back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Berita Utama
Selasa, 05 September 00
Jawa Pos


Sampang Lumpuh Total
Ultimatum Gubernur, 182 Lurah Mundur, Jalan-Jalan Diblokade

SAMPANG - Aksi massa besar-besaran terjadi di Sampang. Gara-gara bupati terpilih batal dilantik, ribuan massa pendukungnya mengamuk. Mereka memblokade jalan-jalan, menutup semua kantor pemerintah, serta mengulitmatum gubernur dan menteri dalam negeri.

Tak hanya itu. Aksi massa dari 12 kecamatan itu juga diikuti aksi mundur masal 182 kepala desa dan lurah. Tak pelak, aksi yang berlangsung kemarin itu membuat Kabupaten Sampang, Madura, Jatim, lumpuh total. Toko-toko tutup dan kantor pemerintah kabupaten pun diduduki.

Massa itu kecewa karena bupati terpilih, H Fadhilah Budiono, diberhentikan menteri dalam negeri sebelum dilantik. Sebagai pelaksana teknis, Gubernur Jatim Imam Utomo menunjuk Drs Junaed Kedde. Nama yang disebut terakhir ini adalah pembantu gubernur wilayah VI Madura di Pamekasan.

Mengapa Fadhilah batal dilantik? Bupati yang berasal dari Fraksi TNI/Polri ini diduga menilap beras jatah untuk pengungsi Sambas di Madura. Karena itu, dia ditolak masyarakat Sampang di Surabaya. Dalam pemilihan, Fadhilah mengalahkan calon bupati FKB Senior Superintendent Sanusi.

Apakah aksi massa ini bisa disebut pembangkangan sosial? Sosiolog Universitas Airlangga Dr Hotman Siahaan tak mau menyebut aksi tersebut sebagai wujud pembangkangan sosial. ''Aksi itu lebih tepat disebut sebagai pressure politik,'' katanya kepada Jawa Pos tadi malam.

Aksi massa itu berlangsung sejak pagi kemarin. Sejak pukul 08.00, massa dari 12 kecamatan sudah menutup kantor kecamatan masing-masing. Penutupan secara paksa itu dimulai dari Kantor Kecamatan Sampang dan Sokobanah. Aksi tersebut lantas merembet ke kecamatan-kecamatan lain.

Baru sekitar pukul 09.30, massa yang menyemut ini memasuki kota dari berbagai arah. Setelah memasuki kota, mereka menyegel paksa Kantor Dispenda Sampang. Karyawan yang masih kelihatan ngantor langsung diusir dan disuruh pulang. Pintu pagar kantor lantas dipalang dengan bambu dan dirantai.

''Selama Pak Fadhilah belum dilantik, semua kantor harus tutup. Ingat, pimpinan kalian belum dilantik. Semuanya harus libur. Bapak dan Ibu tidak usah khawatir gajinya nanti akan dipotong," teriak salah seorang demonstran yang disoraki teman lain dengan yel-yel dukungan pada Fadhilah.

Tak satu pun pegawai pemerintah yang berani melawan ''instruksi" dadakan para pengunjuk rasa itu. Semua karyawan dibuat tidak berkutik. Mau tidak mau, karyawan berhamburan keluar dari ruang masing-masing dan segera pulang. Mereka ketakutan.

Pemandangan serupa juga terjadi di Kantor Pengadilan Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Negeri, Dinas Pendidikan Nasional, Pengadilan Agama, Sekretariat DPRD, Dinas Kesehatan, dan Kantor Pemkab Sampang. Bedanya, ada kantor yang disegel dan ada yang hanya dibiarkan begitu saja. Cuma karyawannya yang diusir pulang.

Di Kantor Pemerintah Kabupaten Sampang, massa menyegel semua ruang yang ada. Mulai ruang kantor bupati, Sekwilkab, ruang aula, serta pintu masuk dan keluar. Bahkan, massa juga menempeli sisi gedung dengan spanduk ukuran besar. Bunyinya: "Sekalipun Langit Runtuh, Fadhilah Harus Dilantik; Kalau Pemerintah Pusat Main Kayu, Masyarakat Sampang Siap Main Besi; Jangan Jadikan Sampang sebagai Kelinci Percobaan; Masyarakat Sampang Hanya Bersedia Diperintah H Fadhilah Budiono".

