back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Radar Madura
Senin, 21 Februari 2000
Jawa Pos


Sumpah Pocong, Cara Adili Tersangka Dukun Santet

SUMENEP - Gayung bersambut. Itulah kira-kira respon masyarakat terhadap sosialisasi ajakan pemda Sumenep dan para ulama mengenai maraknya isu pembunuhan berkedok dukun santet di Sumenep yang akhir-akhir marak. Buktinya, sosialisasi ini bisa menyelamatkan jiwa Mu'amsi (55 Th) salah seorang warga Desa Kebundadap Kecamatan Saronggi, yang dituduh mempunyai ilmu sihir atau ilmu santet. Masyarakat sudah tidak lagi melakukan pengadilan dan menghakiminya, seperti yang terjadi sebelumnya dengan cara dibunuh. Dengan melakukan sumpah pocong sebagai media membuktikan tuduhan tukang santet itulah, yang sementara dianggap efektif itu mulai dilakukan.

Itulah yang dilakukan Mu'amsi, yang mengetahui ajakan bupati lewat media massa, kemarin memenuhi keinginanya, melakukan sumpah pocong di masjid setempat. ''Ini jalan terbaik, dari pada mati konyol karena dicurigai sebagai tukang santet,'' ujar Mu'amsi yang selalu dijadikan kambing hitam jika ada warga sakit dan meninggal.

Karuan saja, masjid tertua di Desa Kebundadap barat itu dibanjiri warga dari berbagai desa yang ingin menyaksikan ritual pelaksanaan sumpah pocong, yang pertama di masjid tersebut. Mereka yang terdiri dari orang tua, pemuda dan anak-anak, datang berombongan dan memenuhi masjid jauh sebelum acara ritual dimulai. Diantara mereka ada lontaran sumpah serapah agar Mu'amsi cepat mampus, tapi tidak sedikit yang menaruh iba dan tidak percaya Mu'amsi punya ilmu santet.

Ritual ini berlangsung sekitar satu jam, dimulai sekitar pukul 12.30 wib, disaksikan muspika setempat, pemuka agama dan tokoh masyarakat. Sebelum sumpah pocong dimulai, KH. Said Abdullah, pimpinan ponpes Mathai'ul Anwar dari PCNU Sumenep yang memimpin ritual ni meminta Mu'amsi mengucap kesedian disumpah pocong. Namun yang menarik, tiga warga yang gencar menuduh Mu'amsi sebagai tukang santet, menolak ketika diminta kesediannya disumpah pocong.

KH Said Abdullah-pun tidak ngotot, tapi hanya mengingatkan warga yang menuduh akan mendapat dosa berlimpah, jika Mu'amsi ternyata tidak punya ilmu santet. Ritual ini memnag sempat membuat merinding warga yang menyaksikan. Sebab, Muamsi yang datang sendirian tanpa diantar anggota keluarganya, benar-benar diperlakukan sebagai jenazah. Dibungkus kain kafan dan diikat tiga, "jenasah" Mu'amsi dilonjorkan, dan bacaan tahlil-pun dikumandangkan.

Suasana menjadi hening, ketika KH Said Abdullah, yang didampingi Ketua MWC NU Kecamatan Saronggi, KH. Mahfud Rahman, memulai dengan mengucapkan lafad sumpah pocong sebanyak tiga kali diikuti Mu'amsi, dalam bahasa Madura. ''Allahumma ya Allah, saya Mu'amsi. Wallahi saya bersumpah, bahwa saya tidak memiliki ilmu santet atau ilmu sihir. Jika saya bohong, saya siap menerima laknat dan bala' darimu ya Allah. Ya Allah, terimalah sumpah saya,''

Sementara itu, Kabag Humas Pemda Sumenep, Drs. Didik Untung Samsidi, yang hadir ditengah-tengah acara ritual, mengatakan solusi sumpah pocong sebagai media pembuktian tuduhan tukang santet, akan terus disosialisasikan. ''Barangkali inilah (sumpah pocong, red) jalan terbaik, untuk mencegah pembantaian terhadap warga yang dituduh tukang santet, yang sejak awal 2000 mulai marak,'' ujar Didik. Apalagi, tambah Didik, biaya sumpah pocong yang mencapai 300 ribu sepenuhnya ditanggung bupati (sul)