back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Virtual Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

24 Januari 2000 Republika


Poros Tengah dan Para Pembisik
oleh Dr Mahfud M.D., S.H., S.U.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Indonesia

Pernyataan Presiden Gus Dur bahwa Aksi Sejuta Umat Islam yang berlangsung di Monas pada hari terakhir bulan Ramadhan (7/1/2000) merupakan tindakan untuk menjatuhkan Pemerintahan Gus Dur sangatlah berlebihan. Apalagi jika dikatakan bahwa aktor intelektual di belakang upaya untuk menjatuhkan pemerintahan itu adalah kelompok Poros Tengah yang selama ini nyata-nyata menjadi promotor utama bagi naiknya Gus Dur sebagai Presiden. Sikap berlebihan Gus Dur terasa pula dari pernyataannya yang agak melecehkan bahwa yang hadir di Monas itu hanya 20.000 orang; padahal melalui pemberitaan media cetak dan elektronik, meskipun memang tidak mencapai sejuta umat, yang hadir ketika itu mendekati setengah juta orang. Ada dua persoalan menarik dari kasus ini yakni sikap Poros Tengah terhadap Pemerintahan Gus Dur dan akurasi data bisikan yang disampaikan kepada Gus Dur oleh orang-orang yang dipercayainya untuk menjadi pembisik.

Dukungan Poros Tengah

Dari perhitungan politik apa pun sangatlah tidak mungkin jika Poros Tengah, terutama tokoh utamanya seperti Amien Rais, mempunyai pikiran atau rencana untuk menjatuhkan pemerintahan Gus Dur. Sebab pilihan Poros Tengah atas Gus Dur merupakan hasil ijtihad politik yang dianggap paling baik dari berbagai pilihan yang (bagi umat Islam) semuanya pahit. Secara etis tidak mungkin Poros Tengah merusak sendiri apa yang telah dibangunnya dengan susah payah. Sampai sekarang Poros Tengah belum mempunyai alternatif yang lebih baik daripada mempertahankan kepemimpinan Presiden Gus Dur, betapa pun mengecewakannya sikap-sikap Gus Dur dalam beberapa hal. Jika Gus Dur harus berhenti sebagai Presiden maka Poros Tengah akan kehilangan saham politik yang selama ini dimiliki, sebab yang akan tampil sebagai pengganti Gus Dur kemungkinan besar bukan dari tokoh yang didukung oleh Poros Tengah melainkan dari poros lain yang kekuatan politiknya riil dan memang berminat atas kursi kepresidenan. Jika Gus Dur berhenti akan sangat sulit bagi Poros Tengah untuk menjadi sutradara utama dalam jabatan kepresidenan. Oleh sebab itu sangat tidak mungkin kelompok Poros Tengah akan membiarkan Gus Dur jatuh dari kursi kepresidenan.

Pernyataan Amien Rais bahwa dirinya akan menjadi orang pertama yang akan mempertahankan Presiden Gus Dur sampai tahun 2004 bukanlah basa-basi, bukan pula untuk sekedar menghindar dari tudingan bahwa Aksi Sejuta Umat di Monas itu bermaksud memaksa Gus Dur turun. Seminggu sebelum Aksi Sejuta Umat yang oleh Gus Dur dituduh mencari penyakit itu pada acara silaturahmi dan buka puasa bersama di kantor Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Blimbingsari, Yogyakarta (31/12/1999) Amien Rais mengatakan akan mengajak yang hadir untuk mempertahankan pemerintahan Gus Dur ini. Ketika itu Amien mengatakan bahwa dari kerumitan politik yang terjadi sekarang ini ada potensi ancaman bagi kelangsungan pemerintahan Gus Dur. Namun kita harus mempertahankannya mati-matian karena konfigurasi yang sekarang adalah yang terbaik bisa diperoleh oleh rakyat Indonesia dan umat Islam.

