back | |
Serambi DEPAN |
PadepokanVirtual Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment |
21 Mei 1999 | Suara Pembaruan |
Konsep ideal tidak akan terwujud apabila tidak disertai kiat operasional yang terencana baik. Permasalahan JPS (Jaring Pengaman Sosial) yang banyak disoroti akhir-akhir ini juga mengandung kelemahan dalam pelaksanaannya, karena tidak semua pelaksana memahami kiat operasional secara baik, dan ada juga yang kurang memiliki jiwa pengabdian untuk menolong orang yang sedang menderita.
Pelaksanaan program JPS seharusnya dilakukan oleh mereka yang memiliki jiwa suka beramal, berkepribadian soleh, dan akan lebih lengkap apabila memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam rangka alih teknologi. Di perguruan tinggi, dosen dan mahasiswa yang memiliki kriteria tersebut pasti banyak. Oleh karena itu, apabila pelaksanaan program-program JPS dalam rangka pemulihan keberdayaan masyarakat dilancarkan melalui perguruan tinggi, diharapkan kelemahan-kelemahan yang banyak terjadi dewasa ini dapat diperkecil.
Proses pemberian bantuan dalam rangka pemulihan keberdayaan masyarakat melalui perguruan tinggi akan selalu diikuti pelaksanaannya oleh para dosen dan mahasiswa, sehingga akan terjadi kontrol sosial secara terus-menerus dan penyimpangan akan dapat dikoreksi. Tinggal bagaimana perguruan tinggi memfungsikan tridharma perguruan tinggi, khususnya darma pengabdian kepada masyarakat.
Model Bagi Uang
Timbulnya kesan bagi-bagi uang merupakan salah satu kelemahan pelaksanaan program JPS, sehingga mereka yang merasa berhak menerima pembagian uang tetapi belum menerima, menjadi berang, mengajukan protes, demonstrasi, dan sebagainya. Kesan semacam ini timbul karena pelaksanaan program JPS yang seharusnya dilandasi prinsip helping people to help themselves, kurang dipahami. Masyarakat dijadikan objek perlakuan, sehingga menjadi pasif, layaknya orang yang sudah tidak mampu berbuat apa-apa, dan hanya menanti bantuan dan uluran tangan orang lain.
Sikap dan tingkah laku warga masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, selalu berkaitan dengan berbagai faktor psikologik tertentu, seperti motif-motif yang merupakan pendorong dan penggerak manusia melakukan perbuatan untuk mendapatkan kepuasan, pemikiran yang berkembang menghadapi kesulitan hidup, perasaan khawatir, takut, tidak menentu karena tidak adanya kepastian nasib, ketakutan gagal menghadapi masa depan, dan ini semua tidak terlepas dari sifat-sifat kepribadian individu yang bersangkutan.
Suatu penelitian yang cukup terkenal dalam bidang psikologi sosial dengan judul Experimental Study of Prolonged Semistarvation lebih kurang setengah abad yang lalu (Sherif & Sherif, 1954), membuktikan bahwa masyarakat yang menderita kelaparan sosialibilitasnya menurun; terjadi perubahan tingkah laku, antara lain menjadi pendiam, apatis, senang bicara soal makan, bercocok tanam, dan sebagainya.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa situasi kurang makan telah menciptakan motif-motif tertentu, timbulnya motivasi negatif untuk menghindarkan diri dari hal yang tidak menyenangkan, yaitu lapar; ternyata ethical control-nya mulai berantakan. Ini terbukti dari adanya gejala mencuri bahan makanan yang dilakukan orang-orang yang dipandang cukup terhormat oleh warga setempat. Sebagian besar warga mengalami deprivasi, yaitu perasaan kehilangan atau terampasnya sesuatu yang sangat diinginkan. Deprivasi tersebut terjadi akibat melebarnya sesuatu yang diharapkan dengan kemampuan untuk mencapainya.
Perlakuan yang diberikan kepada mereka yang sedang menderita, sebaiknya dimulai dengan membentuk persepsi diri yang positif-konstruktif. Dimulai dengan memberi gambaran dan penilaian objektif terhadap situasi yang sedang dihadapi, yaitu kesulitan yang dialami hampir semua warga masyarakat dewasa ini. Selanjutnya, diberi gambaran dan penilaian yang sebaiknya dilakukan menghadapi situasi krisis, untuk bersikap dan bertindak positif tetap di jalan Tuhan, meski sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Model USAHID
Dalam melaksanakan program JPS, Tim LPPM USAHID (Universitas Sahid) bertitik-tolak dari konsep dasar bahwa gejolak emosional masyarakat yang didorong oleh motivasi untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/material harus diimbangi dengan perlakuan (treatment) yang dapat menyentuh rasa tanggung jawab, rasa harga diri, dan menumbuhkan sikap mampu mandiri dan bertindak lurus, benar, tidak melanggar norma-norma sosial.
Pelaksanaan pemulihan keberdayaan masyarakat, yang ternyata mendapat sambutan positif dari masyarakat, yang dilakukan USAHID bekerja sama dengan Yayasan Pemulihan Keberdayaan Masyarakat (Community Recovery Foundation), kiranya pantas dikemukakan sebagai salah satu model yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam ikut menyukseskan program JPS.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan yang dilakukan Tim USAHID di daerah Ciseeng, Kecamatan Parung, khususnya di Desa Cogrek dan Bojong Indah (termasuk daerah IDT), secara garis besar adalah sebagai berikut:
Karena terbatasnya dana bantuan yang tersedia, kepada warga diberikan penjelasan bahwa modal usaha tersebut diberikan secara bergulir, dan yang menerima modal usaha wajib mengembalikan dana bantuan dalam waktu yang ditentukan, untuk kemudian digulirkan kepada warga lain yang membutuhkan.
Keberhasilan menyadarkan warga miskin yang diberi bantuan modal usaha untuk mengembalikan bantuan dalam waktu yang ditentukan tersebut, tidak terlepas dari pendekatan psikologi-edukatif yang tepat yang diterapkan terhadap subjek yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Psikologik
Ditinjau dari reaksi kejiwaan, bantuan modal usaha kepada orang miskin dapat kembali untuk digulirkan kepada orang miskin lain, karena Tim Pelaksana PKM berhasil menyentuh hati nurani warga sehingga rasa tanggung jawab dan kesadaran akan cinta-kasih terhadap sesama warga yang menderita timbul, dan mereka rela untuk menggulirkan dana bantuan kepada orang lain, meskipun mereka juga masih membutuhkan untuk dirinya sendiri (karena memang miskin).
Dalam kaitan ini, juga ikut tersentuh rasa harga diri atau self-esteem yang merupakan hal penting untuk diperhatikan pada pemberian bantuan modal usaha, agar mereka yang sudah menerima bantuan selalu berusaha untuk dapat mengembalikan modal usahanya sehingga dapat digulirkan kepada warga lain yang membutuhkan.
Dengan ditumbuhkan rasa harga diri, rasa tanggung jawab, dan juga dilandasi rasa kasih-sayang kepada sesama warga, maka setiap warga yang menerima bantuan modal usaha akan terusik rasa harga dirinya apabila tidak dapat mengembalikan bantuan yang diterima, untuk selanjutnya akan digulirkan membantu warga lain.
Model pemulihan keberdayaan masyarakat (PKM) yang dilaksanakan Tim LPPM USAHID tersebut, mudah-mudahan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu masukan untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program JPS yang memang diperlukan dewasa ini, tetapi pelaksanaannya masih banyak mengalami kekurangan. ***
Penulis adalah Guru Besar dan Dosen Pasca-sarjana IKIP Jakarta