back
Serambi MADURA PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

Sabtu
28 Agustus 1999
Radar Madura


Cerita Sukses Pengungsi Sambas di Sampang
Mampu Bersaing Dengan Pedagang Lokal

Sampang, Radar.-

Bangkit dari puing-puing kehancuran, bukan sesuatu yang mudah. Apalagi, jika pengalaman traumatis terus menghantui sebagian besar pengungsi Sambas di Madura. Namun, selalu saja ada ‘’pengecualian’’ di antara kecenderungan umum tersebut.

Itulah yang ditampakkan oleh Ibrahim, pengungsi Sambas yang kini tinggal di Kecamatan Jrengik, Sampang. Dia bersama istri dan lima orang anaknya bukan hanya mampu menopang kehidupan keluarganya lewat berdagang, tapi bahkan telah berhasil menyejajarkan diri dengan pedagang lokal.

‘’Alhamdulillah, usaha yang saya rintis sudah jalan sekarang,’’ kata Ibrahim ketika ditemui Radar Madura di tokonya di Kecamatan Jrengik, Sampang. Semua itu berkat usaha dan kerja keras Ibrahim dan keluarganya untuk bisa mandiri, sehingga tak menjadi beban orang lain.

Ibrahim mengisahkan, saat Peristiwa Sambas meledak pertama kali bulan Ramdan 1997 lalu, ia berhasil menyelamatkan diri bersama istri dan lima anaknya. Namun, untuk itu, ia harus merelakan harta bendanya. Kala itu, selama hampir dua minggu, ia dan keluarganya ditampung di Pontianak sebelum akhirnya diberangkatkan ke Madura.

Berbeda dengan kebanyakan pengungsi Sambas yang belum pernah menginjak tanah Madura, Ibrahim sudah sering mengunjungi keluarganya di Jrengik, Sampang. ‘’Karena itu, saya tidak kesulitan untuk beradaptasi dengan masyarakat di sini,’’ tutur lelaki kelahiran Pontianak ini.

Namun, kata Ibrahim, setelah beberapa minggu ditampung oleh keluarga isterinya, ia merasa tidak enak dan malu. Sebab, ia tidak mempunyai pekerjaan tetap. Karena itu, kemudian ia memutuskan pergi ke Malaysia menjadi TKI.

‘’Saya berangkat ke Malaysia bersama istri dan seorang anak saya. Setelah sekitar satu setengah tahun menjadi kuli di sana, saya kembali ke Jrengik. Nah, dengan uang hasil kerja di Malaysia itu, saya mencoba membangun usaha disini," kenangnya.

Ibrahim membuka toko eceran. Kini, usaha cukup maju. Bahkan, tokonya tampak mencolok dan lebih maju dibandingkan dengan pedagang lainnya. Selain, bangunannya permanen, jualan juga lumayan lengkap. Sehingga, tidak heran bila masyarakat di situ banyak yang menjadi langganan Ibrahim. ‘’Penghasilan saya lumayanlah, minimal satu hari saya bisa mengantongi keuntungan 50 ribu,’’ katanya ketika ditanya omset tokonya.

Namun, apa yang dicapainya itu ternyata tak memadamkan keinginan Ibrahim dan keluarganya untuk kembali ke Sambas. Keinginan itu kadang muncul, tapi segera ditindasnya karena ketenangan yang dinikmati di Jrengik tak bisa dibeli dengan harta benda yang akan didapatnya jika dia kembali ke Sambas.

‘’Walaupun di Sambas banyak harta saya yang tertinggal, tapi apakah ada jaminan dari pemerintah sana atas keselamatan dan keamanan jiwa saya. Kalau tidak ada, ya lebih baik di sini saja. Apalagi, saya sudah cukup sukses di sini,’’ jelas Ibrahim, yang mengaku punya 15 hektar sawah, rumah dan beberapa mobil saat di Sambas itu.

Sementara itu, Camat Jrengik Drs Suwarno saat dihubungi Radar Madura mengatakan, keberadaan pengungsi Sambas di daerahnya, tidak ada masalah. Sebab, selain jumlahnya sedikit, sekitar 40 orang atau enam kepala keluarga, sebagian besar dari mereka sudah mandiri.

‘’Mudah-mudahan, mereka betah tinggal disini. Harapan saya, apa yang dilakukan oleh Ibrahim dan semua pengungsi Sambas yang ada di Jrengik, bisa ditiru oleh yang lain. Sebab, keberhasilan mereka itu karena usaha dan tekad yang timbul dari dalam diri mereka sendiri. Pemerintah dalam hal ini, hanya mengarahkan dan memotivasi, tidak lebih dari itu,’’ jelasnya. (fiq)