back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

JAWA TIMUR
Jumat, 05 Mei 2000
Surabaya Post


Profil: KH Ramdlan Siraj
'Saya Tidak Akan Terima Hadiah'

Sumenep - Surabaya Post

Begitu terpilih sebagai Bupati Sumenep periode 2000-2005, penampilan KH Ramdlan Siraj BA tidak berubah. Di rumahnya lingkungan Ponpes Nurul Islam, Desa Karang Cempaka, Kecamatan Bluto, menerima tamu seperti layaknya seorang kiai. Mereka dari warga sekitarnya, santri, bekas santri, orangtua santri, bersalaman sambil sungkem tangan.
Tidak ada penyambutan meriah di jalan desa yang cukup sempit namun beraspal, hanya ucapan selamat datang di Ponpes Nurul Islam. Bedanya masyarakat yang ditanya di mana lokasi dalem (rumah) KH Randlan Siraj, orang desa setempat, mengatakan, "Oh, rumah Kiai Bupati, terus saja," ujar beberapa warga setempat.
Memang kediaman Kiai Ramdlan, berada di pucuk desa, sekitar 20 km arah selatan kota Sumenep. "Maklumlah, Bupati sekarang orang desa. Biasanya bupati terdahulu, orang kota, sehingga ada bedanya," kata Kiai Ramdlan, memulai perbincangan, sambil tersenyum.
Menurut lulusan PTID (Perguruan Tinggi Islam Dakwah) Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, tahun 75-an, dengan gelar sarjana muda (BA) tidak bermimpi dan mempunyai cita-cita menjadi Bupati. Pada saat itu hanya belajar ilmu agama, setelah pulang kampung, menularkan ilmu agama Islam pada masyarakat luas. Sehingga masyarakat akhirnya memberi gelar seorang "Kiai".
Makanya dia tidak mau memakai gelar BA. "Semua gelar itu, tidak ada apa-apanya dengan gelar yang diberikan masyarakat yang melekat pada saya selama ini (kiai. Red)," ujar kiai berputra satu, Hulliyatul Fitriyah, yang kini kuliah di Institut Agama Islam Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jatim.
Namun bukan berarti dia tidak mau mengasah wawasannya, selain belajar ilmu agama di pondok pesantren. Antara tahun 1980-1983, menjadi mahasiswa IAIN Sunan Apel Surabaya, jurusan Dakwah. Tinggal menyusun skripsi. "Saat itu ayah sakit, terpaksa kuliah yang tinggal skripsi ditinggalkan, meneruskan kepemimpinan ayah di pondok ini," kata suami Hj Zaitunah ini.
Di bidang organisasi, Kiai Ramdlan terjun di kepengurusan PC NU Sumenep sejak 1984. Mulai dari jabatan, Sekretaris, Wakil Ketua, hingga Ketua Tanfidiyah. Jabatan terakhir mulai 1995 hingga sekarang Rois Syuriah NU Sumenep, yang mengantarkannya menjadi Bupati terpilih.
Kenapa mau tampil dicalonkan menjadi Bupati padahal belum pernah terjun di lembaga politik, dikatakan mungkin ceritanya hampir sama dengan perjalanan Gus Dur menjadi Presiden RI. Dia tidak mau langsung terlibat di PKB, namun sebagai deklator berdirinya PKB di Sumenep.
Saat ditawari menjadi Ketua PKB Sumenep, dia menolak. Begitu pula saat disodori untuk duduk di caleg PKB tidak mau. Malah hanya dijadikan caleg tidak jadi untuk DPR RI (vote getter), ditolak pula. Alasannya, tidak mau seperti zamannya Orba, orang hanya dijadikan pengumpul massa saja oleh salah satu partai.
Rupanya di balik selalu menolak ditawari duduk di legislatif, rezeki menjadi Bupati rupanya yang menunggunya.
"Begitu dicalonkan sebagai calon Bupati Sumenep, saya tidak bisa menolak lagi. Sebab ini sudah aspirasi dari sebagian masyarakat Sumenep. Kalau saya menolak kali ini, khawatir saya ditinggalkan umat saya," kata pria kelahiran Sumenep, 18 Mei 1955.
Langkah yang akan dilakukan begitu dilantik Bupati Sumenep yang direncanakan, 24 Mei 2000, perlu ada tiga hal yang perlu segera dilakukan katanya. Pertama soal kesalahan policy yang telah ditetapkan selama ini. Seperti masalah KUT, petani garam, pasar anom, yang belum selesai.
Menyusul pemberantasan dugaan KKN di tubuh pemerintahan Sumenep selama ini. Di sini yang perlu ditonjolkan, figur keteladanan seorang pimpinan.
"Maksudnya, KKN itu bisa diberantas walau tidak 100%, saya tidak akan menerima hadiah sebelum atau sesudah dilantik menjadi Bupati, ini sumpah saya. Sebab hak saya kan sudah ada berupa gaji yang ditentukan. Bila ada hadiah berupa apa pun, dalam agama disebutkan, itu bisa haram atau subhad," tegasnya.
Dalam memberantas KKN dia tidak asal comot bawahannya nantinya, tetapi pembinaan internal. Bila sudah tidak bisa dibenahi, terpaksa di-lengser-kan dari jabatannya. Namun itu berproses, misalnya selama tiga bulan tidak mampu, ya harus minggir.
"Yang jelas saya tidak akan melakukan gebrakan seperti yang dilakukan pejabat baru, supaya tidak ada gejolak. Bertahap, berikan mereka menata dirinya," ujarnya.
Dia meminta juga masyarakat agar melakukan kontrol terhadap pola kepemimpinannya, selain dari DPRD. Walau dia telah didudukkan FPKB sebagai fraksi terbesar (25 anggota). Dia akan terbuka dengan segenap saran dan kritik yang membangun kepemimpinannya nanti.
Ada yang ragu Sumenep bertambah maju karena legislatif dan eksekutif "dikuasi" PKB, menurut Kiai Ramdlan, bisa dilihat nantinya. Jadi masyarakat bisa memilah-milah tugas DPRD sebagai pengontrol dan Bupati sebagai pelaksana pemerintahan dan pembangunan Sumenep.
"Sebab kalau saya dibiarkan bila keliru atau salah, berarti orang-orang PKB yang duduk di DPRD, mengkhianati saya. Begitu pula masyarakat silakan memberikan masukan, itu amat berarti bagi saya," katanya. (kas)