back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

BERITA UTAMA
Rabu, 06 September 00
Jawa Pos


Sampang Masih Tegang
Penentang Fadhilah Demo Tandingan, Pelantikan Besok Terancam Gagal

SAMPANG - Meski Mendagri telah mengesahkan bupati terpilih Fadhilah Budiono, kota Sampang ternyata belum juga aman. Kota yang sempat lumpuh sehari itu ternyata hanya sempat tenang semalam. Ketegangan muncul lagi setelah kelompok penentang Fadhilah mengancam demo tandingan besar-besaran.

Tadi malam, puluhan truk massa mulai bergerak ke arah kota Sampang. Sementara itu, ratusan petugas keamanan, baik dari jajaran Polres Sampang maupun Polwil Madura, tetap melakukan antispasi. Mereka berjaga-jaga di sepanjang jalan menuju Pendapa Agung Sampang dan Kantor Pemkab Sampang.

Sumber Jawa Pos dari kelompok penentang Fadhilah menyebutkan, ribuan massa telah siap melakukan demo tandingan hari ini. Disebutkan bahwa massa yang diangkut dengan puluhan truk itu akan bergerak dari arah kota Sampang.

Jika demo tandingan ini benar-benar terlaksana, situasi mencekam akan kembali terjadi. Bukan tidak mustahil, pelantikan Bupati Fadhilah yang direncanakan Gubernur Imam Utomo berlangsung besok akan gagal. Pelantikan ini berlangsung setelah ribuan pendukung Fadhilah menggeruduk kota dan menyegel semua kantor pemerintahan.

Kapolres Sampang Superintendent Drs Endaryoko SH berharap agar masyarakat tidak membuat pancingan yang bisa memperkeruh keadaan. Dia minta semua pihak menerima SK pengangkatan Fadhilah ini. ''Meski begitu, kami selaku petugas tetap akan bersikap netral," ujarnya tadi malam.

Setelah lumpuh sehari, kemarin aktivitas kota Sampang sudah normal. Kantor-kantor pemerintah yang disegel massa pendukung Fadhilah telah dibuka. Di kantor pemkab, Fadhilah memimpin aksi gotong-royong membersihkan sampah para pengunjuk rasa.

Palang kayu yang menutup pintu utama gedung pemkab juga tampak dilepaskan. Para karyawan yang awalnya berada di luar memasuki ruangan masing-masing. Palang kayu yang menyegel ruangan bupati dan Sekwilkab juga dilepas.

Dengan memakai sapu lidi seadanya, para karyawan membersihkan sampah yang berserakan di halaman kantor pemkab. Bahkan, untuk membersihkan halaman, truk tangki air Dinas Kebersihan menyemprotkan air ke segala arah.

Setelah kantor Pemkab Sampang dibuka, tanpa dikomando, kantor-kantor yang lain juga dibuka. Kantor Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejari, Pengadilan Agama, Dinas P dan K, DPR Sampang, dan sekolah-sekolah mulai melaksanakan aktivitas lagi. Begitu pula arus lalu lintas sudah mulai kembali lancar.

Walaupun demikian, karyawan yang masuk kantor masih tampak jarang. Mereka tampaknya masih trauma dengan aksi kemarin lusa. 'Mungkin besok karyawan sudah banyak yang masuk. Sebab, sebagian besar dari mereka masih ragu-ragu dengan situasi keamanan pascaunjuk rasa kemarin," kata salah seorang karyawan. (fiq/sor)

Dilengserkan

Sementara itu, meski Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja telah mengesahkan Fadhilah sebagai bupati Sampang, jago FPPP dari Fraksi TNI/Polri ini belum sepenuhnya aman. Sebab, Mendagri juga siap melengserkan dia jika dugaan menilap beras bantuan untuk pengungsi Sambas di Madura terbukti di pengadilan.

Hal itu kemarin diungkapkan Dirjen Pemerintahan Umum dan Daerah (Pumda) Depdagri Dr Budiono. ''Kami siap mencabut SK itu jika dugaan Fadhilah menilap beras jatah pengungsi itu terbukti di pengadilan," katanya ketika dihubungi di Depdagri, kemarin.

