SURABAYA
Selasa, 22 September 1998

Surabaya Post

Eksploitasi minyak dan gas bumi di Kec. Sampang, Kab. Sampang, diusulkan oleh anggota Komisi A DPRD Jatim untuk dihentikan sementara mencegah timbulnya gejolak warga. Sedamg penambangan di atas lahan seluas 160 ha di Pulau Mandangin akan dibicarakan oleh dewan dengan Gubernur Jatim.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi A DPRD Jatim dengan 25 orang wakil 179 warga Pulau Mandangin, Senin (21/9) siang diketahui, biaya ganti rugi lahan yang digunakan untuk kegiatan itu tidak diketahui keberadaannya. Menurut rencana semula, setiap lubang makam (batu nisan) diganti Rp 150 ribu.
"Selain masalah ganti rugi, yang dipersoalkan oleh warga Pulau Mandangin adalah gangguan lingkungan bila proyek eksploitasi itu tetap dilaksanakan," ujar Abdul Kadir, yang memimpin rapat dengar pendapat itu.
Komisi A DPRD Jatim dalam waktu dekat akan memanggil Pertamina untuk menjelaskan sudah sejauh mana perjalanan pelaksanaan proyek tersebut. "Tapi tampaknya warga cenderung menolak proyek eksploitasi itu," kata Abdul Kadir.
Drs Muhith Efendy, salah seorang anggota Komisi A DPRD Jatim mengatakan, ada dua alternatif untuk mengatasi persoalan ini. Proyek tetap dilaksanakan dengan syarat harus dilakukan di lepas pantai --tanpa menjamah tanah warga, kendati masalah pencemaran masih mengganggu warga.
Alternatif kedua, proyek tetap dilaksanakan di Pulau Mandangin, dengan syarat warga memperoleh ganti rugi tanah sebesar Rp 250 ribu/m2. Warga yang dipindahkan dari Pulau Mandangin harus dicarikan tanah pengganti yang lebih produktif.
Keterangan yang diperoleh dari warga menyebutkan, sekitar 37 ha tanah di Pulau Mandangin sudah dibebaskan dengan harga antara Rp 6 ribu/m2 hingga Rp 40 ribu/m2. Rencananya, proyek itu membutuhkan sekitar 50 ha lebih.
Sementara itu, Zainal Abidin, salah seorang warga Pulau Mandangin mengatakan, warga melakukan pembongkaran dan pemindahan makam ahli warisnya dengan biaya sendiri. Padahal, biaya ganti ruginya Rp 150 ribu/batu nisan.
"Kami sudah berupaya menemui Pak Bupati, tapi nggak pernah ditemui. Padahal warga sepakat untuk menolak proyek tersebut. Warga pada waktu itu bersedia melepaskan tanahnya itu, karena dipaksa," kata Zainal Abidin.
Di Pulau Mandangin, terdapat 16 ribu jiwa atau sekitar 900 KK (kepala keluarga) tinggal tersebar di areal seluas 160 ha. (aka)