back
Serambi KAMPUS PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

3 September 1999 Suara Pembaruan


Tinjau Ulang Jumlah SKS Program S1 dan S2

Bogor, Pembaruan

Mantan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Andi Hakim Nasoetion menilai, jumlah SKS (Satuan Kredit Semester) untuk program Strata 1 (S1) perlu ditinjau kembali karena dinilai terlalu berat. Di AS dan Malaysia, untuk menyelesaikan program S1 diperlukan sekitar 120-128 SKS, dan untuk program studi keteknikan S2 hanya mencatumkan maksimal 12 mata kuliah.

"Di Indonesia, ada yang menjadikan 150 SKS sebagai syarat kelulusan S1," kata Andi Hakim pada talkshow dalam rangka Dies Natalis ke-34 IPB di Bogor, Kamis (2/9). Tampil pula astronom Dr Karlina Leksono dan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud Dr Indrajati Sidi.

Bahkan, lanjut Andi Hakim, ada program Diploma 1 (D1) yang dengan bangga mengiklankan bahwa program satu tahunnya itu memberikan matakuliah 50 SKS. Itu artinya setara dengan 100 jam kerja per minggu atau 2,5 kali batas kerja yang diizinkan oleh Departemen Tenaga Kerja.

Anehnya, perpustakaan kosong melompong dan para mahasiswa tidak tampak belajar di rumah atau di asrama. "Untuk mengerjakan tugas-tugasnya itu, barangkali si mahasiwa menyerahkannya kepada 'Oom Jin'," tutur Andi Hakim penuh canda.

Walaupun jumlah SKS-nya lebih rendah daripada di Indonesia, mahasiswa Malaysia baru kembali dari perpustakaan pukul 12.00 tengah malam. "Saya saksikan bahwa mahasiswa Universitas Teknologi Malaysia di Johore Baharu seperti itu," katanya.

"Petanghari mereka tampak bersantai. Baik lelaki maupun perempuan, main layangan dengan berbagai bentuk. Di antaranya ada yang mengarahkan alat untuk mengukur ketinggian terbang dari layang-layang itu. Ternyata mereka adalah mahasiswa program studi aeronautika yang sedang menerapkan hasil praktikum aerodinamika."

Dia memprihatinkan transkip mahasiswa program pascasarjana di Indonesia. Beberapa kuliah yang seharusnya diberikan di S2 ternyata sudah diajarkan di S1. Dan, beberapa mata kuliah yang seharusnya diberikan di S3 sudah diajarkan di S2.

Dosen Agrometeorologi IPB Dr Ir Hidayat Pawitan punya pengalaman lain. Betapa kagetnya dia ketika melihat buku fisika kelas 2 SMA yang di dalamnya berisi persamaan-persamaan parsial diferensial yang begitu rumit. "Di S1 saja materinya tidak serumit itu," kata Hidayat.

Menyoal pelajaran Matematika di pendidikan dasar, Andi Hakim mengatakan, mematok pelajaran Matematika terbatas pada berhitung gaya lama, sama dengan melatih anak muda kita untuk tidak mengenali dan menguasai kemampuan bernalar.

Cara ini dinilai suatu keuntungan, kalau kita memang ingin mempunyai sistem pemerintahan otoriter, yang memerlukan massa mengambang untuk memenangkan suara dalam Pemilu.

Proyek Titipan

Yang juga perlu ditinjau adalah beberapa proyek titipan, seperti matakuliah Pancasila, P-4, dan Kewiraan. Seharusnya ketiganya digabung menjadi satu, tegas Andi Hakim yang kini menjadi Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telkom, Bandung.

Pelajaran Bahasa Indonesia juga perlu ditekankan ke masalah retorika dan komposisi. Begitu pula dengan pelajaran Agama di universitas, yang selama ini serupa dengan apa yang diajarkan di pendidikan dasar dan menengah. Seharusnya, saran Andi Hakim, pelajaran Agama di universitas sudah harus dapat diberikan mengarah ke filsafat agama, sehingga dapat membantu membentuk sikap akademik bagi para mahasiswa.

Sementara itu Karlina memprihatinkan kemajuan iptek yang sesungguhnya belum menyentuh partisipasi masyarakat. Masyarakat secara umum memang mengambil bagian di dalam kemajuan iptek. Namun secara serentak, mereka sebenarnya tidak ikut serta.

Hubungan sebagian besar masyarakat dengan kemajuan iptek adalah hubungan anonim. Bahkan, kata Karlina, jika proses penemuan, penerapan, dan perkembangan berbagai temuan ilmu pengetahuan dicermati secara mendalam, hubungan lanjut seorang ilmuwan dengan temuannya pun anonim.(B-12)