Ketika berada di kantor pemkab, wakil massa pendukung Fadhilah diterima Sekwilkab Sampang H Erdit Herrunandi SH, Kapolres Sampang Supt Drs Endaryoko SH, Dandim Sampang Letkol Inf Royani, dan beberapa asisten Sekwilkab.

Lantas, apa tuntutan mereka? Melalui koordinator aksi H Moh. Nurun Tajalla, mereka mendesak Mendagri agar SK pelantikan Fadhilah segera dituntaskan. ''Jika sampai dalam waktu tiga hari ini masih tetap tidak ada kepastian dari Mendagri, maka kantor pemerintah tetap akan kami duduki."

Tak hanya itu. Mereka juga mengancam Gubernur Imam Utomo. Kata Nurun Tajjala, jika Fadhilah tak segera dilantik, Sampang akan dibumihanguskan.

''Terus terang, kesabaran kami sudah habis. Kalau gubernur dan Mendagri tetap mengingkari aspirasi masyarakat Sampang, jangan salahkan kami jika trauma kasus Pemilu 1997 ataupun peristiwa Nipah kembali terulang," tukasnya.

Seperti diketahui, kerusuhan memang pecah pada Pemilu 1997. Saat itu, massa juga membakar sejumlah kantor pemerintah. Dalam kasus Nipah, massa menentang pembebasan tanah untuk proyek bendungan. Sejumlah orang tewas dalam kasus itu.

Sampai berita ini diturunkan, sebagian besar massa masih menduduki kantor pemkab. Bahkan, mereka membuat tenda besar di halaman depan kantor pemkab, sebagai tanda bahwa aktivitas pemkab dinyatakan vakum.

Aksi massa pendukung Fadhilah ini telah membuat kondisi kota Sampang mencekam. Apalagi, mereka tidak hanya menduduki dan menyegel kantor-kantor pemerintahan, tetapi juga memblokade jalan masuk dan keluar kota Sampang. Akibatnya, arus lalin menuju kota itu macet.

Tepat di perempatan Jl Kusuma Bangsa Sampang (depan kantor Kejaksaan Negeri Sampang), mulai sekitar pukul 12.00 dua truk pembawa massa demonstran diparkir melintang menutupi badan jalan. Sementara massa terus bersiap siaga menghalang-halangi kendaraan yang lewat.

Aparat kepolisian dibuat kelabakan dengan ulah demonstran ini. Petugas tidak bisa berbuat banyak karena jumlah demontran lumayan besar. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya kendaraan roda dua dibolehkan melintas.

Ulah massa itu membuat banyak kendaraan dari luar kota, seperti mobil, bus, dan truk, terjebak di dalam kota. Sementara itu, arus lalu lintas dari Pamekasan terpaksa dihentikan petugas gabungan DLLAJD dan Polres Sampang di terminal Sampang. Sedangkan arus dari Bangkalan dihentikan di SPBU (pompa bensin) Sampang kota.

Kecemasan dan kekhawatiran warga Sampang terhadap situasi keamanan membuat bank-bank, sekolah, toko, dan warung tidak berani buka. ''Saya khawatir, massa mengamuk dan menjarah toko. Untuk jaga-jaga, lebih baik toko saya ini saya tutup saja, Mas," kata salah seorang pemilik toko.

Kapolres Endaryoko mengatakan, sampai saat ini situasi masih bisa dikendalikan. Dia berharap, massa pengunjuk rasa tidak melakukan aksi perusakan dan penjarahan. ''Kami tetap mengharap kondisi Sampang tetap aman," katanya.

Dia mengungkapkan, saat ini, pihaknya telah menurunkan sekitar 500 personel. Selain dari jajaran Polres Sampang, juga ada bantuan petugas dari beberapa polres di Madura. Bahkan, bantuan personel juga didatangkan khusus dari Polda Jatim. Namun, personel dari Polda Jatim tersebut masih stand by di Bangkalan, sambil menunggu perkembangan lebih lanjut.

Kades Mundur

Sementara itu, sebagai tidak lanjut tuntutan massa, 182 Kades dan lurah yang ada di Kabupaten Sampang secara resmi menyatakan mundur. Pernyataan itu disampaikan di depan Sekwilkab Sampang, Kapolres Sampang, Dandim Sampang, para asisten Sekwilkab, dan para wartawan.

