back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Dikbud
Senin, 01 November 1999
KOMPAS


Prof Dr HAR Tilaar: Rombak Struktur BAN-PT

Jakarta, Kompas

Struktur Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dinilai guru besar emeritus Prof Dr HAR Tilaar perlu ditinjau kembali, sebab selama ini lembaga tersebut masih mencerminkan kuatnya peran pemerintah, sentralistik dan etatistik. BAN-PT perlu ada tetapi ia harus berupa badan yang tumbuh dari bawah, bersifat independen dan beranggota lebih banyak unsur masyarakat (utamanya perguruan tinggi swasta) di daerah daripada birokrat dan orang pemerintah seperti yang terjadi sekarang.

Pemikiran itu dikemukakan Tilaar dalam sarasehan Visi Pendidikan Tinggi dalam Milenium III yang diadakan American Institute of Manajemen Sciences (AIMS) di Jakarta, Sabtu (30/10). Sederet nama seperti Prof Dr Miftah Wirahadikusumah (Vice President AIMS), Prof Dr Ir Sambas Wirakusumah (Rektor Universitas Pembangunan Nasional/UPN Jakarta) serta President of JIMS (Jakarta Institute of Management Studies) berbicara dalam acara tersebut.

Tilaar yang juga staf ahli Ketua Bappenas itu juga mengusulkan agar kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta) dibubarkan. "Yang perlu diatur itu tidak hanya PTS (perguruan tinggi swasta) saja, tetapi mengapa diadakan lembaga yang hanya mengatur PTS. Ini 'kan pengkotak-kotakan," ujarnya menjawab wartawan yang menemuinya usai berbicara di forum. Dikatakan, tugas pemerintah seharusnya mengayomi PTN maupun PTS.

Jaringan kerja sama antarpendidikan tinggi baik PTN maupun PTS, menurut dia, banyak dihalangi oleh peraturan yang bertolak pada pelestarian kekuasaan pemerintah dengan dalih untuk melindungi masyarakat. "Dapat dikatakan, PTS selalu menjadi korban dari kekuasaan pusat," katanya.

Tingkat regional

Soal BAN-PT, Tilaar menyatakan lembaga itu tetap diperlukan, namun seyogyanya ia tak berada di pusat melainkan di tingkat regional saja (desentralisasi). Maksudnya, agar ia mengakomodasi kebutuhan tiap daerah yang pasti berbeda, demikian pula kondisi dengan PT di daerah-daerah.

Tugas BAN dikatakan tidak boleh seperti polisi yang menghukum PT yang dianggap salah karena tak memenuhi peraturan pemerintah. "Seharusnya tugas BAN cukup membina PT dan bagaimana keberadaan PTS/ PTN dimanfaatkan secara bersama untuk kepentingan yang lebih luas misalnya kerja sama networking," katanya.

Berbagai peraturan mengenai perizinan perlu ditinjau kembali dan membuat fungsi BAN bukan semata-mata penghalang tetapi ikut mendorong dan membina tumbuhnya pendidikan tinggi yang semakin bermutu. Citra BAN sebagai lembaga peradilan diganti sebagai lembaga yang dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan akuntabilitas pendidikan tinggi.

Satu lagi yang harus dilakukan secara bersama oleh PTN/ PTS dan semua pihak terkait, bagaimana meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) masuk PT di Indonesia yang baru 13 persen, terendah di ASEAN.

Dengan kondisi seperti itu, tentu saja BAN-PT harus menjadi lembaga independen dari segi biaya, keberadaan fisik (kantor) sampai keputusannya. Keanggotaan PT di BAN juga bukan keharusan melainkan suka rela. Demikian Tilaar. (tri)