back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

No. 39 Th III
12 Januari 2000
PANJI


Setelah 40 Tahun Menanti

Penyerobotan: Polda Jawa Timur telah terbukti mencaplok tanah Abdul Somad. Pengadilan memerintahkan Polri untuk menyerahkan dan membayar ganti rugi Rp25 juta kepada penggugat. Supremasi hukum mulai berjaya?

Haji Abdul Somad seperti mendapatkan durian runtuh. Lahan seluas satu hektar warisan kakeknya bakal dimilikinya lagi, setelah puluhan tahun diserobot Polda Jawa Timur untuk membangun kantor Polsek Ketapang dan perumahan anggota Polri. Selasa pekan silam, Pengadilan Negeri Sampang, Madura juga memerintahkan Kapolri c.q. Kapolda Jawa Timur untuk membayar ganti rugi sebesar Rp25 juta kepada penggugat. Bahkan, jika tergugat lalai, warga Desa Ketapang Daya, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang ini akan mendapatkan denda keterlambatan sebesar Rp25.000 per hari, sejak keputusan ini mendapatkan kekuatan hukum yang tetap.

Semula, Somad nyaris pasrah. "Kaule tak gelem nyoal, maksod kaule pola oneng kadibik lamon tana seh ekennengi kassak benne tana-na," ujar Somad dengan dialek Maduranya yang kental. (Saya tidak mau mempersoalkan, maksud saya biar tahu dengan sendirinya bahwa tanah yang ditempati itu bukan miliknya). Karena itu, ketika tanahnya dirampas pada 1958 silam, sikap Somad cuma bisa menunggu. "Siapa tahu polisi sadar, kemudian memberi ganti rugi," katanya. Tapi, pedagang kecil di pasar tradisional Ketapang, Madura, ini terpaksa gigit jari. Karena dalam perkembangan selanjutnya, tak ada sedikitpun niat baik dari Polri akan mengembalikan tanah tersebut kepada pemiliknya.

Tanah sengketa tersebut hasil tukar guling antara kakek Somad, H.M. Sulton, dengan tetangganya, Ny. Halimin. Sekitar 1950-an, tanah itu diwariskan Sulton kepada Mito, orang tua Somad. Nah, ketika Mito menunaikan ibadah haji pada 1958, tiba-tiba Polres Sampang mendirikan sejumlah bangunan permanen--yang kemudian menjadi kantor Polsek Ketapang--di atas tanah tersebut, tanpa seizin dan sepengetahuan Mito. Kala itu, Somad memang sempat menghalang-halangi. Tapi, aksi pria berusia 40-an ini ini sama sekali tidak digubris. Bahkan, yang lebih gila lagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sampang malah langsung menerbitkan sertifikat hak pakai No.23/1984 atas nama Polsek Ketapang, di atas tanah sengketa tadi.

Somad sempat mempermasalahkan keputusan BPN di atas. Namun, ketika ditelisik lebih jauh, pencaplokan tanah tersebut ternyata hasil kerja sebuah mafia--yang konon melibatkan oknum mantan kepala desa dan camat setempat. Tapi, Polda Jawa Timur tak mau tahu soal itu. Berbekal sertifikat hak pakai, terhitung 1990 hingga 1999 kepolisan mendirikan bangunan permanen lainnya--seperti Mushala Al-Mubarok, Taman Kanak-kanak Bhayangkari, dan beberapa unit perumahan anggota Polri.

Surutkah nyali Somad? Ternyata tidak. Setelah kesabarannya habis, ia mengajukan masalah perdata ini ke meja hijau. "Soalnya, semakin banyak bangunan yang didirikan," kata Somad prihatin. Lewat kuasa hukumnya, Arif Mulyohadi, Somad menggugat Kapolri, Kapolda Jawa Timur, Kapolwil Madura, Kapolres Sampang, dan Kapolsek Ketapang. Tak ketinggalan pula Kepala BPN Sampang, Camat Ketapang, dan Kepala Desa Ketapang Daya sebagai tergugat berikutnya.

Menurut Arif, kliennya merupakan pemilik sah atas tanah tersebut. Sebab, sejak tanah tersebut ditukargulingkan, yang menggarap dan membayar pajaknya adalah H.M. Sulton dan keturunannya. Selain itu, Abdul Somad juga masih mengantungi surat petuk (akta jual beli yang ditandatangani camat) pada saat tukar guling itu dilakukan. Eh, Dewi Keadilan ternyata tidak buta. Bukti-bukti tersebut dijadikan dasar oleh majelis hakim untuk memenangkan gugatan Somad.

Ketua Majelis Hakim PN Sampang Hasjmi Saleh memerintahkan tergugat, yakni Kapolda Jawa Timur, untuk segera menyerahkan dan mengosongkan tanah yang dikuasainya kepada penggugat. Lalu, Hasjmi yang Ketua PN Sampang ini membatalkan sertifikat hak pakai atas nama tergugat. Tergugat juga masih dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp25 juta. Jika lalai, Polri harus membayar uang paksa sebesar Rp25.000 per hari kepada Somad atas setiap keterlambatannya, sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Menanggapi keputusan hakim, kuasa hukum Polri Sutik Artiningsih dan Muallimin enggan berkomentar. Setelah majelis hakim mengetukkan palunya, mereka berdua langsung mengeluarkan jurus tutup mulutnya. Namun, Kapolda Jawa Timur sendiri tampaknya akan tetap berjuang. Perkara perdata yang sempat mencoreng muka kepolisian ini, kata Mayjen Pol. M. Dayat, akan terus dibawanya ke tingkat banding. "Surat permohonannya sudah saya tanda tangani dua atau tiga hari lalu," ujarnya. Meski demikian, Kapolda menegaskan, jajarannya tidak akan mungkin mendirikan bangunan di atas tanah bermasalah. "Kita punya surat-surat tanahnya, kok."

Dodi Kusmajadi

Laporan: Imam Bukhori (Surabaya)