Nurun Tajalla menyatakan, sejak ditandanganinya surat pernyataan pada hari ini (kemarin, Red), 182 Kades dan lurah se-Kabupaten Sampang meletakkan jabatan sampai dengan dilantiknya Drs H Fadhilah Budiono dan Dr H A. Said Hidayat MSi sebagai bupati dan wakil bupati Sampang periode 2000-2005.

''Kami hanya bersedia diperintah oleh Pak Fadhilah dan Pak Said Hidayat. Di samping itu, kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kemungkinan akibat tidak dilantiknya beliau berdua," tandas Nurun yang juga pernah memimpin aksi serupa di kantor Depdagri Jakarta beberapa waktu lalu.

Yang menarik, pada kesempatan itu, secara simbolis beberapa Kades dan lurah langsung melepas lencana Kades dan lurah yang mereka pakai. Mereka juga membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa mereka secara sukarela melepaskan jabatan demi dilantiknya Fadhilah Budiono dan Said Hidayat.

Nurun mengatakan, pemilihan bupati dan Wabup Sampang pada 22 Juli 2000 lalu telah dilaksanakan secara demokratis, jujur, adil, dan transparan. Secara sadar, semua fraksi yang ada di DPRD Sampang juga sudah menandatangani berita acara pilbup.

''Oleh karena itu, secara administratif-normatif, pilbup tidak bermasalah dan wajib hukumnya bagi Mendagri melantik bupati dan Wabup Sampang terpilih," lanjutnya dengan nada berapi-api.

Lantas, para Kades dan lurah mengungkapkan kekecewaannya terhadap isi radiogram Mendagri yang menunjuk Gubernur Jatim H Imam Utomo sebagai plh bupati Sampang. Mereka juga menyesalkan tindakan gubernur yang telah menunjuk Pembantu Gubernur di Pamekasan H Junaed Kedde sebagai plt bupati Sampang. ''Kami menolak secara tegas plh dan plt bupati," ujar Kades Trapang Banyuates Herman Hidayat.

Lantas, apa tanggapan Sekwilkab tentang tuntutan ini? Erdit Herrunandi mengaku tak bisa memberikan kepastian tentang kapan Fadhilah dilantik. Sebagai aparat, sambungnya, dia masih harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan plt Bupati Junaed Kedde.

''Karena aksi ini bersifat spontan, kami belum bisa memberikan jawaban sekarang. Hanya saja, kami akan berusaha keras agar tuntutan masyarakat ini dapat diteruskan ke pengambil kebijakan yang lebih tinggi," tuturnya.

Lantas, apa yang dilakukan Gubernur Imam Utomo menghadapi masalah itu? Ia berjanji segera mengambil tindakan. ''Saya sudah menelepon Pak Fadilah agar segera turun ke lapangan mengatasi hal ini. Karena yang melakukan aksi itu kan semuanya pendukung dia," kata gubernur kepada wartawan usai mengikuti sidang paripurna di DPR Provinsi Jatim kemarin.

Selain itu, mantan Pangdam V/ Brawijaya itu berjanji akan mendesak Mendagri untuk segera memproses Fadilah secepatnya. ''Pelantikan dan pemberhentian Fadilah itu sepenuhnya menjadi wewenang Mendagri. Saya kan hanya pelaksana di daerah," ujarnya.

Perlukah menerjunkan pasukan ke Sampang? Gubernur mengatakan hal itu masih belum saatnya dilakukan. ''Yang dilakukan warga Sampang, menurut saya, masih bisa ditoleransi. Karena itu, kalau perlu, saya dan Pak Fadilah akan terjun ke lapangan," paparnya.

Hotman lantas mencontohkan berbagai aksi pembangkangan sosial. Apa saja? Misalnya, tak mau membayar pajak, tidak mengakui kedaulatan negara, atau menolak membayar rekening telepon maupun listrik.

Dalam kasus Sampang ini, lanjut dia, tidak ada gejala pembangkangan seperti yang dicontohkannya. "Mereka hanya menduduki tempat-tempat pelayanan umum, kantor, dan sekolah, serta melakukan aksi mogok. Saya kira, terlalu jauh kalau disebut sebagai pembangkangan sipil," ujarnya.

Menyikapi fenomena tersebut, menurut Hotman, pemerintah harus segera merespons dengan langkah yang proporsional. Setidaknya, bisa menjawab ekspektasi warga Sampang yang menuntut Fadhilah secepatnya dilantik. (kum/sor/radar madura)