Menurut dia, Depdagri sengaja menunda pelantikan Fadhilah karena menerima banyak laporan di balik kejanggalan yang mengiringi proses pemilihan bupati di Sampang. ''Setidaknya, tim kami sudah menerima tiga laporan dari kejanggalan itu," tegas Budiono.

Apa itu? Pertama, terkait dengan dugaan penilapan beras jatah untuk pengungsi Sambas di Madura. Kasus ini sekarang sedang disidik Pomdam. ''Saksi-saksi kasus tersebut tengah disidik. Kami tidak ingin pelantikan itu justru menghambat proses hukum tersebut," katanya.

Kedua, status hukum salah satu anggota DPRD Sampang dari PPP. Menurut SK Mendagri, Mei lalu dia seharusnya sudah diganti. Ternyata, dia masih menggunakan haknya untuk memilih bupati. ''Memang benar, pengggantinya belum dilantik. Namun, kejelasan status itu berpotensi menimbulkan konflik di dewan," ujarnya.

Ketiga, masukan dari elite Sampang yang mempersoalkan status kepegawaian Fadhilah. Saat ini, dia belum jelas apakah pensiun atau tidak dari jabatan sebelumnya di Polri. ''Alasan kedua dan ketiga, kami kira, sudah ada titik temunya. Cuma, yang mengganjal kami hanyalah persoalan pertama," katanya.

Ketika ditanya apakah SK Nomor 131.35-418 sebagai dasar pengesahan Fadhilah sebagai bupati itu jawaban terhadap aksi ratusan massa di Sampang, Budiono menolak mentah-mentah. Menurut dia, turunnya SK pada 4 September itu hanya kebetulan beberapa jam setelah aksi massa itu berlangsung.

''Terus terang, kami bisa menemukan jalan tengah mengatasi persoalan itu pada waktu itu. Yang jelas, itu bukan hasil desakan massa setempat," tegasnya.

Semua hasil penyelidikan itu merupakan hasil kerja tim klarifikasi. Menurut dia, stafnya tidak bekerja setengah-setengah untuk mengungkap tiga laporan tersebut. ''Sebelumnya, penundaan pelantikan itu sudah kami pikirkan matang-matang. Faktor politis dan hukum administrasi mendasari semua keputusan kami," ujarnya.

Budiono sendiri bersumpah, tidak ada maksud untuk menganulir hasil pemilihan bupati Sampang itu. Sebab, di samping bertentangan dengan semangat UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, juga tidak ingin memangkas demokratisasi yang tumbuh di daerah.

''Kami banyak menerima masukan dari daerah bahwa proses pemilihan kepala daerah memang banyak terindikasikan KKN. Bukan cuma di Sampang saja, di Jembrana (Bali), Terutung (Sumut), dan sejumlah daerah lain tengah kami selidiki kebenaran berita itu," katanya.

Sementara itu, pakar ilmu pemerintahan Dr Ngadisah menilai logis langkah Depdagri menunda pelantikan Fadhilah. Sebab, itu merupakan jawaban atas sikap berpolitik anggota DPRD yang terkadang berlebihan.

Apalagi, di sejumlah daerah memang tidak sedikit pemilihan bupati yang diiringi money politics. ''Kalau ini terjadi, kasihan rakyatnya," kata pengamat dari IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) itu.

Senada dengan Ngadisah, pengamat hukum tata negara Unpad Sri Soemantri mengatakan, kasus tersebut sering terjadi karena DPRD yang merupakan pemegangan kewenangan tertinggi di daerah kerap melakukan keteledoran. "Bahkan, karena merasa mempunyai wewenang yang sangat kuat, DPRD tidak jarang memainkan calon mana yang layak dipilih atau tidak," tandas Sri Soemantri.

Karena itu, dia mengusulkan, selain menjelaskan soal kekuatan hukum pelantikan, menurut dia, juga perlu dibentuk suatu mekanisme penyaringan level daerah." Dengan cara ini, calon yang tidak beres pasti tidak akan masuk pemilihan," katanya. (agm/lex)