back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Radar Madura
Selasa, 30 Mei 2000
Jawa Pos


Refleksi atas Peristiwa Nipah
Kebijakan Harus Akomodatif dan Responsif

SAMPANG - Memperingati tujuh tahun "Peristiwa Nipah 1993", kemarin, mulai pukul 10.00-12.00 WIB, bertempat di Pendopo Pembantu Bupati Sampang, FKPMS (Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa dan Sampang) menggelar acara talk show dengan menghadirkan dua orang pembicara yaitu Deny SB Yuherawan S.H., M.S. (kriminolog),b dan Kepala Biro Bantuan Hukum (BBH) Universitas Bangkalan, Indien Winarwati, S.H. Acara yang juga disiarkan secara live oleh Radio Suara Sampang 928 AM ini, mendapat sambutan yang cukup hangat dari audiens maupun para pendengar radio. Tanggapan mengalir baik dari kalangan LSM, dewan, maupun pemerhati masalah hukum dan kebijakan pembangunan. Dari pantauan Radar Madura, beberapa kali telepon berdering mengkritisi pemaparan dari para pembicara.

Awalnya, Deny merefleksi kasus pembangunan Waduk Nipah yang sempat menelan korban jiwa sebanyak empat orang itu. Menurut Deny, peristiwa Sabtu kelabu itu bisa dijadikan pelajaran yang berharga dalam membuat kebijakan baru dalam menyelenggarakan pembangunan fisik yang menyangkut pertanahan. "Kasus Nipah gaungnya bukan hanya lokal Madura, tapi menasional. Oleh karena itu, kita perlu mengambil hikmah dibalik kejadian tersebut," jelas Deny.

Deny berpendapat, dimasa mendatang perlu ada kepastian hukum bagi kaum marginal. Pasalnya, sementara ini masih berkembang sebuah paradigma yang mengatakan, daripada memiliki hak-hak hukum lebih baik memiliki segenggam kekuasaan. Bisa ditebak, implikasi yang timbul adalah perlindungan terhadap masyarakat menjadi jungkir balik.

Dalam tingkat teknis, kata Deny, yang juga dosen F.H. Universitas Bangkalan ini, dalam proses pembebasan tanah hendaknya dilakukan dengan metode persuasif. Artinya, konsep musyawarah untuk mufakat perlu diterapkan. Selain itu, harga tanah disesuaikan dengan harga tanah setempat. "Meski pemerintah butuh untuk membangun, tetapi pemerintah harus tunduk pada kesepakatan dengan pemilik tanah. Dimasa depan, kebijakan pembangunan harus akomodatif dan responsif," ujar dia.

Disamping itu, sambungnya, perlu adanya tecnical assistant (proses pendampingan). Dalam hal ini, Non Government Organization (NGO) sangatlah tepat untuk menjadi tim pendamping masyarakat. "Kalau di luar negeri, NGO itu betul-betul mengakar dan independen. Namun, NGO ini tidak sama dan sebangun dengan LSM yang ada di Indonesia saat ini," paparnya.

Apabila semua ketentuan tersebut terpenuhi, maka proses pembangunan kemudian akan dapat selaras dengan kepentingan rakyat banyak. Jika tidak, berarti ada pada beberapa bagian dari komponen pembangunan yang sudah terkontaminasi oleh kepentingan individu maupun kelompok. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun masyarakat hendaknya perlu taat dan patuh pada penegakan supremasi hukum.

Sedangkan, Indien lebih banyak mengupas pada bentuk penanganan kasus-kasus pembangunan. "Saya sangat setuju, untuk menuju pada pelaksanaan otonomi daerah selain adanya peran eksekutif, DPRD harus berani dan kritis dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Way out-nya, bagaimana dewan dapat memberi kepercayaan kembali pada masyarakat. Bagaimana luka lama bisa cepat hilang, dan pembangunan yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dapat diwujudkan," tegasnya. (sor)