Jika Gus Dur jatuh maka umat Islam akan memperoleh pemimpin yang lebih jelek dan kemungkinan akan menghadapi peminggiran lagi. Dengan konfigurasi yang ada sekarang ini umat Islam sudah berada di arus utama (mainstream) politik nasional, bukan lagi di pinggiran. Dan karenanya pemerintahan Gus Dur wajib dipertahankan oleh umat Islam sampai tahun 2004. Komitmen Poros Tengah tetang ini diyakini lebih kental, minimal tidak kalah kuat, dibandingkan dengan komitmen PKB sendiri di masa Gus Dur menjadi tokoh sentralnya. Hanya saja komitmen yang seperti ini tidak boleh menghilangkan sikap kritis, sebab Gus Dur sendiri telah menyatakan tentang perlunya kritik atas pemerintahan yang dipimpinnya. Bersikap kritis tentu tidak sama dengan keinginan untuk menjatuhkan.

Penertiban pada pembisik

Yang tampaknya perlu segera ditertibkan oleh Gus Dur adalah para pembisik yang selama ini memberikan informasi kepada sang Presiden. Selama ini Gus Dur seringkali membuat pernyataan-pernyataan yang datanya tidak akurat. Kebijakan-kebijakan Gus Dur yang adakalanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan seperti politisasi pengangkatan jabatan-jabatan struktural eksekutif yang seharusnya dilakukan melalui sistem karier jelas merupakan keteledoran atau kesengajaan informan terdekat yang menjerumuskan Gus Dur. Padahal dalam pernyataan-pernyataan sebelum menjadi Presiden Gus Dur selalu menekankan pada pentingnya supremasi hukum dan penghormatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan dalam Rapat Kabinet Pertama setelah pemerintahannya terbentuk Gus Dur telah menyetujui bahwa jabatan-jabatan pemerintahan di bawah menteri (birokrasi) tetap menggunakan sistem karier sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Mengapa dalam pelaksanaannya menjadi menyimpang? Di sinilah para pembisik dan penasihat bidang hukum Gus Dur mempunyai perang penting. Kasus pembuatan dan pencabutan PP tentang BUMN serta Keppres tentang sebuah Ditjen di Dephutbun dapat juga disebut sebagai contoh tentang kesemrawutan kerja tim hukum, tepatnya politisasi hukum, oleh orang-orang di sekitar Gus Dur.

Sudah pasti dengan kondisi fisik Gus Dur pernyataan-pernyataan dan kebijakan itu sangat banyak didasarkan pada informasi lisan dari para pembisik yang tentunya dipercaya oleh Gus Dur. Berdasarkan pengalaman selama ini tampaknya ada di antara pembisik Gus Dur yang membisikkan sesuatu sesuai dengan keinginan Gus Dur, bukan sesuai dengan fakta di lapangan. Boleh jadi juga ada di antara pembisik sang Presiden itu sengaja memberikan informasi yang tidak benar. Dan bukan tidak mungkin informasi yang tidak benar itu sengaja dibisikkan sebagai upaya politik untuk menyesatkan sang Presiden atau untuk mengadu domba Presiden dengan konstitutuen pendukungnya sehingga sang Presiden dapat dengan mudah dijatuhkan. Jadi yang ingin menjatuhkan itu bukan Poros Tengah tetapi poros lain yang mungkin berhasil mendekatkan diri dengan Gus Dur namun tidak disadari oleh Gus Dur sendiri. Karena ini soal politik, maka kemungkinan yang seperti ini bukanlah mengada-ada.

Oleh sebab itu menjadi penting bagi Gus Dur untuk mereorganisasi dan menstrukturisasi barisan pembisiknya agar sebagai Presiden tidak menerima bisikan-bisikan informasi yang bernilai sampah. Sangat berbahaya jika data yang dikemukakan oleh Presiden tidak dapat dijadikan rujukan dalam mencari solusi berbagai masalah, misalnya karena mutunya rendah. Tentu tidak sulit bagi seorang Presiden untuk merancang satuan pembisik yang tangguh, jujur, dan tulus. Adalah kenyataan dan takdir Tuhan bahwa dalam keadaan seperti ini Presiden Indonesia memerlukan pembisik-pembisik sebagai sumber penting bagi penyerapan informasi. Kalau demikian halnya, mengapa tidak secara tegas saja diorganisir secara baik satu unit pembisik di dekat Presiden kita? Tentunya bangsa Indonesia akan menerima ini sebagai kenyataan, bahkan (mungkin) keharusan. Ini penting agar negara ini tidak terus-terusan kisruh karena pembisik-pembisik yang tidak jujur dan menyesatkan.