back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Radar Madura
Senin, 20 Maret 2000
Jawa Pos


Pembangunan di Madura Tidak Terintegrasi
dan Komprehensif

SAMPANG - Ketua LP3SM (Lembaga Pendidikan Penelitian dan Pengembangan SDM Madura) Ir Achmad Djuhairi, M Eng mengatakan, pembangunan di Madura disinyalir tidak terintegrasi dan komprehensif. Pasalnya, menurut dia, visi dan misi pembangunan belum jelas arahnya, sehingga tidak ada kesatuan dan model yang sinergis dalam berbagai kebijakan pembangunan. Hal itu disampaikannya dalam kesempatan acara diskusi sehari "Peran Serta Masyarakat Madura dalam Kerangka UU Otonomi Daerah" yang diadakan oleh panitia bersama GP Ansor, FKPM-Jakarta, FKPMS dan LSM Jangkar di aula PKPRI-Karta Sampang kemarin. Acara yang menfokuskan kajian pada bidang ekonomi, hukum dan politik tersebut sendiri menghadirkan tiga orang pembicara. Untuk bidang ekonomi sebagai nara sumber adalah Ketua LP3SM Ir Achmad Djuhairi, M Eng, pembahasan bidang hukum menghadirkan pakar hukum dari Universitas Bangkalan Deny SB Yuherawan SH MS dan khusus bidang politik dibahas Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Jawa Timur Moh. Sholeh.

Djuhairi berpendapat, perkembangan pembangunan di Madura sangatlah lamban dan bahkan cenderung jalan ditempat. Betapa tidak, sambungnya, pembangunan baik infrastruktur maupun SDM tidak nampak nyata. "Coba saya tanya pembangunan fisik apa yang menonjol di Madura. Malah, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan Belanda bisa dikatakan lebih baik di zamannya ketimbang yang terjadi dihari ini. Lantas, Madura hendak dibawa kemana ?," katanya sengit.

Dalam aspek perencanaan misalnya, katanya, kita masih jauh bila dibandingkan dengan Jepang. "Kita yang hidup dan makan di Madura ini saja tidak pernah ada yang mau duduk satu meja membuat perencanaan secara detail tentang pembangunan di Madura. Padahal Jepang dengan lembaga yang bernama JIF telah membuat proposal tentang detail program pembangunan di Madura. Madura sebelah barat dan timur mau dibuat apa mereka tahu. Ini kan terbalik namanya ?," tanyanya lagi.

Bahkan yang lebih ironis, lanjutnya, dibeberapa bidang pembangunan terdapat banyak distorsi. Dicontohkannya, Departemen tenaga kerja yang seharusnya mengurusi bidang makro ketenagakerjaan, ternyata membuat program diklat berupa BLK (Balai Latihan Kerja,Red). Tentu saja, kata dia, hal ini mengambil peran dan fungsi dari Departemen Pendidikan Nasional.

Sementara itu, Deny SB Yuherawan SH MS banyak mengupas soal penegakan supremasi hukum. Menurutnya, untuk menegakkan supremasi hukum tidak bisa dilepaskan dari tiga hal. Pertama, substansi hukum itu sendiri. Kedua, profesionalisme para penegak hukum dan Ketiga, budaya hukum masyarakat. "Kalau ketiga persoalan tadi tidak berjalan seiring, maka keadilan hukum hanya akan menjadi impian kosong," ungkap Deny yang juga kriminolog ini.

Deny juga menilai, dalam UU Otonomi Daerah terdapat jebakan yuridis, khususnya pada pasal 7. "Pada pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa daerah diberikan otonomi kecuali untuk lima bidang. Tetapi, pada pasal 7 ayat 2 disebutkan pemerintah pusat menambahi dengan kata dan bidang lain-lain. Ini bisa diumpakan pemerintah akan memberikan kue pembangunan pada daerah, akan tetapi diletakkan di dalam kotak besi yang terkunci rapat. Untuk itu, DPRD setempat harus segera menentukan bidang pembangunan mana saja yang layak digapai oleh Pemdanya," ucapnya mantap.

Sedangkan, Ketua PRD Jawa Timur Moh. Sholeh menegaskan bahwa dikeluarkannya UU Otoda bukan bermaksud untuk memindahkan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah. Tetapi, tambahnya, bagaimana kedaulatan rakyat juga dapat terjadi di daerah. "Kalau rakyat berdaulat, berarti secara politik ada kesiapan rakyat untuk mengontrol kekuasaan. Sehingga, kekuasaan akan berjalan sesuai dengan amanat rakyat, termasuk juga didaerah," imbuhnya. (sor)