para petani tembakau. Abd Salam, petani tembakau asal Desa Beraji, Kecmatan Gapura, Sumenep, bahkan mengaku harus memesan pekerja jauh sebelum musim panen tiba. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan mereka bekerja pada orang lain.

Pada musim tembakau kali ini, Abd. Salam mempekerjakan sekitar 100 orang. Mereka rata-rata adalah langganannya. ‘’Kalau sudah punya langganan, saya tak perlu susah-susah cari pekerja lain. Kalau mencari pada saat musim, biasanya sudah dipesan oleh petani lainnya,’’ katanya.

Pria setengah tua yang mengaku untung sampai puluhan juta rupiah itu, memperlakukan pekerjanya (upah) disesuaikan dengan harga tembakau sekarang. ''Kalau pada musim sekarang harga tembakau melambung, maka upah pekerjanya juga harus dinaikkan,’’ jelasnya.

Adalah Jamilah, salah seorang pekerja tembakau langganan Abd. Salam. Dengan peluh yang membasahi wajahnya, ibu muda ini mengaku bersyukur dengan harga tembakau yang melambung seperti sekarang. Sebab, ia akan kecipratan rezeki lebih besar dibandingkan tahun lalu.

Ini berarti akan meringankan beban biaya putranya yang sekarang lagi sekolah di Madrasah Ponpes Al-Karimiyah Beraji Gapura. Ibu muda asal kampung Sandar Braji ini seakan tak mengenal lelah. ''Saya yakin bahwa keberhasilan musim sekarang berkat para do'a para kyai,’’ katanya.

Meskipun untuk menggulung daun tembakau upahnya hanya sebesar Rp 20 per gulung. Namun, dari tangan trampilnya itu, Jamilah mengaku mampu menggulung tembakau sampai ratusan per harinya.

Bahkan, kalau ia mendapat order banyak, mulai dari penggulungan dan perajaman, dia harus berangkat dari rumahnya mulai pukul 07.00 pagi dan pulang pukul 19.00. Ia juga mengaku, dengan hanya bekerja selama empat hari, Jamilah sanggup mengumpulkan uang sebesar Rp 250 ribu.

Hal senada juga dikatakan Siti Aminah, tetangga Jamilah di Desa Beraji Kecamatan Gapura. Uang yang dikumpulkannya sudah bisa untuk beli spring bed. ''Alhamdulillah, musim panen tahun ini saya sudah mampu membeli spring bed,’’ ujar Siti Aminah sambil tangannya menggulung daun tembakau.

Namun, Aminah tak hanya ingin membeli spring bed. Jauh di lubuk hatinya, seperti umumnya orang Madura, dia juga berangan-angan suatu ketika bisa berangkat haji. Karena itu, ia selalu menyisihkan upahnya untuk menunaikan ibadah haji. '’Kalau banyak rezeki dari Allah SWT, saya merencanakan pergi ke Tanah Suci,'' katanya penuh harap.

Meskipun ia harus siang dan malam bekerja sebagai penggulung dan perajam tembakau, ia merasa senang sekali. Sebab, katanya, di tempatnya bekerja ia dapat berkenalan dan berkumpul dengan orang dari kampung lain. ‘’Itung-itung kalau bekerja seperti ini, saya dapat bersenda gurau dengan orang dari kampung lain,'' ujarnya dengan tersenyum. (rasul junaidy)