Harian Pagi SURYA, 18/19 Mei 1998


Pembatasan areal tembakau Madura

Pengantar : Sejalan kenaikan harga rokok, petani tembakau Madura berharap harga 'emas hijau' tahun ini akan melambung. Di tengah harapan optimistis itu, tiba-tiba terbit SK Gubernur mengenai pembatasan areal tembakau. Hal ini menjadi persoalan serius, salah menangani bisa-bisa memicu gejolak sosial di Madura. Bagaimana kondisi riil di lapangan simak laporan wartawan Ali Assabdullah dalam dua tulisan.

Bisa menimbulkan gejolak sosial

Akibat krisis moneter (krimon) gubernur membatasi areal tembakau Madura 40.000 ha atau sekitar 50% dari tahun kemarin. Selain daya beli pabrik rokok menurun, juga karena stok tembakau pembelian tahun lalu masih 50% lebih.
"Ini persoalan serius, dan bisa menimbulkan gejolak sosial," kata Bupati Pamekasan, Drs H Dwiatmo Hadiyanto. Kekhawatiran yang sama diungkapkan Danrem 084/Bhaskara Jaya Kol (Inf) Bambang Satriawan. "Pemda harus segera memberikan penjelasan pada petani," pintanya.
Pengurangan areal tembakau tertuang dalam SK Gubernur Jatim nomor: 525.23/226/440.15/1998, yang diterbitkan setelah mendapat masukan dari pabrik rokok. Areal tembakau Pamekasan yang tahun lalu tidak kurang 36.000 ha, dibatasi 17.500 ha. Sedangkan Sumenep dan Sampang, masing-masing dibatasi 15.500 dan 7.000 ha.
Kekhawatiran Bupati dan Danrem sangat beralasan. Mengurangi areal tembakau di Madura, apalagi hingga 50% lebih bukan pekerjaan yang mudah, kalaupun tidak dikatakan mustahil. Sementara kalau arealnya masih seperti tahun kemarin, atau melebihi yang ditetapkan, tentu harga tembakau bakal hancur, bahkan tidak laku dijual, lantaran daya beli pabrik rokok menurun drastis.
"Kalau itu terjadi, tentu timbul gejolak sosial serta mengakibatkan kerawanan di daerah," kata Bupati Dwiatmo. Hal senada dilontarkan Dandim 0826 Letkol (Art) Raharjo serta Kapolres Pamekasan Letkol (Pol) Drs Wahyudi.

Itulah sebabnya, Bupati Dwiatmo, Rabu (13/5) mengundang pabrik rokok dan pengusaha tembakau Pamekasan. Selain untuk mendapat kepastian daya beli mereka, juga meminta jaminan (menghimbau) supaya mereka membeli seluruh tembakau Pamekasan, meskipun sebagian di antaranya berupa krosok (bukan rajangan kering).
Namun pertemuan yang dihadiri Muspida dan Pimpinan DPRD tadi belum memuaskan. Enam utusan pabrik rokok yang hadir, memang menyatakan akan membeli tembakau Madura, hanya saja belum bisa menyebut kapasitas atau jumlah secara pasti. Alasannya, pembelian bahan baku, termasuk tembakau, tergantung produksi serta perjualan rokok.
"Apabila melihat kondisi sekarang, di mana produksi kami mengalami penurunan cukup drastis, pembelian tembakau tahun ini kemungkinan juga turun 50%. Kami tidak berani berspekulasi dengan bunga bank yang begitu tinggi," kata utusan pabrik Wismilak. Hal serupa juga diisyaratkan utusan pabrik rokok yang lain, tidak ada yang mau menyebut kepastian angka.
Tetapi Andy Haryanto, satu dari 45 pengusaha tembakau yang hadir, memberikan angin segar. Dikatakan, seandainya pabrik tembakau tak mampu membeli seluruh tembakau Pamekasan, masih ada peluang ekspor dalam bentuk krosok. "Tetapi pembatasan lahan tetap harus dilakukan karena berapa besar permintaan ekspor belum diketahui," sarannya.

Musim panen uang beredar Rp. 140 miliar

Sederet alasan mengapa Bupati Pamekasan, Drs H Dwiatmo Hadiyanto, merasa pesimistis terhadap upaya pembatasan areal tembakau, meskipun telah menerjunkan Tim Pengendali Areal yang beranggotakan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Dinas Perkebunan dan Dinas Pertanian guna memberikan penjelasan ke petani tembakau sekaligus menghimbau mereka menanam tanaman lain yang juga mempunyai nilai ekonomis.
Alasan utama, karena tembakau merupakan primadona yang menjanjikan keuntungan besar. Petani telah merasakan manisnya tembakau, hingga mereka menyebut daun tembakau sebagai 'emas hijau'.
"Apabila musim panen sudah tiba, mereka berramai-ramai membeli sepeda motor, perhiasan, dan juga dari tembakau mereka juga bisa menunaikan ibadah haji," kata Bupati.
Dipaparkan, pada musim panen tembakau tahun kemarin, tidak kurang dari dari Rp. 140 miliar beredar di petani, pekerja, dan pengusaha tembakau Pamekasan.
Sedangkan tenaga kerja yang terserap mencapai sekitar 350 ribu orang (mulai saat tanam hingga masuk gudang), dan kurang lebih 500 ribu jiwa hidupnya tergantung atau tercukupi dari hasil tembakau.
Menanam tembakau, lanjutnya, sekan juga telah menjadi budaya dan menjadi kebanggaan tersemdiri. Akibatnya petani tidak berkeinginan mencoba tanaman lain, meski banyak sekali tanaman yang sebenarnya juga mempunyai nilai ekonomi tinggi, bahkan lebih besar hasilnya dibanding tembakau, seperti cabe jamu dan sebagainya.

Adanya 'badai' krisis moneter (krismon) justru menambah semangat masyarakat Madura untuk menanam tembakau. Dengan tembakau, mereka optimistis kebutuhan hidup yang semakin mencekik ini bisa teratasi, masih ada sisa yang ditabung dalam bentuk perhiasan emas dan semacamnya.
Bahkan, dengan adanya krismon, mereka merasa diuntungkan karena emas yang dibeli pada musim panen tembakau tahun kemarin sekarang harganya berlipat.
Faktor lain yang menyulitkan pembatasan lahan, petani tak percaya kalau perusahaan rokok terpengaruh krismon, apalagi tak mampu membeli tembakau. Malahan mereka yakin sekarang ini keuntungan perusahaan rokok semakin besar karena harga rokok di pasaran naik hingga dua kali lipat.
"Harga tembakau tahun ini tentu lebih baik dari tahun kemarin, sebab harga rokok sekarang semakin mahal," kata Winarno, petani tembakau di Kecamatan Pademawu, Pamekasan.
Karena sekarang masih turun hujan, hanya di daerah pegunungan yang mulai tanam tembakau, sedang petani yang tinggal di dataran rendah sedang mempersiapkan persemaian.
Pemda tidak dapat berbuat banyak menghadapi antusias para petani menyambut musim tanam tembakau, kecuali menghimbau pabrik rokok dan pengusaha tembakau di Pamekasan membeli seluruh hasil panen petani serta berharap hasil kerja pengendali areal berhasil dengan baik dan semoga petani menyadari kondisi kurang menguntungkan ini.
(ali assabdullah)