back | |
Serambi MADURA |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
Selasa 25 Mei 1999 |
Jawa Pos |
Aktivis KIPP Diancam Orang Bersenjata
PDI Perjuangan dan PAN Minta Temuan itu Diusut
Sumenep, JP.-
Temuan KIPP-DA Sumenep soal adanya 1000 lebih surat suara yang sudah dicoblos di Desa Patean Kecamatan Kota Sumenep, ternyata mendatangkan risiko bagi J Faruok Abdillah, presidium KIPP Madura. Tiga orang berambut gondrong dan bertampang preman, Senin dini hari kemarin mendatangi kantor KIPP Madura. Ketiga orang itu mencari Farouk dan menuduhnya terlibat trabak lari yang menewaskan empat orang.
Namun, diduga ketiga orang tak dikenal itu hanya mencari alasan untuk bisa membawa Faruok keluar. Buktinya, saat seluruh penghuni sekretariat KIPP yang berjumlah 9 orang menemui ketiga orang itu ternyata, ternyata tamu tak dikenal itu ketakutan dan langsung ngacir. Di balik bajunya saya lihat mereka membawa senjata tajam, tukas koordinator sekretariat Drs M Rifaie.
Rifaie meyakini, kejadian itu ada sangkut pautnya dengan temuan dan pernyataan presidium KIPP Madura yang dinilai banyak memojokkan beberapa partai dan infrastruktur pelaksana pemilu. Meski mendapat ancaman, para relawan itu mengaku tak gentar.
Sejak awal kami sudah siap dengan segala risiko. Dengan adanya kejadian itu, kami semakin tegas mengungkap berbagai pelanggaran pemilu tanpa takut sedikitpun, tambah Faruok.
Seperti diketahui, KIPP Madura menengarai telah terjadi pencoblosan sebanyak 1.000 kartu suara di Kabupaten Sumenep. Namun, yang berhasil diamankan KIPP hanya sekitar 60 kartu suara dengan coblosan PDI Perjuangan.
Menurut Presidium KIPP Madura, J. Faruok Abdillah, kasus kecurangan proses pelaksanaan pemilu ini sudah dilaporkan ke polisi. Malah BAP-nya sudah diserahkan Senin malam, kata Faruok kepada Jawa Pos. Faruok juga menambahkan, kasus "kebocoran" kartu suara ini tengah dibahas oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumenep.
Menurut Faruok, kasus ini terjadi akibat keteledoran penyelenggara pemilu di tingkat II Sumenep. Yakni dengan melakukan proses perhitungan dan pemeriksaan kartu suara (sortasi) di kantor Korpri yang tidak steril dan membuka peluang kecurangan. Menurut dia, sortasi kartu suara ini dilakukan dengan tidak profesional dan terkesan asal-asalan.
Dia juga menyayangkan karena pihaknya baru bisa menemukan 60 kartu tercoblos, selebihnya sekitar 900 kartu suara yang juga dicurigai sudah tercoblos, masih dinyatakan hilang. Dalam kasus ini, KIPP menyimpulkan tiga klasifikasi kecurangan proses pemilu di Sumenep tersebut. Yakni, beredarnya kartu suara di kalangan masyarakat, tercoblosnya kartu suara, serta KIPP menengarai adanya kartu suara yang disembunyikan oleh pihak tertentu.
Menanggapi ditemukannya 60 kartu suara yang tercoblos PDI Perjuangan Harjanto Taslam wakil sekjen partai pimpinan Megawati itu mengaku masalah tersebut belum masuk ke DPP. Meski begitu, ia berpendapat kader PDI Perjuangan jelas tak punya akses untuk mencoblos kartu suara tersebut. Karena itu, kata Taslam, perlu dipertanyakan apakah kartu suara tersebut asli atau bukan. Bila bukan, bisa saja itu kartu suara untuk simulasi atau latihan mencoblos. Bila asli? Saya menduga hal itu merupakan usaha sistematis untuk mendiskreditkan PDI Perjuangan. Ini harus diusut dengan tuntas, tandasnya.
PAN Jatim juga sangat menyesalkan ditemukannya kartu suara yang sudah tercoblos. Kasus itu kemungkinan besar dilakukan oknum-oknum yang sengaja ingin menggagalkan Pemilu 1999. Mereka berharap hal itu bisa memicu terjadinya kerusuhan di Madura seperti pada 1997, ujar H Masfuk, bendahara DPW PAN Jatim.
Karena itu, Masfuk berharap kasus di Sumenep itu diusut secara tuntas sesegera mungkin agar tidak sampai menimbulkan ekses negatif. Janganlah masayarakt kecil ini terus-terusan dijadikan tumbal untuk kepentingan politik segelintir manusia serakah, ujar Masfuk. (mal/mud/cho)